Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Lintang, Anak Komandan Banser Dapat Beasiswa Kuliah ke Amerika

Kompas.com - 16/10/2023, 08:51 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

Sumber NU Online

Setelah perjuangan mencari sinyal selesai, Lintang akhirnya bisa mengikuti wawancara pada pukul 15.30 WIB. Ia sempat menunggu kurang lebih sejam. “Karena saya benar-benar tidak mengira bakal wawancara di lokasi pengabdian, udah gitu minim bahkan bisa dibilang nggak ada persiapan sama sekali, jujur saya pasrah,” ujarnya.

Tanggal 16 Juli 2023 pagi, hasil wawancara keluar. Lintang masih belum menyadari jika ia lolos. Karena saat itu dirinya masih capek usai rapat maraton terkait agenda pengabdian hingga larut malam. Paginya ia langsung persiapan program pengabdian lagi.

Baca juga: 2 Beasiswa S2/S3 di Inggris, Uang Saku hingga Rp 36 Juta

“Ternyata yang nge-chat saya udah banyak, baik di WhatsApp maupun Instagram. Mereka tanya sambil kirim screenshot SK hasil wawancara. Mereka lihat nama saya di sana. Subhanallah, Lintang diterima. Saya otomatis nangis dan langsung ngabari mamah di Magelang,” ucapnya.

Hidupnya memang sibuk dengan aktivitas kemahasiswaan. Bahkan ia belum mudik sejak Lebaran hingga pengumuman kelulusan program pertukaran mahasiswa itu. “Jadi, semua komunikasi hanya bisa lewat online. Alhamdulillah Allah mempermudah semua,” ungkap alumnus MTs Al-Jauhar Pesantren Sunan Pandanaran, Gunungkidul, DIY, ini.

Ia hanya punya waktu sebulan untuk persiapan ke Amerika Serikat. Seperti pembuatan paspor dan Visa.

“Untuk pertama kalinya saya sebagai wong ndeso dari Magelang ke luar negeri untuk 1 semester perkuliahan, bukan jalan-jalan,” ujarnya dengan senang.

Ia berangkat ke Amerika pada bulan Agustus 2023. “Struggle (perjuangan) di sini luar biasa banyak. Selain karena bahasa, kultur, makanan, hingga pertemanan. Belum lagi sistem perkuliahannya yang beda banget dengan di Indonesia. Benar-benar shock culture,” tuturnya.

Program Mosma, menurutnya sangat membantu dalam hal pendanaan sehari-hari. “Buat housing (bayar unit asrama) dan makan sehari hari. Jadi, belum tentu bisa jajan, yang penting makan dulu,” ungkapnya. 

Ketika uang sakunya ngepres, ia memiliki kiat khusus untuk menghadapinya. Yakni, makan harus ditata dan direncanakan dengan baik. Ia tidak mengambil pekerjaan part time karena visanya adalah jenis F-1 atau khusus untuk mahasiswa yang full study.

“Karena di sini kami tidak boleh kerja. Kecuali mau magang di kampus. Sayangnya, saya dan teman-teman belum mumpuni,” kata dia.

Baca juga: 15 Kampus Terbaik di Jakarta Versi EduRank 2023, 1-11 Diisi PTS

Ia mengatakan, meraih mimpi sampai kuliah di luar negeri adalah hak semua orang. Meski orang tersebut adalah santri sekalipun. "Bermimpilah setinggi langit. Salah satunya adalah berkesempatan belajar di luar negeri,” pungkas Lintang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com