Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orangtua Diminta Deteksi Dini Perilaku "Bullying" di Sekolah

Kompas.com - 21/03/2024, 14:24 WIB
Sania Mashabi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perilaku perundungan (bullying) dan kekerasan seksual masih jadi masalah yang sering terjadi di dunia pendidikan Indonesia.

Berdasarkan data Asesmen Nasional Tahun 2022 dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) memperlihatkan sebanyak 34,51 persen peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual.

Baca juga: Pakar: Sekolah Juga Perlu Diberi Sanksi jika Terjadi Kasus Bullying

Kemudian 26,9 persen peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen peserta didik berpotensi mengalami perundungan.

Psikolog Klinis dan Keluarga, Nurina mengatakan, keluarga harus bisa mendeteksi sedini mungkin terkait perilaku perundungan dan kekerasan seksual pada anak.

"Dengan mendeteksi ciri perilaku perundungan dan kekerasan seksual, sebagai orangtua juga kita harus mampu melakukan deteksi awal dari perilaku anak," kata Nurina dikutip dari laman resmi Ditjen GTK Kemendikbud, Rabu (20/3/2024).

Nurina menuturkan, peran orangtua dalam pencegahan perundungan dan kekerasan seksual juga harus mampu mengetahui masa psikoseksual anak.

Di mana dalam masa anak usia dini yaitu 0-6 tahun mengalami fase oral, anal, dan phalik, masa kanak-kanak pertengahan atau pra-pubertas, yaitu 7-12 tahun mengalami fase laten dan pubertas atau remaja awal mengalami fase genital yang sedang mencari identitas diri sesuai jenis kelamin.

Selain itu, Nurina juga mengungkap beberapa cara untuk menghadapi perundungan dan kekerasan seksual di sekolah.

Pertama adalah cara promotif yaitu menyinergikan peran orangtua dan sekolah dan memberi pengetahuan pendidikan seksualitas sesuai tahapan perkembangan anak

"Melakukan parenting class dan melatih keterampilan sosial anak," ujarnya.

Baca juga: Kemendikbud: Bullying Merupakan Dosa Besar Pendidikan Indonesia

Kedua, cara preventif yaitu melakukan gaya pengasuhan sesuai dengan modalitas utama anak, membangun komunikasi harmonis dengan anak, melakukan pola asuh yang seimbang antara demokratis, otoriter dan permisif, serta menyeimbangkan antara harapan dan kemampuan anak.

Ketiga adalah cara kuratif yakni adalah memperbanyak afirmasi positif pada anak melalui pujian dan penghargaan.

Seperti meningkatkan self esteem anak dengan fokus pada kompetensi yang dimiliki, melakukan terapi warna, dan mencari bantuan tenaga profesional seperti konseling atau psikoterapi.

Baca juga: Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan

"Pendidikan karakter anak terbentuk melalui perjalanan panjang, maka nikmatilah setiap prosesnya karena setiap yang menanam, pasti akan menuai," pungkas Nurina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com