Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Waode Nurmuhaemin
Penulis

Praktisi pendidikan, penulis buku dan novel pendidikan

Tradisi Perundungan dan Pendidikan Karakter

Kompas.com - 21/07/2023, 14:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERUNDUNGAN masih menjadi masalah yang menghantui dunia pendidikan Indonesia. Pembakaran sekolah yang dilakukan oleh siswa SMP berusia 14 tahun di Temanggung, Jawa Tengah, hanyalah satu dari fenomena gunung es yang menyeruak ke permukaan.

Sebelumnya, ada siswa SD yang sampai meninggal karena dihajar oleh lima kakak kelasnya di Medan.

Jauh sebelum kedua peristiwa itu, banyak kasus yang tidak kalah menyeramkan dialami siswa-siswa korban perundungan, bahkan ada yang sampai bunuh diri.

Khusus untuk kasus pembakaran sekolah, pengakuan siswa pelaku mengenai motif cukup mencengangkan. Dia tidak saja dirundung oleh teman-temanya, tetapi juga oleh gurunya.

Jika pengakuan tersebut terbukti, maka sungguh miris. Seorang guru yang harusnya memberikan perlindungan untuk muridnya justru memperlihatkan sikap tidak terpuji.

Tradisi perundungan memang tidak bisa dihiangkan begitu saja. Perilaku ini, erat kaitannya dengan karakter.

Perilaku perundungan yang marak terjadi di sekolah memperlihatkan absennya pendidikan karakter. Pendidikan karakter akan mereduksi, bahkan bisa menghilangkan sikap merundung pada diri siswa.

Pada pendidikan karakter, siswa ditanamkan sikap saling menghargai dan berempati antarsesama.

Pendidikan karakter seyogyanya dipertimbangkan untuk menjadi salah satu mata pelajaran wajib di sekolah.

Pada Kurikulum Merdeka, sebenarnya sudah mengakomodasi pendidikan karakter. Ada proyek penguatan profil pelajar pancasila yang lebih dikenal dengan istilah P5.

Namun sangat disayangkan, di tengah gencarnya penerapan Kurikulum Merdeka, terjadi peristiwa pembakaran sekolah.

Jadi satu tanda tanya besar, apakah P5 dilaksanakan sebatas pementasan karya siswa yang diadakan secara glamor? Apakah siswa tidak benar-benar dilibatkan untuk berkoloborasi melaksanakan nilai–nilai Pancasila?

Seharusnya proyek P5 ini menguatkan persaudaraan di antara para siswa dalam satu sekolah.

Saya sangat terkesan dengan lagu Pelajar Pancasila:"... kita pelajar Pancasila, kita bernapas dalam sila-silanya...” Jika saja semua siswa dan guru bernapas dalam sila-sila Pancasila, maka tradisi perundungan tidak akan kita jumpai di sekolah.

Kurikulum Merdeka, bukan sekadar ganti kulit dari kurikulum K13. Perbedaan kedua kurikulum itu paling jelas pada proyek P5.

Kurikulum Merdeka jika diimplementasikan secara benar, maka bukan hanya menjadikan guru dan siswa menjadi pembelajar abad 21. Lebih dari itu, akan membuat siswa memiliki nilai-nilai kebangsaan yang religius.

Pemerintah perlu tegas dalam mengusut kasus di Temanggung. Ada kelalaian guru hingga pimpinan sekolah. Masalah-masalah seperti ini seharusnya bisa terdeteksi oleh pihak sekolah.

Pengungkapan kasus ini secara jelas akan membuka kotak pandora tradisi perundungan di sekolah.

Mungkin di sekolah lain ada pula kasus perundungan, namun korbannya tidak berani mengungkap. Bisa saja mereka memilih jalan yang lebih gelap dan ekstrem untuk menyelesaikan masalah yang mereka alami dengan cara mereka sendiri.

Fungsi guru BK atau guru bimbingan konseling harus lebih dioptimalkan. Selama ini, guru BK hanya bergerak ketika siswa membuat masalah.

Mengapa tidak melakukan inovasi atau kegiatan yang bisa membuat siswa tidak melakukan perbuatan tercela?

Sudah saatnya pemerintah membentuk satgas pencegahan perundungan di sekolah di semua level pendidikan.

Masalah perundungan memang tidak mudah diselesaikan. Namun di sinilah fungsi satgas perundungan sekolah untuk mendeteksi peristiwa yang tidak terlihat.

Perundungan adalah tiga dosa besar pendidikan menurut Mendikbud Ristek Nadiem Makarim. Pembiaran terhadap perilaku perundungan bagaikan api dalam sekam untuk pelaku maupun korban.

Korban akan menderita seumur hidup, bahkan jika sudah meledak mereka akan gelap mata dan melakukan apa saja.

Sedangkan untuk pelaku, mereka akan merasa bahwa melakukan perundungan bukanlah kejahatan karena tidak mendapatkan sanksi dan bisa memperlakukan orang lain semau mereka.

Kita semua tentu berharap tidak ada lagi peristiwa pembakaran sekolah. Sudah saatnya tradisi dan mata rantai perundungan di sekolah diputus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com