Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter RSA UGM: Penderita Hipertensi Stop Sumber Garam Berlebih

Kompas.com - 23/01/2023, 09:42 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Kebanyakan, orang yang sudah berusia lanjut akan mengalami hipertensi. Tapi ternyata saat ini banyak pula anak-anak muda yang sudah mengalami hipertensi.

Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 yang dipublikasikan Kementerian Kesehatan RI terdapat sebesar 8,7 persen penderita hipertensi usia 15-24 tahun.

Sementara Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1 persen.

Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun sebesar 31,6 persen, umur 45-54 tahun 45,3 persen, dan umur 55-64 tahun sebesar 55,2 persen.

Baca juga: 5 Cara Penanganan Hipertensi dari Akademisi UM Surabaya

Menurut dr. Ali Baswedan, Sp.PD-KEMD., Dokter Spesialis pada Klinik Endokrin di RSA UGM Yogyakarta, memberikan tanggapannya terkait hal itu.

Ia mengutip pendapat Kemenkes yang menyatakan bahwa seseorang dinyatakan hipertensi kalau dalam waktu dua kali pemeriksaan dalam rentang satu minggu tensi di atas 140 sehingga jika pengukuran sudah 141 maka sudah masuk kategori hipertensi.

"Tapi sekali lagi pengukurannya harus dua kali dalam waktu satu minggu," ujarnya dikutip dari laman UGM, Jumat (20/1/2023).

Dari definisi Kemenkes seperti itu dalam dua kali pemeriksaan dalam seminggu jika tekanan darah 140 ke atas untuk batas atas dan 90 ke atas untuk batas bawah maka yang bersangkutan sudah dinyatakan hipertensi.

Hipertensi, penyakit tak bergejala

Ia menjelaskan, hipertensi adalah suatu penyakit yang dalam keadaan tertentu tidak bergejala. Tidak ada gejala tetapi begitu diukur tensi tiba-tiba tinggi, namun ada juga yang ditandai dengan gejala sakit kepala, merasa tidak nyaman dan lain-lain.

Namun, sebagian besar hipertensi, tidak bergejala atau silent, dan itu yang berbahaya. Oleh karena itu, pemeriksaan secara periodik bisa tiga bulan sekali sangat penting untuk dilakukan agar setiap individu mampu mendeteksi sejak awal apakah dirinya ada hipertensi atau tidak.

"Terutama bagi orang-orang yang memiliki keturunan hipertensi, misal dari bapak, kakek neneknya, pamannya, dan memiliki kecenderungan seperti itu maka sebaiknya secara periodik periksa," jelasnya.

Baca juga: Peneliti IPB Inovasi Garam bagi Penderita Hipertensi

Dikatakan, hipertensi dibagi ke dalam 2 kelompok, yakni:

  • Hipertensi esensial atau hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya yang besarannya mencapai 90 persen.
  • Hipertensi sekunder atau hipertensi yang bisa dilacak penyebabnya yang besarannya mencapai 10 persen.

Untuk hipertensi sekunder ini masih memiliki harapan diperbaiki. Misalnya karena kelainan ginjal maka begitu ginjal diobati maka hipertensi akibat ini bisa sembuh.

Demikian pula hipertensi akibat kelainan hormon berlebih maka jika hormon diobati maka hipertensi akibat gangguan inipun bisa normal kembali.

"Artinya yang 10 persen ini merupakan tipe hipertensi yang bisa diperbaiki, sedang yang 90 persen tidak lagi bisa," imbuh dia.

Pemicunya sumber garam berlebih

Meski demikian, dia berasumsi soal tingginya penderita hipertensi karena sekarang ini tinggal di dunia garam atau sumber garam.

Tentu, sumber garam ini sebagai salah pemicu utama hipertensi. Padahal, hal ini berdekatan dengan kehidupan nyata manusia.

Ia terbiasa berada di dapur berikut dengan yang lainnya seperti penyedap rasa atau MSG (micin), berbagai bahan lain yang mengandung pengawet kecap, saos, sambal sachet, camilan, makanan ringan dan lain-lain.

Baca juga: Ini Faktor dan Cara Mencegah Hipertensi dari Dokter RSND Undip

Semua itu merupakan sumber garam yang tentu kandungan garamnya sangat berlebihan. Kenapa garam itu berbahaya bagi penderita hipertensi? Karena garam mengandung Natrium dan Natrium ini memiliki sifat-sifat jahat untuk tubuh.

"Dengan mengonsumsi garam secara terus menerus maka natrium akan masuk sel, pada saat masuk sel maka cairan juga akan masuk ke dalam semua sehingga bisa overload (kelebihan) cairan dan kelebihan cairan ini membuat jantung memompa lebih kuat sehingga menaikkan tensi," jelasnya.

Rilis WHO pernah mengimbau untuk penderita hipertensi sebaiknya mengurangi konsumsi garam kurang dari 5 gram. Imbauan ini tentunya sulit untuk diartikan dalam kehidupan sehari-hari.

Tentu tidak akan mungkin menghitung kurang 5 gram itu. Maka untuk imbauan tersebut sebaiknya dengan semboyan kurangi makan gorengan, kurangi makan kecap, atau jauhi sumber-sumber garam.

"Makan camilan dijauhi, kalau perlu dalam seminggu intinya dikurangi dahulu. Artinya lidah kita dibiasakan untuk yang anyep dahulu," urainya.

Cara mencegah hipertensi

Sedangkan cara mencegah hipertensi adalah:

  • memperbaiki life style atau gaya hidup
  • memperbanyak gerak
  • mengurangi konsumsi garam, alkohol, tembakau
  • rutin teratur makan sayur dan buah

Menurut Ali, sayur dan buah sesungguhnya sumber nabati untuk natrium. Untuk itu tidak makan garam dapur sebenarnya tidak masalah karena permasalahan hanya di lidah yang terasa anyep sebab sudah terbiasa asin.

Baca juga: Doktor Baru UGM Edukasi Pasien Hipertensi untuk Tekan Risiko Stroke

Khusus untuk penderita hipertensi, ia mewanti-wanti agar pantang garam. Jika perlu stop garam karena garam sangat mengganggu kerja obat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com