Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Javara, Merek Bahan Pangan Tradisional yang Mendunia

KOMPAS.com - Total lebih dari 160 bahan pangan tradisional diproduksi Javara. Kategorinya meliputi biji-bijian, rempah, pemanis, saus, garam, tepung, mi dan pasta, serta teh dan kopi.

Javara merupakan perusahaan bahan pangan tradisional.

Semua produknya didapat didapat langsung dari petani di seluruh Indonesia.

Merek ini berdiri sejak 2008 dan cepat mendapat perhatian dari luar negeri.

Ratusan produknya sudah bersertifikat halal, juga memiliki sertifikat organik Amerika, Eropa, dan Jepang.

Banyak produknya sudah diekspor sejak lama ke lebih dari 20 negara di lima benua. 

"Di luar dugaan, 2011 kami mulai ekspor dan 2015 kami sudah masuk ke 24 negara, yang menarik bukan eskpornya, tetapi bahwa produknya itu dari pelosok Indonesia dan bisa masuk ke standar internasional," ujar Helianti Hilman, pendiri Javara.

Organic Coconut Sugar, Gourmet Vegetables Noodle, dan Spices atau rempah-rempah menjadi produk Javara yang paling diminati di luar negeri.

Sayangnya, Helianti mengaku, Javara belum mendapat perhatian setinggi negara-negara di luar negeri hingga 2015.

"Waktu itu apresiasi terhadap brand lokal belum tinggi. Kami yang pertama kali menggunakan istilah artisan sejak 15 tahun lalu. Apresiasi terhadap brand lokal baru lima atau enam tahun lalu," kata Helianti dalam acara perilisan menu kolaborasi Chatime Atealier dan Javara, Rabu (4/10/2023). 

Menurutnya, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang memilih merek bahan pangan impor daripada produk Javara.

Padahal, bahan pangan yang dijualnya sudah memiliki sertifikat organik dan terdaftar di FDA Amerika.

Penjualan lokal Javara mulai meningkat setelah 2015, usai diliput banyak media televisi, cetak, radio, dan daring.

Persentase penjualannya kini berkisar 65 persen domestik dan 35 persen ekspor.

Javara memiliki gerai di Bekasi, Kemang, dan Semarang. Produknya juga hadir di banyak supermarket dan e-commerce.

Helianti tidak memiliki latar belakang, petani maupun pengusaha makanan kala mendirikan Javara pada 15 tahun silam.

Pekerjaannya bergelut di bidang hukum. Saat itu, ia sedang menangani pro bono legal advice untuk para petani yang mengalami masalah hukum.

"Kasusnya sangat banyak, sampai akhirnya ada satu waktu saya dan suami travelling selama tiga setengah bulan untuk mengunjungi desa-desa tempat petani," ungkap dia.

Tepat sebelum perjalanannya berakhir, Helianti menemukan hal menarik yang membangkitkan kegemarannya akan kuliner.

Banyak bahan makanan yang baru dilihatnya. Belum pernah dicoba sekalipun dirinya penggemar kuliner.

"Sebagai orang yang suka makan dan suka masak, saya kalap. Mulai kebayang, ini kayaknya bisa lempar (jual) ke Italia, ke Perancis," kata Helianti.

Sebelumnya, dia memiliki pengalaman bertualang ke 40 negara sehingga melihat tingginya potensi bahan makanan tradisional ini mendunia.

Satu pesan yang diingatnya dari petani di Magelang, membawa Helianti bertekad kuat untuk mengenalkan lebih jauh seputar bahan pangan ini.

"Pesannya: Indonesia itu sudah disubsidi Tuhan dalam bentuk keanekaragaman pangan, untuk padi saja ada 7.000 jenis, belum lagi umbi-umbian. Kalau pangan warisan tidak punah, harusnya orang Indonesia tidak ada yang malnutrisi dan stunting," ungkapnya.

Javara pun lahir dengan visi menghidupkan warisan pangan terlupakan nusantara untuk mendunia.

  • 7 Jajan Tradisional Bertabur Kelapa Parut, Ada Klepon dan Getuk
  • Mengenal Bahan Pangan Lokal Gunungkidul dari Beras dan Tanaman Palawija
  • Keuntungan Gabung Komunitas Bagi Produsen Pangan, Apa Saja?

Sekolah pangan

Javara bermitra dengan banyak petani, perajin, hingga nelayan di seluruh Indonesia dalam menciptakan produk pangan.

Kebanyakan mitranya berusia 50-an tahun saat bergabung dengan Javara. Akhirnya, Javara mendirikan Sekolah Seniman Pangan pada 2017.

Sekolahnya berfokus pada kewirausahaan untuk petani dan nelayan, khususnya untuk anak muda, perempuan, dan komunitas adat.

Koki sekaligus pakar kuliner ternama di Indonesia menjadi pengajar di Sekolah Seniman Pangan, termasuk Bara Pattiradjawan dan William Wongso.

"Sekarang ini, sekitar 40 persen mitra Javara berusia di bawah 40 tahun. Tadinya 100 persen mitra berusia 40 tahun ke atas," tutur Helianti.

Para mitra tidak dibatasi menghasilkan produk hanya untuk Javara, melainkan memiliki produk dan layanan untuk dijual sendiri.

"Mereka tinggal di desa itu asetnya luar biasa daripada kita tinggal di kota. Asetnya bisa dikomersialkan. Pada saat tren anak muda buka kedai kopi, selesai pelatihan, mereka juga membuka restoran," kata dia.

Bara, koki kenamaan Indonesia, menjelaskan bahwa materi yang diberikan pada petani tidak terbatas pada arahan umum.

Secara spesifik, ia mengaplikasikan pengalaman mencicipi beragam rasa bahan makanan kepada para petani.

Bagaimana menciptakan rasa dari perpaduan bahan pangan yang jarang ditemukan, bukan sekedar gurih, manis, dan asam.

"Saya kagum dengan para petani, mereka terlihat antusias dan ingin menyerap ilmu. Kadang, ada produknya, tetapi bingung mau diarahkan ke mana," kata Bara.

Dwi Poyono, salah satu petani Javara sejak pertama kali didirikan pada 2008, membagikan kesehariannya memproduksi tanaman.

Ia fokus menanam daun suji dan bunga telang. Keduanya ditujukan sebagai produk pewarna alami.

Tanaman bunga telang akan tumbuh setelah dua bulan. Kemudian, bisa dipanen sepanjang tahun.

"Setelah dua bulan dan berbunga, akan panen terus setiap hari, berkembang terus. Sampai produknya berkurang setelah setahun baru ditanam ulang," kata Dwi.

Sejak bergabung, Dwi tidak hanya fokus menghasilkan produk. Petani berusia 60-an tahun ini juga kerap mengikuti kegiatan promosi Javara ke luar negeri.

Memperkenalkan bahan pangan yang diproduksinya lebih jauh ke banyak negara, selagi menghadiri acara di luar negeri sejak 2014.

  • 6 Jenis Pangan dari Kedelai, Bukan Cuma Tempe dan Tahu
  • Mengenal Tradisi Pangan dari Mollo Utara NTT, Punya Cara Efektif Awetkan Makanan

https://www.kompas.com/food/read/2023/10/05/193200975/mengenal-javara-merek-bahan-pangan-tradisional-yang-mendunia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke