Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kasim Arifin, Jalani KKN Selama 15 Tahun di Pelosok Pulau Seram

Kompas.com - 25/08/2021, 14:53 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di dalam perkuliahan, mahasiswa biasa mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilaksanakan dalam durasi beberapa bulan saja.

Kegiatan KKN ini merupakan bagian dari tugas Tri Darma Perguruan Tinggi untuk membantu masyarakat di suatu daerah.

Tapi tahukah kamu, dulu ada seorang mahasiswa yang menjalani masa KKN hingga belasan tahun. Kisah inspiratif ini datang dari Muhammad Kasim Arifin. Mahasiswa Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) ini menjalani masa KKN selama 15 tahun di desa Waimital, Pulau Seram, Maluku.

Dilansir dari salah satu platform edukasi di Instagram @campuspedia, Rabu (25/8/2021), kisah dari M Kasim Arifin ini bahkan sempat viral di Twitter.

Baca juga: Harus Bergelar Master, Guru Jadi Kunci Sukses Pendidikan di Finlandia

Jalani KKN selama 15 tahun

Pada tahun 1964 silam, Kasim bersama rekan-rekannya dikirim oleh fakultas untuk menjalani program Pengerahan Tenaga Mahasiswa atau semacam Kuliah Kerja Nyata di era sekarang.

Program ini rencananya dilakukan selama beberapa bulan di Waimital, dengan tugas memperkenalkan program Panca Usaha Tani.

Kala itu, Kasim dan teman-temannya melakukan berbagai kegiatan mulai dari membuka jalan desa, membangun sawah-sawah baru, membuat irigasi dan program lainnya

Setelah tiga bulan, Kasim seharusnya menyelesaikan program tersebut dan kembali melanjutkan studinya di IPB. Namun Kasim merasa tanggungjawabnya belum selesai di Waimital.

Bahkan setelah teman-temannya sudah menyelesaikan studi dan wisuda, Kasim masih berada di Waimital selama 15 tahun.

Selama menjadi mahasiswa KKN di Waimital , Kasim harus berjalan sejauh 20 kilometer untuk mengolah lahan pertanian bersama para petani setempat.

Baca juga: Schlemmer Automotive Indonesia Buka Lowongan Kerja SMA/SMK dan S1

Akhirnya diwisuda

Selain mengolah lahan, Kasim juga memajukan desa dengan membuka akses jalan, membangun lahan pertanian baru hingga membangkitkan semangat bergotong royong antarwarga desa.

Memilih tinggal lebih lama di Waimital, membuat orangtua Kasim pun khawatir.

Namun permintaan orangtuanya agar pulang, belum menggerakkan hati Kasim untuk meninggalkan Waimital.

Rektor IPB kala itu, Prof. Andi Hakim Nasution juga sempat meminta Kasim untuk pulang dan melanjutkan studinya. Namun ajakan tersebut juga diindahkan Kasim.

Baca juga: Belajar Sesuai Karakter Anak Jadi Hal Penting Pendidikan di Finlandia

Hingga akhirnya sahabat Kasim, Saleh Widodo datang langsung ke Waimital untuk menjemput Kasim setelah 15 tahun mengabdi untuk Waimital.

Kasim akhirnya melunak dan bersedia pulang bersama Saleh Widodo. Mengutip dari laman lldikti12.ristekdikti.go.id, Kasim akhirnya diwisuda tanggal 22 September 1979.

Tentu hari itu menjadi sangat istimewa karena itu dia mengenakan jas, dasi dan sepatu, sumbangan teman-temannya.

Berkat keinginannya dalam memajukan pertanian dan menolong warga di Waimital, namanya diabadikan menjadi nama jalan desa. Bahkan oleh masyarakat setempat, ia disapa sebagai Antua, sebuah sebutan bagi orang yang dihormati di daerah Maluku.

Baca juga: 11 PTS Terbaik Indonesia Versi QS World University Rankings 2021

Dapat gelar insinyur pertanian istimewa

Loyalitasnya juga mengantarkan Kasim mendapatkan gelar insinyur pertanian istimewa.

Bukan karena skripsi yang dibuat atau mendapat nilai sempurna saat ujian kampus, namun karena pengabdiannya selama di 15 tahun di pelosok terpencil Waimital tanpa pamrih dan tanpa digaji.

Selain itu, Kasim juga mendapatkan penghargaan Kalpataru dari pemerintah pada tahun 1982.

Penghargaan ini karena jasa-jasa Kasim dalam membangun masyarakat desa dengan wawasan lingkungan hidup.

Setelah wisuda Kasim mendapatkan berbagai tawaran pekerjaan, namun dia memilih kembali ke desa Waimital.

Baru kemudian Kasim menerima pekerjaan sebagai dosen di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Kasim kemudian pensiun dari jabatannya sebagai dosen pada 1994. Kasim menjadi aktivis lingkungan hingga akhir hayatnya.

Baca juga: Mahasiswa UGM Olah Pelepah Pisang Jadi Hidrogel Ramah Lingkungan

Itulah kisah inspiratif dari Muhammad Kasim Arifin. Meski kini sosoknya telah tiada, cerita dari Kasim bisa terus menginspirasi generasi muda Indonesia untuk terus berkarya sesuai bidang yang disukainya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com