Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mora Claramita
Guru Besar dan Ketua Departemen Pendidikan Kedokteran, Profesi Kesehatan, dan Bioetika

Mora Claramita, MD, MHPE, Ph.D. (Professor in Medical Education) adalah seorang Guru Besar dan Ketua Departemen Pendidikan Kedokteran, Profesi Kesehatan, dan Bioetika Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada. Director of FAIMER Regional Indonesia (FRIENDSHIP), begin in 2018. Chair of the Indonesian College of Health Profession Education (IAM-HPE) 2018 – 2022. Head of Masters of Health Professions Education, Department of Medical Education, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University, 2016-2018. Project coordinator Hibah Riset Dikti Penugasan: Nilai- Nilai “Tut Wuri Handayani” Untuk Mewujudkan Sumber Daya Tenaga Kesehatan Unggul Menuju Indonesia Sehat. Project coordinator of Health Professional Education Units Development at the Vocational Schools of Ministry of Health Indonesia (BPPSDM-Kemenkes R.I), 2017-2019. Fullbright Senior Scholar 2014. Biomed central SDGs researcher profile: https://blogs.biomedcentral.com/onhealth/2021/08/16/meet-the-sdg3-researchers-moraclaramita/

Kesenjangan Pendidikan Kedokteran Indonesia, Panas Setahun Dihapus Hujan Sehari?

Kompas.com - 01/11/2021, 07:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Mora Claramita*

PRO dan kontra ujian nasional dalam Pendidikan Kedokteran tidak sederhana. Pendidikan kedokteran sangat kompleks.

Sebelum ujian nasional terselenggara, adalah proses 6 tahun pendidikan kedokteran itu sendiri, yang didahului dengan admisi mahasiswa, dan diawali dengan pembukaan program studi pendidikan dokter.

Prolog

Indonesia menempati peringkat ke-4 populasi terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Di AS, jumlah dokter praktik mencapai 800.000an, fakultas kedokteran mencapai 200an.

Di Indonesia, jumlah dokter praktik 100.000an, sedangkan idealnya 300.000 dokter (1 dokter/1.000 pasien), fakultas kedokteran ada 90. Lulusan dokter di Indonesia 7.000/tahun namun tidak semuanya praktik.

Baca juga: HUT Ke-71 IDI, Jokowi: Dokter Harus Siap Jadi Bagian Kemajuan Teknologi

Dokter puskesmas yang praktik: 11.000 Puskesmas x 2 orang (rata-rata) sedangkan 1.000 Puskesmas tidak memiliki dokter. Ditambah dokter praktik mandiri, maka total dokter praktik umum maksimal 50.000an.

Dokter spesialis yang praktik jauh lebih sedikit karena pada kenyataannya hanya 20 persen dari lulusan dokter mencapai gelar spesialis (karena berbagai faktor). Pemerintah dihadapkan pada dilema: jumlah dan distribusi dokter untuk 272 juta penduduk Indonesia, versus kualitas dokter.

Masalah kebutuhan jumlah dokter ini, memberikan celah bagi pembukaan program studi kedokteran di Indonesia. Ketika keran kuantitas dibuka sebesar-besarnya, maka demi keselamatan pasien, keran kualitas harus diperketat.

Namun, apakah diperketatnya hanya di akhir pendidikan dokter melalui sebuah ujian nasional? Panas setahun dihapus hujan sehari? Dimulai dari output-nya, maka proses, dan input juga perlu dijaga kualitasnya.

Upaya menjaga kualitas pendidikan kedokteran telah terjadi dua dekade terakhir. Standar Kompetensi Dokter Indonesia dirumuskan pertama kali di 2007, diperbaharui setiap 5 tahun, diikuti Uji Kompetensi Dokter Indonesia di akhir masa pendidikan dokter (UKMPPD).

Selain itu, proses akreditasi institusi dan wahana pendidikan dokter (rumah sakit dan Puskesmas) juga dilakukan secara periodik. Perlu diapresiasi bersama bahwa Indonesia telah berhasil menepis anggapan sebagai negara yang gegabah dalam mendidik dokter (tulisan LamTai Pong di 2009 di jurnal Academic Medicine tentang reformasi pendidikan kedokteran di Asia).

Namun, perlu diakui bahwa kita memang jarang menelaah ‘proses’ pendidikan dokter yaitu perjalanan seorang mahasiswa kedokteran untuk memenuhi kompetensinya.

Di dalam proses inilah sebenarnya dokter yang kita idam-idamkan akan terwujud. "Kita adalah yang apa yang kita lakukan. Keberhasilan bukan sebuah aksi, melainkan kebiasaan” (Aristoteles).

Baca juga: Hari Dokter Nasional dan Tantangan Para Dokter di Indonesia...

Akuntabilitas sosial

Prinsip socio-accountability of medical schools dari WHO (1995) dikemukakan oleh Boelen dan Heck: fakultas kedokteran bertanggung jawab mengarahkan proses pendidikan, riset, dan pelayanan kesehatan, untuk kepentingan komunitas, regional, dan nasional.

Prioritas pelayanan kesehatan dirumuskan bersama berbagai pemangku kepentingan. Mengingat kondisi geografis dan budaya di seluruh Indonesia, memungkinkan profil lulusan, visi, misi, dan kurikulum pendidikan dokter sangat bervariasi, meskipun standar kompetensi nasional telah diatur dalam per-Konsil.

Setiap fakultas kedokteran dapat ‘memainkan’ perannya secara kreatif dalam menghasilkan dokter-dokter yang terbaik.

Kesenjangan dalam pendidikan dokter

Kemampuan calon dokter perlu dipertanggungjawabkan kepada publik. Selama ini Indonesia melakukannya dalam bentuk ujian nasional. Sedangkan salah satu cara penilaian yang berkelanjutan adalah berbasis portfolio.Portfolio merupakan kumpulan karya mahasiswa, umpan balik dari dosen pembimbing, serta rencana belajar yang disusun bersama mahasiswa dan dosen.

Portfolio atau rekam jejak belajar ini juga dapat dianalogikan seperti rekam medis pasien dalam pelayanan kesehatan. Berdasarkan riwayat kesehatan yang diobservasi secara teratur, maka dokter yang secara berkala bertemu pasien, dapat melakukan upaya pencegahan semaksimal mungkin terhadap komplikasi masalah kesehatan, bersama pasien.

Portfolio juga sebaiknya diobservasi secara berkala oleh dosen pembimbing dan bersama dengan mahasiswa, merencanakan strategi belajar ke depan.

Portfolio menggambarkan riwayat belajar seorang calon dokter selama menempuh pendidikan dokter, hingga dipandang layak atau tidak untuk menjalankan profesi dokter.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com