Cara kerja yang demikian hanya bisa lahir dari sistem pendidikan yang mengedepankan pembelajaran yang menekankan proses bukan pada hasil akhir yang ditentukan melalui ujian.
Sejauh ini, sistem pendidikan kita justru sangat menekankan pada hasil akhir itu. Bahkan, ketika gencar mengampanyekan Merdeka Belajar, Kemedikbud justru masih berorientasi pada hasil juga.
Kalau sebelumnya ada Ujian Nasional (UN) sekarang diganti dengan Asesmen Nasional yang substansinya nyaris sama saja.
Berbeda dengan di sistem pendidikan di Finlandia. Di sana ujian tidak mendapatkan penekanan.
Ketika meraih skor PISA terbaik sedunia Kemendikbud Finlandia menyatakan negaranya tidak terlalu tertarik dengan PISA.
“Itu bukan fokus kami. Fokus kami adalah mempersiapkan anak-anak untuk belajar bagaimana belajar, bukan bagaimana menghadapi ujian.”
Dokomen OECD 2014 menyebutkan data mengenai reka cipta dan paten memberi kita pandangan yang lebih optimistis tentang inovasi di sektor pendidikan.
Bahwa untuk mendorong pertumbuhan reka cipta dan paten, dunia pendidikan harus memulai dengan menerapkan teknologi informasi untuk inovasi dalam pendidikan.
Foray dan Raffo (2009) mengatakan, sensasi yang dialami para siswa ketika sekolah menerapkan teknologi informasi dalam proses pembelajaran bisa menginspirasi dan memotivasi mereka untuk melakukan penelitian yang berorientasi pada reka cipta dan paten.
Oleh karena itu, meskipun jumlahnya masih relatif rendah, permohonan paten yang diajukan dalam domain teknologi pendidikan dan pengajaran telah meningkat tiga kali lipat sejak tahun 2000 di berbagai negara maju.
Data tersebut mengisyaratkan bahwa penerapan teknologi dan inovasi dalam prores pembelajaran adalah ekosistem yang ideal untuk merangsang para siswa melahirkan reka cipta dan paten.
Aspek yang teakhir dibutuhkan untuk mengembangkan ekosistem reka cipta di lingkup pendidikan adalah tren model bisnis.
Pengalaman berbagai negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang dan Kanada menunjukkan bahwa ekosistem reka cipta di sekolah bisa mubazir kalau pihak sekolah tidak mengikuti tren model bisnis yang sedang berkembang di masyakakat.
Buktinya, kelalaian sekolah di Amerika Serikat mengikuti tren model bisnis yang sedang berkembang berdampak pada penurunan signifikan jumlah reka cipta dan pendaftaran paten dari insan pendidikan selama 15 tahun terakhir, yaitu dari 45 persen merosot menjadi 24 persen.
Tren penurunan juga terjadi di Cina, Jepang, Korea Selatan dan Kanada.
Jadi, supaya ekosistem reka cipta di dunia pendidikan dapat terbangun, Kemendikbud harus mendorong seluruh insan pendidikan untuk selalu bertukar infomasi secara real time dengan pelaku bisnis, terutama pelaku bisnis yang sedang mengembangkan model bisnis dengan teknologi paling mutakhir.
Kemendikbud perlu mendorong sekolah dan perguruan tinggi untuk bekerja sama dengan dunia usaha dan industri untuk mengadopsi model bisnis yang sedang tren masa kini atau pun masa depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.