Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Memahami "Human Capital Leadership": Pendidikan dan Daya Saing Talenta Muda Indonesia

Kompas.com - 28/09/2023, 11:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BICARA kualitas manusia, Indonesia berada di peringkat 96 dari 173 negara menurut Human Capital Index (HCI) Bank Dunia tahun 2020 dengan angka 0,54. Secara garis besar, HCI mengukur indikator pendidikan dan kesehatan.

Data lain dari IMD tahun 2022 mengungkapkan kualitas talenta Indonesia berada di peringkat ke-51 dari 63 negara.

Data ini sebagian menjawab mengapa kita masih belum sepenuhnya bergantung kepada SDM lokal dan masih bergantung ke pihak asing. Ini menjadi wake-up call akan keharusan meningkatkan human capital Indonesia.

Kemajuan negara dilihat dari seberapa berkualitasnya human capital. Terlebih, Indonesia akan mencapai bonus demografi dalam beberapa tahun kedepan. Akan jadi beban besar apabila tidak bisa kita berdayakan.

Oleh karena itu, pemimpin saat ini perlu memiliki pola pikir bagaimana mengembangkan human capital, khususnya tenaga mudanya semaksimal mungkin.

Ia punya peran penting dalam membuat kebijakan strategis terkait apa yang bisa dilakukan untuk mengembangkan human capital kita.

Menurut Hitt & Ireland (2002), pemimpin berperan dalam mengelola human capital-nya, termasuk bagaimana ia memanfaatkan dan mengeksplorasi keunggulan kompetitif organisasinya pada masa depan.

Kepemimpinan Modal Manusia (human capital leadership) untuk anak muda dilihat sebagai upaya yang difokuskan pada memahami kapasitas, mengembangkan keterampilan, dan mengelola potensi manusia muda Indonesia dalam konteks organisasi, komunitas, atau masyarakat secara umum.

Ini mencakup strategi kepemimpinan yang dirancang untuk membantu generasi muda tumbuh dan berkontribusi secara maksimal pada keberhasilan pribadi mereka dan kemajuan sosial.

Konsep Kepemimpinan Modal Manusia untuk anak muda menguatkan pemahaman bahwa generasi muda adalah aset berharga bagi perkembangan masa depan masyarakat dan organisasi.

Konsep ini perlu dipahami lebih dalam oleh para pimpinan saat ini dalam praktik kepemimpinan, pengelolaan talenta dan proses regenerasi tongkat pemimpin diberbagai organisasi.

Bagaimana peran serta pemimpin saat ini menyiapkan penerusnya agar mampu bersaing, semakin inovatif, kompeten dan siap untuk menghadapi tantangan masa depan.

Generasi muda sering kali membawa gagasan segar dan inovatif. Pemimpin yang efektif dalam konteks ini perlu memberikan dukungan, tanggungjawab lebih dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan kreativitas mereka berkembang.

Anak muda suka dilibatkan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan terlibat di berbagai proyek signifikan. Hal ini membantu mereka merasa berharga dan memiliki kontribusi berarti.

Pemimpin senior saat ini juga perlu memaksimalkan perannya sebagai mentor dan penyedia dukungan emosional, terutama ketika anak muda sedang berproses mengatasi hambatan dan mengembangkan kepercayaan diri.

Kata kuncinya adalah keungggulan kompetitif. Dari pengamatan saya, Indonesia punya banyak keunggulan kompetitif, di antaranya adalah sumber daya alam melimpah dan banyaknya manusia produktif pada masa depan.

Itu menjadi keunggulan dahsyat jika kita mampu memanfaatkannya untuk kepentingan Indonesia. Hanya bagaimana cara kita mengoptimalkan keunggulan tersebut.

Menurut Tong et al., (2019), ada dua trait yang bisa menentukan apakah pemimpin bisa mengelola human capital: Ketekunan dan kemampuan problem-solving.

Chandrasekhar Sripada dalam bukunya “Leading Human Capital in the 2020s: Emerging Perspectives” bahkan lebih detail lagi menyebutkan trait dan kemampuan yang dibutuhkan: menyelaraskan pemangku kepentingan utama, berkomunikasi, memaksimalkan komitmen, dan meminimalkan penolakan dengan melibatkan organisasi, mengganti kecemasan dengan rasa ingin tahu, membujuk masyarakat untuk mengubah prioritas mereka, membangun keterampilan yang diperlukan, dan membuat koreografi perubahan.

Kemampuan tersebut penting apabila kita berbicara meningkatkan kualitas 282 juta manusia di Indonesia saat ini. Terlebih, di setiap daerah, kebutuhan akan pola pengembangan human capital-nya berbeda. Namun, jalan yang ditempuh tetap sama, yaitu jalur pendidikan.

