Negeri "Panda" dituding melakukan penahanan massal, persekusi keagamaan, dan sterilisasi paksa baik etnis Uighur maupun kelompok lain.
Sanksi AS itu menargetkan finansal dari pemimpin partai komunis cabang Xinjiang, Chen Quanguo, beserta pejabat China yang lain.
Otoritas di sana diyakini menahan sekitar satu juta orang kamp re-edukasi dalam beberapa tahun terakhir, dilaporkan BBC Kamis (9/7/2020).
Beijing jelas menyanggah tuduhan itu, dengan menyatakan fasilitas tersebut merupakan "pelatihan vokasi" untuk menangkal radikalisme dan separatisme.
Chen, yang juga duduk sebagai anggota Politbiro, salah satu badan terkuat partai komunis, adalah pejabat tertinggi yang ditargetkan AS.
Pemerintahan Presiden Donald Trump menjelaskan, Chen adalah otak dari berbagai kebijakan China yang menyasar minoritas, dan sebelumnya menjabat di Tibet.
Pejabat lain yang disasar adalah Wang Mingshan, Direktur Biro Keamanan Publik Xinjiang, Zhu Hailun, anggota senior partai, dan mantan pejabat keamanan Huo Liujun.
Dengan sanksi tersebut, setiap individu atau lembaga yang bertransaksi dengan mereka akan dianggap kejahatan, dan segala aset mereka juga dibekukan.
Meski begitu, Huo tidak menjadi subyek dari larangan visa AS, yang memblokir keluarga maupun kerabat dekatnya berkunjung ke Negeri "Uncle Sam".
Selain pejabat, hukuman ekonomi juga berlaku kepada Biro Keamanan Publik Xinjiang sebagai keseluruhan institusi di sana.
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menerangkan, pemerintah AS menerbitkan hukuman itu sebagai tanggapan atas "pelecehan sistematis dan mengerikan" di sana.
"AS tidak akan tinggal diam atas aksi CCP (Partai Komunis China) yang melanggar HAM Uighur, Kazakh, dan minoritas lain di Xinjiang," jelas Pompeo.
Menlu dari Republik itu juga menekankan larangan visa bagi pejabat partai komunis yang dianggap bertanggung jawab atas peristiwa kemanusiaan di Xinjiang.
Apa yang China lakukan di Xinjiang?
Kelompok pembela HAM menyatakan, satu juta Muslim ditahan di fasilitas berkeamanan tinggi yang tersebar di seluruh region.
Tahun lalu, muncul sebuah dokumen yang ditengarai bocor, dan memperlihatkan ada sekitar 15.000 dari kawasan selatan region yang dikirim ke kamp dalam sepekan.
Dokumen bocor tersebut menunjukkan tahanan baru dibebaskan jika mereka "memahami betul betapa berbahaya dan kriminalnya perbuatan mereka sebelumnya".
Dalam pernyataan pemerintah Negeri "Panda" etnis minoritas dimasukkan ke "kamp vokasi" untuk membasmi ekstremisme karena agama.
Tetapi, terdapat sejumlah laporkan bahwa etnis itu ditahan hanya karena beribadah atau mengenakan cadar, serta menjalin koneksi dengan Turki.
Uighur, yang mayoritas Muslim, merupakan etnis Turki dan saat ini jumlahnya sekitar 45 persen dari keseluruhan warga Xinjiang.
Juni lalu, sebuah laporan yang dipaparkan pakar Adrian Zenz mengklaim para perempuan di Xinjiang menjalani sterilisasi.
Laporan itu kemudian menuai seruan dari dunia agar PBB segera menggelar investigasi.
https://www.kompas.com/global/read/2020/07/10/121034870/as-jatuhkan-sanksi-untuk-pejabat-china-yang-langgar-hak-muslim-di