KOMPAS.com - Kebijakan pemerintah soal manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) bisa cair usia 56 tahun sebagai kebijakan yang tidak berbasis bukti dan data yang kuat.
Pakar Kebijkan Publik UGM, Agus Heruanto Hadna menilai, situasi ini menyebabkan kebijakan yang diambil menyisakan sejumlah persoalan dan menuai gelombang kritik.
Baca juga: 5 Profesi Jurusan Informatika Ini Laris di Masa Depan
"Kebijakan ini tidak evidence based dan dibuat tidak sensitif terhadap publik khususnya pekerja di sektor swasta," kata dia melansir laman UGM, Selasa (1/3/2022).
Dia mengatakan jika Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 02 Tahun 2022 tersebut dibuat seolah disamakan dengan usia pensiun PNS.
Padahal, persoalan yang dihadapi dari para pekerja di sektor swasta berbeda dengan PNS ditambah dengan situasi lapangan kerja saat ini sangat labil dan penuh ketidakpastian.
Tidak sedikit pekerja di sektor swasta yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum masa pensiun dalam usia yang beragam.
Kebijakan pemanfaatan JHT belum mampu menjawab permasalahan tersebut.
Hadna mencontohkan pada pekerja terkena PHK pada usia 45 tahun. Pekerja tersebut harus menunggu selama 11 tahun untuk bisa mencairkan JHT.
"Kondisi pekerja sektor swasta dimanapun itu tidak pasti sehingga penentuan batas usia ini sangat sulit bagi mereka. Seringnya kebijakan publik dibuat berdasar insting atau analogi kasus lain. Takutnya ini dianalogikan dengan PNS dan ini berbahaya kalau tanpa analisis mendalam," urai dia.
Baca juga: Viral Mertua Larang Aurel Lahiran Caesar, Ini Tanggapan Dosen UNS
Hadna menjelaskan dalam kebijakan publik merupakan suatu hal lumrah apabila terdapat perubahan kebijakan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.