Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

UU Keamanan Nasional untuk Hong Kong Dinilai Lebih Kejam dari Dugaan

Klaim itu dikatakan oleh analis hukum setelah membedah dokumen yang memberikan kewenangan bagi China di kota tersebut,

UU itu diberlakukan pada Selasa (30/6/2020), enam pekan setelah pertama kali diumumkan di publik, sebagai upaya China untuk mengakhiri protes pro-demokrasi yang besar-besaran dan sering disertai kekerasan di kota semi-otonom itu.

Peraturan itu dianggap melangkahi badan legislatif Hong Kong dan rumusannya juga dirahasiakan sampai aturan itu diberlakukan Selasa kemarin.

Tak pelak masyarakat, sarjana hukum, diplomat, dan pembisnis berbondong-bondong angkat suara menguraikan kejahatan yang terjadi di balik penerapan UU Keamanan Nasional tersebut.

Beijing mengklaim, undang-undang itu tidak akan mengakhiri kebebasan politik di Hong Kong yang memiliki otonomi hukum hingga 2047.

Pada 1997, China telah menyepakati perjanjian khusus yang menjamin hak-hak Hong Kong selama 50 tahun saat Inggris menyerahkan kekuasaan kepada China.

Namun, jelas apa yang dilakukan China sekarang ini menurut pandangan politik telah melanggar dari ketentuan yang tertuang dalam perjanjian khusus tersebut.

"Jika kamu pernah mengatakan sesuatu yang mungkin menyinggung (China) atau otoritas Hong Kong, keluar saja dari Hong Kong," kata Ahli Hukum China dari Universitas George Washington, Donald Clarke yang ditulisnya dalam sebuah analisis, seperti yang dilansir dari AFP (1/7/2020). 

Masalah utama yang menjadi fokus Clarke adalah terletak di Pasal 38 yang menyatakan pelanggaran keamanan nasional yang dilakukan, bahkan oleh orang asing dapat dituntut.

"Saya tahu tidak ada alasan untuk tidak berpikir apa yang sudah tertuang di sana: menegaskan yurisdiksi ekstrateritorial atas setiap orang di planet ini," tulis Clarke.

Seorang anggota parlemen oposisi, James To, kepada wartawan berujar bahwa UU itu dapat memberikan efek kepada "orang di seluruh dunia, orang yang datang untuk bisnis, untuk transit, untuk bepergian, siapa pun" ke Hong Kong.

Kemerdekaan "ilegal"

UU baru tersebut menguraikan empat aspek pelanggaran, yaitu subversi, pemisahan diri, terorisme, dan berkolusi dengan pasukan asing untuk merusak keamanan nasional.

Para analis mengatakan deskripsi dari empat kejahatan itu tidak jelas, berpotensi melarang sejumlah pandangan dan tindakan.

"UU ini dirancang multitafsir dan diberlakukan rata kepada semua orang yang berada di dalam sistem hukum wilayah tersebut," kata Seorang Pengacara Hong Kong, Antony Dapiran, yang telah menulis buku-buku tentang gerakan protes kota, kepada AFP.

Dapiran mengambil salah satu contoh dari pasal terorisme, yang isinya berisi penyerangan terhadap sarana transportasi umum, yang sering dilakukan demonstran tahun lalu.

Dia menyoroti bahwa berdasarkan penerapan pasal tersebut, setiap orang yang mendukung demonstrasi bisa ditindak berdasarkan pasal tersebut.

"Artinya, pengunjuk rasa 'moderat' atau yang berorasi secara damai juga bisa terciduk jika pendemo ekstremis yang mereka bantu ditangkap sebagai teroris," jelas Dapiran.

Aturan yang menyebutkan gerakan upaya pemisahan diri, bahkan seruan Hong Kong merdeka agar memiliki otonomi sendiri yang lebih besar, sekarang dilarang.

Pada Rabu sore, polisi telah menangkap seorang pria dan wanita yang terlihat membawa sepanduk bertuliskan kemerdekaan Hong Kong.

Dalam sebuah pernyataan, polisi mengatakan seruan untuk kemerdekaan bagi Hong Kong, Tibet, Xinjiang atau Taiwan sekarang semuanya dianggap ilegal.

Kebebasan media berisiko

Aspek lain yang menimbulkan keprihatinan adalah terkait kebebasan media dan bidang akademik.

Hong Kong telah puluhan tahun menganut kebebasan pers regional dan internasional, berkat adanya aturan kebebasan berbicara, yang berlanjut setelah beberapa lama kekuasaan Inggris diserahkan kepada China.

Namun, dengan berlakunya UU baru itu kekebabasan pers tidak akan lagi ada jaminannya.

UU baru itu mengamanatkan agar badan keamanan nasional baru China ditempatkan di kota itu untuk "mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkuat manajemen" di kantor berita internasional dan LSM, tanpa adanya penjelasan lebih lanjut.

"Kebebasan pers baru saja diumumkan mati di Hong Kong," kata Claudia Mo, mantan jurnalis dan sekarang anggota parlemen oposisi.

Dia mengatakan suara-suara kritis bisa takut berbicara kepada media, dan wartawan bisa mulai menutup diri.

Di China daratan, pers dikendalikan oleh negara dan wartawan asing secara rutin dilecehkan dan bahkan diusir karena liputan mereka.

Bahkan, status Hong Kong sebagai benteng kebebasan pers telah merosot dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tahun 2018, seorang jurnalis asing diusir karena menjadi pembawa acara dalam yang mewawancarai pemimpin partai kemerdekaan pinggiran yang sah.

Awal tahun ini, China telah mendeportasi sekelompok wartawan AS karena adanya pertikaian pemerintah China dengan Washington.

Dinyatakan juga bahwa para wartawan itu tidak akan diizinkan masuk ke Hong Kong, meskipun untuk mengurus surat-surat imigrasi mereka sendiri.

https://www.kompas.com/global/read/2020/07/02/125136070/uu-keamanan-nasional-untuk-hong-kong-dinilai-lebih-kejam-dari-dugaan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke