Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Lintang, Anak Komandan Banser Dapat Beasiswa Kuliah ke Amerika

KOMPAS.com - Bisa kuliah sampai luar negeri, apalagi di Amerika Serikat tak pernah terbayangkan oleh Lintang Ayu Taufiqoh.

Lintang adalah alumnus Pesantren Al-Islahiyyah Mayan Kranding, Mojo, Kediri, Jawa Timur.

Ia sendiri sudah mendapat kesempatan belajar di Amerika Serikat, tepatnya di York College of Pennsylvania (YCP) melalui program pertukaran pelajar dan mahasiswa melalui program Mosma oleh Kementerian Agama (Kemenag).

Program Mosma atau MORA Overseas Student Mobility Awards salah program implementasi Kurikulum Merdeka dalam bentuk program mobilitas fisik yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar di perguruan tinggi luar negeri. Program ini berlangsung selama 1 semester dengan durasi maksimal 6 bulan. 

“Awalnya saya daftar program ini di akhir Juni 2023 untuk mencari pengalaman yang jauh lebih menantang. Lalu, dapat link pendaftaran dari grup mahasiswa prodi. Karena penasaran, akhirnya saya daftar aja dan nyari berkas-berkas penunjangnya,” ujar Lintang, dilansir dari liputan Musthofa Asrori di laman NU Online, pada Minggu (15/10/2023).

Saat ini ia adalah mahasiswi Prodi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ia juga dikenal sebagai anak dari komandan Banser NU yakni Muhammad Asrofudin Budianto alias Mbah Wongso yang dulunya adalah Kasatkornas Banser tahun 1997-2000.

Gadis kelahiran Magelang ini menceritakan awal dirinya mengikuti program Mosma. Saat itu ia sempat kesulitan karena tidak mendapat dukungan dari fakultas.

“Mungkin karena ini program batch 1. Jadi, masih belum banyak yang tahu dan dikira program tidak terpercaya padahal yang menyelenggarakan Kementerian Agama,” ungkapnya.

Namun meski sempat ada kendala, kampus tetap mendukung langkahnya. Ia menjadi satu-satunya mahasiswi FSH UIN Jakarta yang lolos program Mosma LPDP Kemenag tersebut.

Cek pengumuman beasiswa di atas laut

Tetapi kendala saat mendaftar Mosma tak cuma dari kampus saja. Saat itu, ia tercatat sebagai volunteer (relawan) di Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar).

“Ceritanya pas saya dalam perjalanan pengabdian di Kepulauan Natuna, masih di atas kapal Pelni, tepatnya tanggal 11 Juli saya dapat pengumuman lolos seleksi berkas. Langsung nangis antara bersyukur sama khawatir gak bisa ikut wawancara karena sedang di lokasi yang nggak proper alias susah sinyal,” kenangnya.

Lintang dalam perjalanan bertugas di Desa Sededap, Kecamatan Pulau Tiga, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

Dalam situasi masih terombang-ambing di lautan lepas itu dirinya dibantu koleganya untuk merespons pengumuman kelulusan program tersebut.

“Untungnya saya dapat support dari tim di NGO buat meluangkan waktu. Jadi, bebas tugas dari pengabdian dulu selama proses wawancara berlangsung. Dan saya benar-benar berjuang cari sinyal ke ujung pulau. Semua saya terabas mulai gerimis, suara ombak, angin pantai, hingga tidak enak badan,” tuturnya.

Setelah perjuangan mencari sinyal selesai, Lintang akhirnya bisa mengikuti wawancara pada pukul 15.30 WIB. Ia sempat menunggu kurang lebih sejam. “Karena saya benar-benar tidak mengira bakal wawancara di lokasi pengabdian, udah gitu minim bahkan bisa dibilang nggak ada persiapan sama sekali, jujur saya pasrah,” ujarnya.

Tanggal 16 Juli 2023 pagi, hasil wawancara keluar. Lintang masih belum menyadari jika ia lolos. Karena saat itu dirinya masih capek usai rapat maraton terkait agenda pengabdian hingga larut malam. Paginya ia langsung persiapan program pengabdian lagi.

“Ternyata yang nge-chat saya udah banyak, baik di WhatsApp maupun Instagram. Mereka tanya sambil kirim screenshot SK hasil wawancara. Mereka lihat nama saya di sana. Subhanallah, Lintang diterima. Saya otomatis nangis dan langsung ngabari mamah di Magelang,” ucapnya.

Hidupnya memang sibuk dengan aktivitas kemahasiswaan. Bahkan ia belum mudik sejak Lebaran hingga pengumuman kelulusan program pertukaran mahasiswa itu. “Jadi, semua komunikasi hanya bisa lewat online. Alhamdulillah Allah mempermudah semua,” ungkap alumnus MTs Al-Jauhar Pesantren Sunan Pandanaran, Gunungkidul, DIY, ini.

Ia hanya punya waktu sebulan untuk persiapan ke Amerika Serikat. Seperti pembuatan paspor dan Visa.

“Untuk pertama kalinya saya sebagai wong ndeso dari Magelang ke luar negeri untuk 1 semester perkuliahan, bukan jalan-jalan,” ujarnya dengan senang.

Ia berangkat ke Amerika pada bulan Agustus 2023. “Struggle (perjuangan) di sini luar biasa banyak. Selain karena bahasa, kultur, makanan, hingga pertemanan. Belum lagi sistem perkuliahannya yang beda banget dengan di Indonesia. Benar-benar shock culture,” tuturnya.

Program Mosma, menurutnya sangat membantu dalam hal pendanaan sehari-hari. “Buat housing (bayar unit asrama) dan makan sehari hari. Jadi, belum tentu bisa jajan, yang penting makan dulu,” ungkapnya. 

Ketika uang sakunya ngepres, ia memiliki kiat khusus untuk menghadapinya. Yakni, makan harus ditata dan direncanakan dengan baik. Ia tidak mengambil pekerjaan part time karena visanya adalah jenis F-1 atau khusus untuk mahasiswa yang full study.

“Karena di sini kami tidak boleh kerja. Kecuali mau magang di kampus. Sayangnya, saya dan teman-teman belum mumpuni,” kata dia.

Ia mengatakan, meraih mimpi sampai kuliah di luar negeri adalah hak semua orang. Meski orang tersebut adalah santri sekalipun. "Bermimpilah setinggi langit. Salah satunya adalah berkesempatan belajar di luar negeri,” pungkas Lintang.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/10/16/085100671/kisah-lintang-anak-komandan-banser-dapat-beasiswa-kuliah-ke-amerika

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke