Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Riset UGM-UNS: Pemberian Antibiotik Tanpa Resep Perlu Diawasi

Kompas.com - 11/08/2021, 06:30 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Obat antibiotik menjadi salah satu obat yang bisa digunakan dengan resep dokter. Namun faktanya, banyak terjadi praktik pemberian antibiotik tanpa resep yang terjadi di masyarakat.

Dari dua per tiga kunjungan ke apotek maupun toko obat swasta diketahui antibiotik diberikan tanpa resep dokter.

Fakta ini merupakan penelitian terbaru yang dilakukan para peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sebelas Maret (UNS), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia, Kirby Institute di UNSW Sydney, London School of Hygiene and Tropical Medicine, University College London dan The George Institute for Global Health di UNSW Sydney.

Pemberian antibiotik tanpa resep ini bisa berakibat resistensi antimikroba (AMR).

Kasus resistensi terhadap antibiotik ini banyak terjadi karena pemberian antibiotik yang tidak tepat, berlebihan atau tidak rasional.

Baca juga: Astra Isuzu Buka Lowongan Kerja Lulusan D1/D3-S1, Cek Infonya

Perlu perhatian serius

Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK UGM), Prof. Tri Wibawa, hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan perlunya perhatian serius terhadap praktik penjualan antibiotik di apotek dan toko obat swasta.

Penggunaan antibiotik yang tidak bijak menjadi salah satu faktor munculnya resistensi bakteri terhadap antibiotik.

"Penting melakukan kontrol terhadap peredaran antibiotik di masyarakat untuk menghindarkan ancaman resistensi bakteri terhadap antibiotik," kata Tri Wibawa seperti dikutip dari laman UGM, Selasa (10/8/2021).

Sementara itu Prof. Virginia Wiseman dari Kirby Institute selaku pemimpin penelitian ini menjelaskan, melalui penelitian dalam kemitraan dengan Komite Pengendalian Resistensi Antibiotik (KPRA) yang berada di bawah Kemenkes, timnya melakukan penelitian dengan menggunakan mystery client.

Baca juga: Mahasiswa UB Ciptakan Sabun Organik dengan Segudang Manfaat

Gunakan metode mystery client

Metode ini dilakukan dengan mengunjungi apotek dan toko obat swasta di Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Tabalong di Provinsi Kalimantan Selatan.

Pada saat kunjungan, mystery client akan memperagakan gejala-gejala penyakit dan mencatat apa saja yang terjadi di dalam interaksi.

Secara keseluruhan, tim melakukan 495 kunjungan ke apotek dan toko obat swasta. Dari 70 persen kunjungan, terjadi praktik pemberian antibiotik tanpa resep.

Padahal, pemberian antibiotik tanpa resep merupakan hal yang dilarang dalam peraturan karena termasuk sebagai obat keras.

"Faktanya, pada lebih dari dua per tiga kunjungan ke apotek dan toko obat swasta di Indonesia diperoleh satu jenis antibiotik tanpa resep dan seringkali tanpa saran yang memadai dari tenaga kesehatan," papar Virginia.

Dia menilai, hal ini sangat memprihatinkan. Bahkan ada beberapa antibiotik lini kedua yang seharusnya hanya boleh diresepkan dalam keadaan yang sangat khusus.

Baca juga: 5 Tipe Mahasiswa Sesuai Kegiatannya, Kamu Termasuk yang Mana?

Disebabkan banyak faktor

Hasil penelitian ini baru saja dipublikasikan BMJ Global Health, Luh Putu Lila Wulandari, research fellow di Kirby Institute mengatakan, komponen kualitatif dari penelitian ini membantu menjelaskan beberapa alasan mengapa apotek dan toko obat swasta menjual antibiotik tanpa resep.

Salah satu alasan yang muncul adalah adanya tekanan dari pelanggan.

"Banyak yang merasa ditekan oleh pelanggan," kata dia.

Baca juga: Anak Usaha Sido Muncul Buka Lowongan Kerja Lulusan SMA/SMK, D3, dan S1

Luh Putu menunjukkan adanya kompleksitas dari persoalan praktik pemberian antibiotik tanpa resep.

Meskipun ada motivasi untuk mencari keuntungan, tetapi pemberian obat-obatan tanpa resep ini dianggap sebagai norma. Dengan begitu kedepan perlu adanya perubahan peraturan dan budaya seputar pemberian antibiotik.

Pandemi Covid-19 memperumit kondisi

Salah satu peneliti utama PINTAR dari UNS Prof. Probandari menambahkan, di Indonesia ada cukup banyak tekanan terhadap sistem kesehatan.

Situasi menjadi bertambah rumit karena pandemi Covid-19 saat ini. Oleh sebab itu, pemberian antibiotik yang selama ini tidak diatur dengan baik perlu segera ditangani.

"Adanya Covid-19 telah memperberat masalah penjualan antibiotik secara bebas. Semakin banyak orang yang sakit atau takut menjadi sakit, serta mencoba mencari saran medis dan obat-obatan seperti antibiotik di mana pun," tegas Probandari.

Baca juga: Tanpa Tes, Telkom University Buka Jalur Undangan Seleksi Mitra

Menurutnya, perlu ada pendekatan dari berbagai aspek menghadapai persoalan pemberian antibiotik tanpa resep ini.

Banyak hal yang perlu dipertimbangkan mulai dari kebutuhan untuk memaksimalkan keuntungan apotek dan toko obat swasta.

Hingga tingginya permintaan antibiotik dari pelanggan, dan dorongan dari pemilik untuk bersaing dengan toko lain.

"Kabar baiknya adalah bahwa Kementerian Kesehatan Indonesia menjadikan hal ini sebagai prioritas dan mengalokasikan sumber daya untuk menemukan solusi," tutur Probandari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com