Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UI Sebut Penimbun Oksigen Bisa Dikurung 12 Tahun Penjara

Kompas.com - 19/07/2021, 10:36 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Masyarakat saat ini sangat membutuhkan oksigen untuk berjuang melawan Covid-19.

Meski begitu, masih banyak oknum yang sengaja menimbun oksigen di pasaran. Sehingga oksigen langka dan tak bisa diperoleh masyarakat.

Baca juga: Simak UI Tawarkan 74 Prodi di Gelombang Kedua

Tak hanya oksigen saja, obat-obatan juga belum lama ini mengalami kelangkaan di pasaran.

Fenomena langkanya oksigen dan obat-obatan disorot langsung oleh Manajer Riset Publikasi dan Sitasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Heru Susetyo.

Menurut dia, setiap orang yang menimbun tabung oksigen dan obat-obatan akan memperoleh sanksi berdasarkan UU No. 7 tahun 2014.

"Yakni, ancamanan 12 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar," kata dia melansir laman UI, Senin (19/7/2021).

Selain itu, oknum penimbun juga dapat dikenakan UU Perlindungan Konsumen dengan ancaman penjara enam tahun dan denda Rp 2 miliar.

Meski begitu, kata Heru, masalah hukuman bagi penimbun oksigen dan obat-obatan tidak hanya berhenti di situ saja.

Di Indonesia, sebut dia, terdapat Pasal 14 UU Wabah tahun 1984 yang masih bersifat sangat luas dan cair.

Baca juga: Tips Jitu Penanganan Saraf Kejepit ala Dokter RSUI

Dengan begitu penegak hukum mengalami kesulitan dalam menentukan apakah tindakan pelanggaran tersebut masuk dalam kategori pelanggaran akibat kelalaian atau tindakan kejahatan yang dilakukan secara sengaja.

"Hal itu juga menyebabkan terjadinya ketimpangan antara penindakan pada satu kasus dan kasus lainnya," jelas dia.

Heru juga menambahkan, sampai saat ini masih terdapat banyak masalah dalam upaya penanganan pandemi Covid-19.

Dia mencontohkan banyaknya hoaks akibat tingkat literasi masyarakat yang rendah, dan banyaknya aparat penegak hukum yang terpapar Covid-19.

"Hal ini menyebabkan aktivitas penegakan hukum tidak bisa dilaksanakan secara maksimal karena harus dihentikan sementara waktu," ungkap dia.

Dia mengaku, kurangnya koordinasi antar instansi, seperti adanya ego sektoral antara pemerintah pusat dan daerah juga menyebabkan terhambatnya proses penegakan hukum bagi pelaku pelanggaran protokol Covid-19.

Baca juga: Mengenal Penyakit Gerd dari Guru Besar UI

"Adanya segelintir aparat penegak hukum yang ikut bermain dalam kelompok penjahat penimbunan dan praktik korupsi turut menyulitkan penanganan Covid-19 di Indonesia," pungkas Heru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com