Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM: Angka TBC Turun Selama Pandemi Covid-19

Kompas.com - 30/03/2021, 05:21 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Akibat pandemi Covid-19, ada penemuan kasus tuberkulosis (TBC) di Indonesia kini menurun tajam.

Adanya wabah virus corona baru ini menyebabkan sebagian besar sumber daya yang ada di masyarakat ditujukan untuk mengatasi penyakit tersebut. Akibatnya, penanggulangan penyakit lainnya menjadi terabaikan, termasuk TBC.

Project Leader Zero TBC Yogyakarta sekaligus Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKM) UGM, Rina Triasih, mengatakan jika pandemi Covid-19 membuat temuan kasus TBC di Indonesia menurun.

Data Kemenkes 2020 mencatat hanya ada 271.750 kasus TBC yang ternotifikasi atau ditemukan, menurun tajam jika dibandingkan temuan pada tahun 2019 sejumlah 568.987 kasus. Sementara itu, perkiraan jumlah kasus di Indonesia pada tahun 2020 sekitar 840.000.

"Hampir seluruh sumber daya yang ada di sektor kesehatan maupun sektor lainnya dioptimalkan untuk menangani Covid-19. Kondisi tersebut berdampak pada penemuan kasus dan penanganan TBC jadi menurun signifikan," terangnya, dilansir dari laman ugm.ac.id

Penyakit infeksi menular

TBC sendiri merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri Mycobaterium tubercolusis. Penyakit ini menular melalui udara dari droplet penderita saat bersin, batuk, maupun berbicara. Kuman TBC mampu bertahan selama beberapa jam dalam kondisi lingkungan yang lembab dan gelap.

Baca juga: Gangguan Pendengaran Dialami Pasien Covid-19, Ini Kata Pakar UGM

TBC dapat menginfeksi semua orang di segala usia dan dapat menyerang berbagai organ tubuh seperti paru-paru, ginjal, usus, serta otak. Gejala TBC pada orang dewasa berupa batuk terus menerus selama 2-3 minggu bahkan hingga batuk darah, berat badan menurun, tubuh terasa letih dan lesu, serta berkeringat di malam hari.

Rina menjelaskan TBC merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab kematian terbesar dunia. Bahkan, menjadi penyebab kematian nomor satu diantara penyakit infeksi tunggal. Meskipun demikian, TBC dapat disembuhkan melalui pengobatan selama 6 bulan.

"TBC itu bisa disembuhkan. Obatnya sudah ditemukan dan disediakan gratis oleh pemerintah. Hanya saja memang pengobatannya lama sehingga menuntut ketaatan pasien dalam meminum obat," paparnya.

Apabila pasien tidak taat dalam menjalani pengobatan, Rina menyebutkan bahwa hal ini bisa memperberat penyakit yang dapat menyebabkan kematian atau dapat menyebabkan kuman TBC resisten (kebal) terhadap obat.

Kondisi TBC kebal obat ini memerlukan pengobatan yang lebih kompleks dan dalam jangka waktu panjang, serta efek samping yang lebih besar.

"Kalau sudah terjadi resistensi maka risiko kematiannya tinggi. Oleh sebab itu, pasien harus benar-benar taat minum obat TBC sampai tuntas agar tidak terjadi resistensi," tegasnya.

Untuk itu, ia mengatakan kondisi tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah yang menargetkan dapat mengeliminasi TBC pada 2030 mendatang. Dengan masih banyaknya pasien TBC yang belum didiagnosis dan diobati, berarti masih banyak sumber penularan TBC di masyarakat.

Baca juga: Pakar IPB: Ini Jenis Makanan yang Bisa Tingkatkan Imun Tubuh

Apabila tidak tertangani dengan baik dan benar tidak hanya akan menambah jumlah kasus TBC baru. Tetapi juga bisa meningkatan angka kematian. Apalagi, saat ini Indonesia menjadi negara penyumbang kasus TBC terbesar kedua di dunia.

Harus ada terapi pencagahan

Peneliti pada Pusat Kajian Kedokteran Tropis UGM ini mengungkapkan perlu dilakukan upaya tambahan yang inovatif dan komprehensif agar Indonesia dapat mencapai target eliminasi pada 2030.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com