Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Menepis Pandangan Minor Profesi Bidang Akuntansi

Kompas.com - 12/05/2023, 15:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat*

SEJAK permulaan tahun 2000, beberapa negara seperti Australia, Kanada, Jepang, Irlandia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat telah mengidentifikasi penurunan jumlah lulusan dari program studi akuntansi.

Di Indonesia sejumlah pengelola program studi sejenis mengaku mulai kesulitan meningkatkan jumlah pendaftar. Bahkan sudah ada yang mulai mengalami penurunan jumlah mahasiswa yang masuk.

Hasil penelitian di sejumlah negara maju berhasil mengidentifikasi penyebab menurunnya jumlah lulusan akuntansi.

Pertama, persepsi negatif terhadap bidang akuntansi dan profesi akuntan. Studi di Selandia Baru memperlihatkan bahwa guru sekolah menengah atas (SMA) di sana memiliki persepsi buruk terhadap akuntansi karena ketidaktahuan mengenai bidang ini secara komprehensif.

Mereka meyakini bahwa profesi akuntansi amat mudah persyaratannya, tidak membutuhkan keterampilan komunikasi yang bagus dan kurang menantang dibandingkan profesi lain (Wells & Fieger, 2006).

Siswa SMA di Irlandia dan Amerika Serikat memegang pandangan tradisional bahwa akuntansi adalah membosankan, presisi, angka, dan kepatuhan (Byrne & Willis , 2005).

Namun studi lain pada siswa SMA dan mahasiswa yang sedang belajar akuntansi memiliki persepsi yang lebih positif mengenai akuntansi dan profesi akuntansi, ketimbang mereka yang belum belajar akuntansi.

Sementara pandangan terhadap profesi akuntan memperlihatkan sterotype sebagai profesi yang membosankan dengan angka-angka yang monoton.

Studi pada mahasiswa di Amerika Serikat memperlihatkan pandangan senada. Akuntansi identik dengan membosankan, sulit, beban kerja yang berat, fokus pada angka dan teliti, serta kurang bergengsi dibandingkan profesi lain seperti hukum, kedokteran, dan teknik.

Kedua, peningkatan syarat akademik. Orang yang menekuni bidang akuntansi dipandang harus memiliki kemampuan berhitung dan ketelitian di atas rata-rata.

Walau tak sepenuhnya tepat, namun anggapan ini telah membangun “benteng” penghambat bagi siswa yang merasa tidak memiliki kualifikasi itu.

Ketiga, salah pengertian mengenai akuntansi dan kecakapan yang diperlukan. Masih ada yang berpandangan bahwa akuntansi itu belajar pembukuan, maka begitu lulus akan menangani bagian pembukuan di perusahaan.

Karena sekarang telah banyak tersedia software khusus untuk itu, maka terjadi pengurangan tenaga kerja yang dibutuhkan. Sebagian tenaga manusia telah digantikan oleh program komputer.

Selanjutnya beredar info bahwa pekerjaan ini akan hilang selamanya karena telah diganti oleh mesin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com