Tantangan yang perlu kita selesaikan

Aspek pendidikan menjadi salah satu aspek paling fundamental dalam meningkatkan kualitas human capital.

Para pendiri bangsa telah menekankan pentingnya pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam undang-undang pun juga tertulis dengan jelas.

Hal ini juga divalidasi dengan banyaknya orang yang menggantungkan harapannya pada pendidikan, terutama di tingkat universitas.

Menurut survei Indikator Politik Indonesia tahun 2022, sebanyak 82,1 persen responden menginginkan anaknya untuk melanjutkan studi ke pendidikan sarjana. Hal ini jelas menyuratkan bahwa pendidikan bisa mengubah nasib masyarakat.

Pendidikan kita perlahan kualitasnya jauh lebih baik. Misalnya, program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) membuat mahasiswa menjadi lebih percaya diri dan bisa lebih bersaing.

Selain itu, alumni program MBKM kini hanya menunggu kurang dari tiga bulan untuk mendapatkan pekerjaan.

Banyak pihak yang mengapresiasi program MBKM. Menurut survei dari Indikator Politik Indonesia tahun 2022, sebanyak 82,1 persen mengatakan program ini bermanfaat.

Sinyal kepuasan ini menyiratkan bahwa pendidikan Indonesia membutuhkan pendekatan inovatif agar kualitasnya semakin membaik pada tahun-tahun mendatang.

Alasan lain kita butuh pendekatan inovatif adalah agar setiap masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke merasakan manfaat pendidikan.

Terlebih, ketika melihat data BPS tahun 2019, tidak semua orang mengenyam pendidikan yang tinggi. Semakin tinggi jenjang pendidikan, angkanya semakin turun.

Kita juga membutuhkan pendekatan inovatif untuk meningkatkan kualitas manusia kita: SD (97,58 persen), SMP (79,35 persen), SMA (60,70 persen), universitas (18,87 persen).

Ini pun berdampak pada angkatan kerja kita. Menurut data BPS tahun 2021, banyak pekerja kita yang belum mengenyam pendidikan yang tinggi: SMK (12,86 persen), SMA (18,87 persen), SMP (17,76 persen), dan SD ke bawah (37,69 persen). Angka partisipasi pendidikan disebabkan oleh faktor ekonomi (76 persen).

Data di atas sebagian menjawab mengapa kita perlu memperkuat talenta kita. Tingkat pendidikan sedikit banyaknya mencerminkan gap pengetahuan, pola pikir, sikap, dan skill.

Melalui pendidikan, anak muda di Indonesia makin terekspos banyak hal, yang membentuk pola pikir kita. Dengan pendidikan, kita bisa meningkatkan kualitas human capital.

Blueprint dan akselerasi penyelesaian

Presiden Jokowi sudah menggagas Impian Indonesia 2015-2085. Ada tiga visi terkait human capital, yaitu: sumber daya manusia Indonesia yang kecerdasannya mengungguli bangsa-bangsa lain di dunia, masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi pluralisme, berbudaya, religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika, dan Indonesia menjadi pusat pendidikan, teknologi, dan peradaban dunia.

Kita bisa mulai dari visi ini untuk memetakan langkah dan pendekatan agar human capital kita meningkat. Yang perlu kita lebih detail lagi adalah bagaimana Indonesia ingin dikenal.

Kita ingin unggul di bidang apa? Apakah kita ingin menjadi leading sector di bidang kecerdasan buatan, bioteknologi, dan lain sebagainya.

Ini bisa mulai pemimpin pikirkan bersama supaya bisa lebih terarah dalam meningkatkan human capital kita. Sambil jalan, kita perlu memperbanyak solusi inovatif untuk meningkatkan human capital di Indonesia dan memperbaharui pendekatan kita.

Ada dua pendekatan yang bisa kita lakukan. Pertama dengan mendorong program pendidikan berbasis informal-komunitas. Kita bagi menjadi dua: pendekatan berbasis komunitas atau organisasi dan start-up. Kita mulai dari yang pertama.

Pendekatan komunitas bisa menyasar akar rumput untuk menyediakan akses dan pengajaran pendidikan. Terlebih, semakin tinggi jenjangnya, semakin turun tingkat partisipasinya.

Komunitas bisa menjadi aktor yang mengakselerasi pendidikan di akar rumput dan berfokus pada pendidikan karakter yang menyambut keberagaman.

Dalam Integritas Pendidikan Nasional tahun 2022, indikator karakter peserta didik meraih angka 69,56. Komunitas - komunitas di Indonesia bisa fokus bagaimana mendidik dan mengembangkan anak muda agar termotivasi, jujur, mengedepankan kolaborasi, menyambut keberagaman, toleran, dan pantang menyerah.

