Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/02/2023, 13:57 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Lembaga Dana Pengelola Pendidikan (LPDP) mengungkap dari 35.536 penerima beasiswa (awardee), terdapat 413 awardee tidak kembali pulang ke Indonesia.

Hal itu dikatakan Direktur Utama LPDP Andin Hadiyanto ketika menerima pertanyaan dari anggota Komisi XI DPR ketika Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu (1/2/2023).

"(Alumni LPDP) yang tidak kembali itu, menikah dan sebagainya memang dari 35.000 ini sekarang yang bermasalah 413," kata Andin dalam keterangannya.

Padahal, mahasiswa yang diterima beasiswanya ke luar negeri wajib kembali ke Indonesia dalam waktu 90 hari sesuai tanggal kelulusan untuk berkontribusi di Indonesia selama 2 kali masa studi ditambah 1 tahun (2N+1) setelah selesai studi secara berturut-turut.

Baca juga: Daftar Sanksi LPDP 2023 bagi Mahasiswa yang Tidak Kembali ke Indonesia

Fenomena brain drain semakin mengakar

Merespons hal itu, Pakar Sosiolog Universitas Airlangga (Unair), Tuti Budirahayu mengelompokkan dua kategori penerima beasiswa LPDP yang tidak kembali ke Indonesia.

Pertama, jelas dia, ialah alumni awardee yang benar-benar melanggar aturan LPDP, yaitu tidak membayar biaya ganti rugi atas beasiswa selama studi hingga lulus, terlebih tidak kembali ke Indonesia.

“Jelas itu pelanggaran berat, dalam sosiologi itu termasuk penyimpangan. Artinya tindakan melawan aturan atau hukum yang berlaku sehingga layak mendapat hukuman," ujarnya dalam keterangan resmi Unair.

Sementara kategori kedua, lanjutnya, ialah alumni awardee yang telah menyelesaikan studi kemudian ditawari bekerja di LN ataupun menikah dengan orang LN. Tetapi mereka memenuhi kewajiban untuk membayar denda atau minimal menjalankan kewajiban yang terkait dengan pelanggaran.

Tuti menyebut awardee kategori kedua sebagai kelompok "brain drain".

Baca juga: Kapan Beasiswa LPDP 2023 Tahap 2 Dibuka? Catat Jadwal dan Syaratnya

Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair ini menjelaskan brain drain adalah perpindahan kaum intelektual, ilmuwan, cendekiawan dari negerinya sendiri dan menetap di luar negeri.

Kondisi itu digambarkan ketika banyak orang yang memiliki keahlian atau kepandaian tetapi tidak digunakan untuk membangun bangsanya atau memajukan negaranya.

Mereka lebih memilih bekerja atau berkarier di luar negaranya karena berbagai faktor.

“Bisa karena kesejahteraan hidup di LN lebih baik, misalnya mendapatkan gaji yang jauh lebih tinggi, atau memang dibajak oleh negara lain atas dasar keahlian yang dimilikinya. Bisa juga mereka adalah para imigran yang secara politis tidak bisa kembali ke negaranya atau juga karena pilihan hidup," papar Tuti.

Tuti menegaskan brain drain tidak saja terjadi pada penerima LPDP. Akan tetapi, mereka yang sekolah ke luar negeri dengan biaya sendiri dan memilih tidak kembali ke negara asalnya.

Baca juga: Berapa Skor TOEFL dan IELTS untuk Daftar Beasiswa LPDP?

Persoalan brain drain harus dibenahi melalui berbagai kebijakan yang ada di Indonesia.

Menurutnya, jika lebih banyak orang yang memilih bekerja atau berkarir di luar negeri itu karena mereka tidak mendapat apresiasi yang tinggi dari pemerintah Indonesia.

Bukan saja dari segi pendapatan yang rendah, melainkan apresiasi terhadap bidang kerja yang tidak sesuai harapan para alumni luar negeri.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com