KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Kemendikbud Ristek telah meluncurkan Kurikulum Merdeka dan juga Platform Merdeka Mengajar pada Merdeka Belajar Episode ke-15.
Adapun Kurikulum Merdeka ini ditujukan untuk mengatasi krisis pembelajaran yang terjadi, salah satunya akibat dampak dari pandemi Covid-19.
Sampai sekarang, sudah banyak satuan pendidikan (sekolah) yang mulai mencoba mengimplementasikan Kurikulum Merdeka lewat jalur mandiri.
Baca juga: Siswa, Ini 10 Makanan Sumber Protein
Namun seiring berjalannya waktu, terdapat berbagai miskonsepsi terkait implementasi Kurikulum Merdeka ini, sehingga perlu diluruskan terhadap kesalahpahaman yang terjadi.
Melansir laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, Selasa (2/8/2022), ini 5 miskonsepsi yang cukup penting untuk diluruskan.
1. Ganti kurikulum adalah tujuan
Untuk miskonsepsi yang pertama ialah “ganti kurikulum merupakan tujuan”. Padahal, yang ingin ditekankan adalah bagaimana melihat Kurikulum Merdeka ini adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pemulihan pembelajaran.
Jika kita memandang ganti kurikulum sebagai tujuan maka hal yang terjadi adalah kita akan disibukkan dalam urusan administratif seperti ganti istilah atau ganti format dokumen. Jadi, jangan memandang ganti kurikulum sebagai tujuan utama.
2. Ada penerapan Kurikulum Merdeka yang benar atau salah secara absolut
Banyak yang memiliki persepsi bahwa terdapat penerapan Kurikulum Merdeka yang benar ataupun salah secara absolut. Karena setiap satuan pendidikan mempunyai karakteristik yang berbeda.
Tentunya Kurikulum Merdeka yang diterapkan sebuah sekolah akan berbeda dengan sekolah lainnya. Hal ini menyebabkan benar atau salahnya penerapan kurikulum bukanlah absolut, melainkan kontekstual.
Baca juga: Sempat Merasa Salah Jurusan, Siswa SMKN 15 Bandung Ini Justru Juara 1 LKS
Kriteria utama dari penerapan Kurikulum Merdeka adalah bagaimana implementasi yang dilakukan bisa menstimulasi tumbuh kembang karakter dan juga kompetensi peserta didik.
Guru menjadi salah satu elemen yang dapat mengetahui keberhasilan dari implementasi Kurikulum Merdeka yang telah dilakukan.
3. Terkait harus menunggu pelatihan dari pusat
Ternyata, masih banyak yang mengira bahwa harus menunggu pelatihan dari pusat terlebih dulu untuk bisa menerapkan Kurikulum Merdeka. Kemendikbud Ristek percaya bahwa satuan pendidikan dan juga guru bisa mengambil inisiatif untuk mengembangkan kapasitasnya secara mandiri.