2. Argumentativeness
Senang berdebat karena kemampuan logika berpikir yang maju pesat.
3. Indecisiveness
Kurang memiliki kemampuan pengambilan keputusan dari banyak pilihan yang dimiliki sehingga seringkali bimbang (dalam bahasa gaul disebut ‘ababil’).
4. Self-Conciousness
Sensitif dan fokus terhadap pendapat orang lain tentang dirinya sehingga kurang kepercayaan diri mengambil keputusan mandiri. Perlu persetujuan teman sebaya (kelompok).
5. Apparent Hypocracy
Perspektif ideal dan cita-cita yang seringkali terlampau jauh dan tidak sebanding dengan usaha serta pengorbanan ditampilkan.
6. Specialness and invulnerability
Merasa diri istimewa dan ‘kebal’ dari konsekuensi serta norma masyarakat.
Lizze percaya bahwa pola asuh orangtua kepada anak merupakan faktor risiko tertinggi dari perilaku kekerasan seksual.
Maka dari itu, Lizzie memberikan beberapa cara agar orangtua menjaga anak supaya tidak menjadi korban dan pelaku kekerasan seksual. Berikut ini merupakan 4 cara tersebut.
Baca juga: Agar Lebih Sabar Temani Anak Belajar, Orangtua Coba Lakukan Ini
Pendidikan seksual bukanlah suatu hal yang tabu. Pengajaran mengenai seksualitas menjadi penting karena bisa membantu anak dan remaja keluar dari risiko penyakit alat reproduksi, pelecehan serta kekerasan seksual.
Melansir tulisan Psikolog Klinis Dewasa Inez Kristanti dalam situs resmi Durex, edukasi seksualitas dari orangtua untuk anak atau remaja tidak sekadar memebrikan informasi tentang apa seks dan kontrasepsi.
Akan tetapi, edukasi seks menumbuhkan perasaan serta kemampuan bertanggungjawab anak serta remaja dalam membuat keputusan seksualnya berdasarkan informasi yang kredibel dan nilai-nilai mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.