Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen UM Surabaya Ungkap Alasan Kenapa Pernikahan Anak Harus Dilarang

Kompas.com - 15/01/2023, 13:43 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kabar mengenai ratusan siswi di Ponorogo yang hamil di luar nikah mengejutkan masyarakat Indonesia. Para siswi ini kemudian juga mengajukan dispensasi untuk menikah di usia yang masih dini.

Hal ini tentu disayangkan banyak pihak. Saat usia mereka seharusnya mengenyam pendidikan untuk menggapai masa depan yang cerah, mereka justru terjerumus dalam pergaulan bebas hingga akhirnya hamil di luar nikah.

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Sri Lestari turut menaggapi peristiwa ini.

Tari mengatakan, dengan memberikan dispensasi pernikahan pada masalah ini menjadi keputusan yang kurang bijak karena berpotensi kembali meningkatkan kasus pernikahan anak.

Baca juga: Ini Syarat Besaran Gaji Orangtua untuk Daftar KIP Kuliah

Pernikahan anak sebaiknya dilarang

Padahal Undang-undang sudah mengatur terkait batasan minimal usia menikah.

"Beragam pertimbangan menjadi alasan mengapa pernikahan anak sebaiknya dilarang," kata Sri Lestari seperti dikutip dari laman UM SUrabaya, Minggu (15/1/2023).

Menurutnya, salah satu faktor mengapa pernikahan anak harus dilarang adalah pertimbangan fisik dan psikologis yang belum siap untuk hamil, melahirkan, dan merawat anak.

Dosen yang akrab disapa Tari ini mengungkapkan, pernikahan anak ibarat lingkaran setan yang efeknya adalah jangka panjang. Mulai dari berpotensi memperbanyak kasus stunting, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga kemiskinan.

Dia menekankan, ada hal yang lebih bijaksana terkait solusi kasus ratusan siswi yang hamil di Ponorogo ini. Salah satunya dengan mempertimbangkan efek jangka panjang.

Tari mengungkapkan, seseorang tidak bisa menyalahkan begitu saja tentang efek pergaulan ataupun media sosial tanpa merunut dan menyelesaikan akar permasalahannya.

Baca juga: 4 Beasiswa S1-S3 ke Luar Negeri, Kuliah Gratis Tanpa Syarat Minimal IPK

Banyak yang menyarankan untuk membentengi anak dengan pendidikan agama yang baik memang menjadi salah satu solusi.

"Namun, kita perlu memikirkan kembali apakah itu benar-benar solusi yang efektif. Padahal, belakangan ini banyak bermunculan kasus-kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum agamawan," ungkap dia.

1. Mengajarkan anak tentang penghormatan atas diri sendiri dan orang lain.

Tari membagikan solusi jangka panjang untuk kasus di Ponorogo ini. Pertama, orangtua perlu mengajarkan bagaimana menghargai diri sendiri dan tidak melanggar hak orang lain.

Orangtua bisa memberikan pengertian bahwa mereka memiliki hak atas tubuhnya sebagai mana orang lain memiliki hak yang sama juga. Anak memiliki hak untuk menolak disentuh demikian pula dengan orang lain.

2. Menerapkan pendidikan seksual perlu mulai dari lingkup keluarga hingga sekolah.

Berkaca pada peristiwa di Ponorogo ini, pendidikan seksual tidak boleh lagi dianggap tabu dalam masyarakat kita.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com