Lalu ada akun @aliebilqis yang melepas kepergian Mbah Lindu dan mengungkapkan rasa terima kasihnya karena Mbah Lindu telah memberi kebahagiaan pada perut orang banyak lewat gudeg yang ia buat.
“Gudeg buatan mbah Lindu punya rasa yg khas bgt. Matur sembah nuwun sudah menyenangkan perut orang banyak, mbah. Sugeng tindak mbah Lindu”
Gudeg buatan mbah Lindu punya rasa yg khas bgt. Matur sembah nuwun sudah menyenangkan perut orang banyak, mbah. Sugeng tindak mbah Lindu ???????? https://t.co/lqJ4TPNZM2
— ?????? ?????????? (@aliebilqis) July 13, 2020
Berasal dari Yogyakarta, banyak pula netizen yang mengungkapkan rasa dukanya lewat bahasa Jawa seperti akun @cahklaten78 ini.
“Dhuk wektumu wus cukup
Sugeng tindak mbah Lindu
Titip rasa utang Gudeg djogja
Mugi jembara kubure katampi ing pangayunaning Gusti
Alfatekah kagem swargi
Rahayu sagung dumadi
Nuwun.”
Dhuk wektumu wus cukup
— mesemeleh (@cahklaten78) July 12, 2020
Sugeng tindak mbah Lindu
Titip rasa utang Gudeg djogja
Mugi jembara kubure katampi ing pangayunaning Gusti
alfatekah kagem swargi
Rahayu sagung dumadi
Nuwun. pic.twitter.com/Pn0Bwzuz59
Yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia lebih kurang berarti “Nek, waktumu sudah cukup. Selamat jalan mbah Lindu. Titip rasa utang gudeg Jogja. Semoga lapang atau lebar kuburnya dan diterima di sisi Tuhan.”
Mbah Lindu meninggal dunia pada usia 100 tahun, Minggu (12/7/2020) sekitar pukul 18.00 WIB karena usia tua.
Mbah Lindu dipercaya sebagai penjual gudeg tertua di Yogyakarta. Mbah Lindu bahkan tak ingat pasti sudah berapa lama berjualan gudeg.
Namun, Mbah Lindu ingat betul bahwa ia berjualan sebelum memiliki suami, saat zaman kolonial.
Mbah Lindu biasa berjualan di Jalan Sosrowijayan, tepatnya di pos depan Hotel Grage Ramayana. Berjarak kira-kira 300 meter saja dari Jalan Malioboro. Hingga usia tuanya, Mbah Lindu masih ikut berjualan gudeg hingga 2-3 tahun lalu.
Kini, usahanya diteruskan oleh Ratiyah, sang anak. Namun Mbah Lindu hingga akhir hayatnya masih sering membantu proses memasak di dapur.
Kisah Gudeg Mbah Lindu yang legendaris ini sempat didokumentasikan dalam serial dokumenter kuliner jalanan Asia oleh Netflix pada 2019 lewat serial berjudul Street Food: Asia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.