Banyak anak muda yang sekarang bergerak untuk menanamkan pola pikir dan karakter yang tepat tentang pendidikan.

Yasser Muhammad membuat komunitas Matahari Kecil untuk menyediakan pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu. Mereka fokus pada kemampuan - kemampuan yang relevan dan bermanfaat bagi anak muda ke depannya.

Rumah Belajar Pelangi Nusantara juga fokus memberikan akses pendidikan gratis kepada anak-anak yang kurang mampu.

Menurut Valentina Sastrodihardjo, founder dari Rumah Pelangi, pendidikan adalah hak semua orang. Oleh karena itu, dorongan moral membuatnya menciptakan komunitas Rumah Pelangi.

Pemimpin human capital di lembaga pemerintah dapat mengapresiasi upaya komunitas dengan mempermudah akses buku dan hal-hal yang menunjang aktivitasnya.

Dengan demikian, anak-anak muda calon penerus bangsa bisa belajar dan komunitas menjadi lebih berdaya. Permudah dan percepat birokrasi terkait pengajuan penggunaan fasilitas publik agar komunitas bisa menyelenggarakan aktivitas dengan lebih baik.

Kemudian, kita ke pendekatan platfom pembelajaran. Platform pembelajaran punya peran penting mempercepat peningkatan kemampuan, khususnya yang berkaitan dengan digital.

Indonesia membutuhkan 600.000 talenta setiap tahunnya, sehingga kita bisa mulai melatih kemampuan digital sejak dini.

Menurut The Future of Jobs tahun 2023, tren saat ini adalah dunia bisnis ingin meningkatkan adopsi teknologi terbaru (86,2 persen) dan memperluas akses digital (86,1 persen).

Platform pembelajaran bisa tetap konsisten menyediakan kursus atau workshop terkait pekerjaan yang relevan.

Selain itu, mereka juga dapat menciptakan ekosistem di mana anak muda bisa meningkatkan jaringan pertemanan, fasilitasi mentorship dan pelatihan, serta kesempatan untuk eksplorasi karier dan panduannya. Saya melihat banyak platform pembelajaran yang menyediakan aspek-aspek ini.

Pemerintah perlu lebih banyak berkolaborasi dengan platform pembelajaran untuk diseminasi materi-materi yang relevan pada masa depan.

Bahkan, jika mungkin, pemerintah bisa berkolaborasi dengan platform pembelajaran untuk menyediakan akses gratis kepada masyarakat yang kurang mampu.

Terakhir adalah pendekatan sistem, di mana kita fokus ke institusi pendidikan formal. Mereka memiliki daya untuk membekali anak muda secara holistik.

Artinya, tidak hanya soft skills, hard skills, dan karakter, tetapi juga kesempatan dan networking. Ini utamanya fokus pada perguruan tinggi.

Pemimpin di perguruan tinggi perlu membuat program belajar yang berfokus pada pengembangan karakter, jaringan, dan tetapi yang melatih kepemimpinan, dan pengelolaan finansial.

Program belajar perlu di-review setiap semester untuk meninjau mana materi yang masih relevan, mana yang tidak.

Menurut Profesor Mike Hardy (Adjuct Profesor LSPR Institute of Communication & Business), perguruan tinggi perlu menggunakan dan membekali kemampuan hindsight (melihat dan menafsirkan secara berbeda), insight (mempertimbangkan dan menganalisis untuk mempertimbangkan), dan foresight (menggunakan pengetahuan untuk membuat proyeksi).

Penting juga untuk menyediakan dan mengintensifkan perkembangan pusat karier. Keberadaan pusat karier penting untuk mahasiswa.

Kepala LLDIKTIi Wilayah III, Toni Toharudin, mengatakan banyak perguruan tinggi yang mengabaikan keberadaan pusat pengembangan karier. Padahal, lembaga ini bisa membantu penyerapan lulusan di dunia kerja secara efektif.

Institusi pendidikan formal, khususnya pendidikan tinggi, harus menjadi laboratorium belajar yang menyenangkan dan eksploratif.

Dengan pendekatan holistik, pemimpin di Indonesia dapat membangun human capital yang solid, inovatif, kolaboratif, dan partisipatif. Kualitas human capital menentukan apakah Indonesia akan menjadi negara maju atau berlari di tempat.

Peningkatan human capital Indonesia harus dilakukan secara kolaboratif. Setiap aktor punya sumber daya dan keunggulannya.

Dua hal itu perlu kita lihat sebagai peluang untuk kolaborasi, baik antara pemerintah dengan platform pembelajaran, pemerintah dengan komunitas, maupun platform pembelajaran dengan komunitas.

Dalam rangka mencapai potensi penuh generasi muda, pengembangan human capital leadership untuk generasi muda menjadi kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan, baik di tingkat individu maupun masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com