Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Waspadai "Student Burnout" di Masa Pandemi Covid-19, Apa Itu?

Kompas.com - 29/06/2021, 16:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Riska Umami Lia Sari, Raja Oloan Tumanggor, dan P Tommy YS Suyasa

KOMPAS.com - Wabah Covid-19 yang melanda dunia membuat lembaga pendidikan melakukan strategi alternatif untuk mencegah penyebaran Covid-19 yakni melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Hal ini merupakan hal baru bagi siswa, dan perubahan terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya kesiapan yang matang yang berdampak siswa mengalami kesulitan dalam melakukan PJJ.

Kesulitan yang di alami siswa dapat menjadi salah satu pemicu burnout pada siswa.

Istilah burnout pertama kali dikemukakan Herbert J Freudenberger dan terus berkembang dari waktu ke waktu.

Burnout merupakan sindrom kelelahan yang terdiri dari tiga jenis perasaan yang dialami oleh individu yang memiliki rutinitas yang sama dan dilakukan secara terus menerus (Maslach et al., 2018).

Burnout yang terjadi pada siswa atau yang disebut sebagai student burnout merupakan perasaan lelah yang dialami siswa karena adanya tuntutan belajar, bersikap sinis dan munculnya perasaan tidak kompeten sebagai siswa akibat ketidakpeduliaan siswa terhadap pelajaran (Schaufeli et al., 2002).

Bagaimana cara mengenali student burnout?

Baca juga: Bangga, Siswa Indonesia Ukir Prestasi 4 Medali Olimpiade Informatika Internasional

 

Ciri born out siswa

Menurut (Maslach & Leiter, 2008) ada tiga ciri yang perlu diketahui baik oleh guru maupun siswa dalam mengenali student burnout.

Ciri pertama berupa kondisi lelah secara emosional (emotional exhaustion).

Siswa yang mengalami kelelahan emosional akan ditandai dengan timbulnya perasaan tidak puas terhadap kondisi yang ada, meningkatnya sensitivitas siswa terhadap apa yang dikatakan oleh guru, teman, maupun orangtua.

Perkataan yang sebenarnya bermaksud/bernada netral, dipersepsikan sebagai sesuatu yang menyinggung perasaan dan bahkan bisa menimbulkan kemarahan siswa.

Ciri kedua berupa sikap sinis (cynicism).

Saat siswa mengalami kondisi burnout, perilaku yang timbul, yaitu siswa menjadi menjauhkan diri, membuat jarak, tidak peduli dengan lingkungan sekitar, tidak menanggapi dengan baik saat disapa orang lain, tampak tidak ingin banyak berbicara.

Siswa menjadi tampak kurang peka terhadap perasaan atau emosi orang lain.

Ciri lainnya yaitu turunnya keyakinan pada siswa untuk menyelesaikan tugas/pekerjaan (reversed professional efficacy).

Dalam kondisi burnout, akibat dari kondisi kelelahan emosional yang dialami, siswa menjadi kurang bersemangat dalam mengerjakan tugas.

Perasaan antusias dan keyakinan-diri siswa untuk menyelesaikan tugas menjadi menurun. Siswa menjadi tampak kurang memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya.

Menurut (Leiter & Maslach, 2009) ada enam faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya burnout diantaranya work overload, a lack of control, insufficient reward, unfairness, breakdown of community, dan value conflict.

Mengatasi bornuot

Lalu, apa yang bisa kita usahakan untuk mengatasi gejala burnout pada siswa?

Setidaknya ada empat yang bisa kita (ibu/bapak guru beserta siswa) untuk mengurangi / mengantisipasi burnout, yaitu:

  1. Menyepakati beban pekerjaan (workload/tugas-tugas) yang akan diberikan kepada siswa. Sebisa mungkin menyederhanakan bentuk penugasan, khususnya secara kuantitas. Sebagai ilustrasi, biasanya siswa menerima 10 soal; namun untuk sementara pada masa-masa sulit ini, jumlah soal boleh disepakati 5 soal saja.
  2. Mengatur waktu pengumpulan tugas jauh-jauh hari. Batas waktu (deadline) pengumpulan tugas secara tidak disadari sebagai salah satu faktor dari perasaan tertekan yang dialami siswa. Burnout akan terjadi pada saat individu mengalami tekanan (stres) bahwa ada pekerjaan, namun waktu yang tersedia, dipersepsi sangat sedikit. Dengan pengaturan waktu sejak jauh hari, siswa akan memiliki perasaan yakin bahwa tugas masih bisa diselesaikan (perasaan kendali [control]), atau cukup waktu untuk menyelesaikannya.
  3. Menyepakati nilai minimal tertentu sebagai bentuk reward dalam penyelesaian tugas. Jika siswa sudah berusaha menyelesaikan tugas, bisa membuat kesepakatan dengan adanya nilai minimal yang akan diterima oleh siswa. Jangan sampai, siswa sudah berusaha namun siswa merasa bahwa nilai yang diberikan kurang. Perlu kita ketahui bahwa burnout terjadi pada saat individu merasa kurang ada pengharagaan (insufficient reward) terhadap apa yang sudah diusahakannya. Dengan adanya nilai minimal tertentu, jika terjadi kesalahan dalam penilaian, boleh jadi perasaan tidak adil (unfairness) yang dialami siswa dapat diantisipasi (sedikit terobati).
  4. Memfasilitasi terbentuknya kelompok belajar siswa. Siswa membutuhkan dukungan secara emosional. Burnout terjadi karena individu kelelahan secara emosional. Oleh karena itu, selain dari guru dan orang tua, dukungan emosional juga bisa kita fasilitasi melalui kelompok belajar. Kelompok belajar akan mengurangi persepsi siswa bahwa tidak ada satupun orang yang peduli dengan saya atau terjadinya breakdown of community. Di dalam kelompok belajar yang terbentuk, secara tersamar (incognito) boleh disertakan siswa tertentu yang merupakan agen motivasi (misalnya: siswa yang terkenal cakap dalam bersosialisasi, pintar, dan rela membantu teman-temannya).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com