Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPN Naik Jadi 11 Persen, Pakar Unair: Beratkan Masyarakat

Kompas.com - 11/04/2022, 20:10 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mengalami kenaikan dari 10 persen menjadi 11 persen. Kenaikan itu menjadi pro dan kontra ditengah masyarakat luas.

Tak lupa Pakar Perpajakan Unair Dr. Elia Mustikasari ikut angkat suara.

Baca juga: Malaysia Klaim Reog Ponorogo ke UNESCO, Ini Kata Pakar Unair

Menurut dia, kenaikan PPN itu memang memberatkan masyarakat. Akan tetapi, kenaikan PPN bukan satu-satunya faktor yang memberatkan masyarakat.

"Jadi sebenarnya faktor pemberatnya bukan hanya pajak 11 persen itu. Faktor-faktor pemberat yang lain adalah kejadian-kejadian unpredictable, yaitu pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina," ucap dia melansir laman Unair, Senin (11/4/2022).

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unair itu menjelaskan, ada tujuan pemerintah dalam menaikkan tarif PPN.

Selain bertujuan untuk mendudukkan kembali fungsi PPN sebagai pajak atas transaksi barang dan jasa yang sifatnya umum, lalu juga sebagai bentuk usaha counterbalance penurunan tarif PPh badan dari 25 persen ke 22 persen dan pada tahun 2022 menjadi 20 persen.

Naiknya batasan penghasilan wajip pajak orang pribadi (WPOP) yang dikenai tarif 5 persen dan dibebaskannya PPh orang pribadi pengusaha UMKM yang mempunyai omzet maksimal Rp 500 juta dalam setahun.

PPN dinilai menjadi sumber pemasukan negara yang "lebih pasti" dibanding PPh, karena pengendaliannya lebih mudah.

"Pajak penghasilan lebih sulit dikejar karena banyak wajib pajak yang melakukan penghindaran pajak (tax avoidance)," tutur dia

Sebenarnya, pembahasan mengenai penataan kembali peraturan perundang-undangan pajak di Indonesia termasuk kenaikan PPN itu sudah berlangsung sejak lama.

Baca juga: 20 Perguruan Tinggi Terbaik di Indonesia Versi SIR 2022

Kebijakan itu merupakan lanjutan dari omnibus law yang bertujuan untuk mengatasi kelesuan ekosistem investasi di Indonesia.

Menurut dia, Indonesia dinilai sebagai negara yang tidak menarik untuk dijadikan sebagai lahan investasi oleh negara lain.

"Tidak menariknya itu karena banyak hal. Peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, yang tidak sinkron, yang memberatkan, apalagi ditambah isu korupsi. Membuat mereka (investor) tidak nyaman di Indonesia. Karena pertimbangan itulah dilahirkan omnibus law," jelas dia.

Terkait dengan masyarakat mana saja yang akan terdampak oleh kebijakan ini, Elia menuturkan kenaikan PPN menjadi 11 persen itu mengecualikan kesehatan, pendidikan, bahan makanan pokok, dan pelayanan publik.

"Harapannya yang kena nanti masyarakat mampu," tutur Dosen dari Prodi Akuntansi ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com