Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun Politik, Seminar Unej: Apakah ASN Netral 100 Persen? Ini Penjelasannya

Kompas.com - 25/10/2022, 15:07 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Pemilihan umum (Pemilu) 2024 sudah mulai terasa. Hal ini menandakan tahun politik segera dimulai.

Bahkan beberapa nama calon presiden telah muncul di publik. Tapi, tak kalah penting ialah memasuki tahun politik, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) akan diuji.

Sebab, setiap moment Pemilu sering kali para ASN terjebak pada pelanggaran dalam hal netralitas politik.

Hal itu diungkapkan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Prof. Dr. Agus Pramusinto pada Seminar Nasional (Semnas) yang diselenggaran oleh Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember (Unej), Senin (24/10/2022).

Baca juga: Beri Kuliah Tamu di Unej, Direktur PTPN XII: Ini Arah Lulusan Fisika

Adapun seminar itu digelar bersama Indonesian Asscociation for Public Administration (IAPA) Jawa Timur.

Di ruang publik tak boleh ada keberpihakan

Dikatakan, satu-satunya sikap politik yang boleh dilakukan dan ditunjukkan oleh ASN adalah melakukan pemilihan pada para kandidat politik yang dia pilih di dalam bilik suara saat pemilihan umum berlangsung.

"Selebihnya di ruang publik ASN tidak boleh menunjukkan keberpihakan kepada salah satu calon," ujar Agus dikutip dari laman Unej.

Ia juga menjelaskan, pada Pilkada 2020 lalu, ada sebanyak 2.034 kasus pelanggaran yang dilaporkan pada KASN. Dari data laporan yang masuk, sebanyak 1.596 orang ASN terbukti melakukan pelanggaran netralitas politik.

Pelanggaran yang paling banyak adalah pada penggunaan media sosial yang tidak bijak.

"Biasanya mereka (ASN) melakukan postingan yang bernada menjatuhkan atau mendukung salah satu calon. Ini jelas melanggar Undang-undang nomer 5 tahun 2014," terang Agus.

Baca juga: Warek I Unej: Mahasiswa Harus Banyak Piknik

Agus yang memaparkan materi secara daring itu mengatakan, potensi terjadinya pelanggaran netralitas itu sangat besar sekali. Karena menurutnya, ada pola hubungan timbal balik antara birokrasi dengan politisi.

"Politisi ingin meraih suara sebanyak-banyaknya dari para ASN agar bisa menang. ASN berharap adanya promosi jabatan dari politisi yang dia dukung jika kemudian menang," imbuh Agus.

Untuk itu, Agus mengingatkan agar para ASN tidak perlu takut dalam menghadapi para politisi yang akan menduduki jabatan yang dia menangkan.

Karena menurutnya, promosi jabatan yang saat ini diterapkan adalah berdasarkan kompetensi dan integritas yang dimiliki ASN.

Sulit ASN netral 100 persen

Sementara Ketua IAPA Dewan Pengurus Daerah (DPD) Jawa Timur Dr. Mohammad Nuh membenarkan yang disampaian oleh Agus.

Menurut Nuh, dalam momen Pemilu ASN selalu dihadapkan pada persoalan yang sulit jika dikaitkan dengan netralitas politik.

"Ada sebuah istilah yang menggambarkan hal itu. ASN itu ditempa oleh pandai besi politik. Artinya apa, regulasi yang diterapkan pada ASN dibuat oleh para politisi dan kemudian politisi memanfaatkan ASN untuk kepentingan politiknya," tegas Nuh.

Dikatakan, dalam teori principal-agent pada hakekatnya seorang birokrasi (ASN) ada kecenderungan menempel pada para politisi untuk mempertahankan kedudukannya.

Pada satu sisi politisi juga membutuhkan birokrasi untuk memuluskan jalan mereka meraih kemenangan dalam Pemilu.

"Sehingga memang sulit bagi ASN untuk bersikap netral 100 persen. Karena ada sifat resiprokal dalam hubungan keduanya. Saling menguntungkan dan keduanya memiliki ketergantungan," pungkas Nuh.

Baca juga: Ini Cerita Dokter Gigi Unej Raih Nilai Tertinggi UKMP2DG Se-Indonesia

Sedangkan pemateri lain, dosen Ilmu Administrasi Negara FISIP Unej Hermanto Rohman mengatakan, selain masalah netralitas politik, birokrasi Indonesia juga dihadapkan pada berbagai persoalan.

Radikalisme dan anti Pancasila menjadi persoalan lain yang dihadapi birokrasi. Oleh karena itu perlu dilakukan pembenahan secara menyeluruh mulai sejak proses seleksi ASN.

"Karena secara kualitas, mutu manajemen SDM ASN masih kurang baik. Pada sisi lain distribusi ASN yang kurang merata dan praktek transaksi jabatan masih menjadi PR bersama dalam proses reformasi birokrasi," jelas Hermanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com