Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini "Curhat" Guru, Siswa, Mahasiswa, dan Orangtua Soal Pembelajaran Daring

Kompas.com - 15/09/2020, 09:55 WIB
Dian Ihsan,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dunia sekolah mengalami perubahan kebiasaan dalam proses pendidikan di masa pandemi Covid-19, baik siswa, guru, maupun orangtua siswa. Bahkan kejadian itu juga menghantam perguruan tinggi di seluruh penjuru Indonesia, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta.

Perubahan kebiasaan tersebut tampak jelas terlihat. Pada saat kondisi normal, belajar menggunakan sistem tatap muka, lalu berubah menjadi pembelajaran jarak jauh (online) yang dijalankan sekolah maupun perguruan tinggi saat masa pandemi.

Perubahan itu sangat terasa dijalankan, sehingga memberikan suka dan duka di dunia pendidikan Indonesia.

Baca juga: Video Call dengan Jokowi, Ini Curhat Guru soal Kendala Belajar Online

Semua perubahan itu memang telah diatur oleh pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), demi meredam angka penularan Covid-19 di masyarakat.

Pandangan guru

Dari sisi guru, khususnya mereka yang mendekati masa pensiun, pelajaran dengan mekanisme online sangat sulit. Karena, kebanyakan mereka tidak paham dengan ilmu teknologi informasi (IT).

"Bila tak paham IT, maka jadi kendalanya disitu. Bayangkan secara keseluruhan program pendidikan lewat online, baik memberikan tugas atau paparan pendidikan ke anak-anak, itu yang membuat guru muda maupun tua merasa kesusahan dengan proses online. Apalagi setiap tugas harus dipersiapkan setiap harinya," kata salah satu guru di SLTP Teladan, Rahmawati saat memberikan keluh kesahnya kepada Kompas.com, seperti ditulis Senin (14/9/2020).

Memang, kata Rahmawati, pembelajaran lebih efektif dengan tatap muka. Dengan begitu, para murid bisa bekerja sama dengan temannya, bermain atau berkumpul saat istirahat sekolah, dan bisa bercanda tawa bersama guru sekolah.

Bila belajar online yang saat ini terjadi, sambung Rahmawati, itu banyak membuat siswa bosan dan ditambah kurangnya fasilitas yang ada di rumah untuk belajar sistem online.

"Itu yang kini terjadi, terkait paket pulsa untuk belajar, belum lagi murid atau keluarganya yang tidak memiliki ponsel pintar (smartphone). Jadi terhambat proses belajar dan mengajarnya," tutur wanita kelahiran 1962 ini.

Pandangan siswa

Sementara salah satu siswa di SMA Kartika Sari, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Nida menjelaskan, selama pembelajaran online banyak kendala dihadapi, baik dari sisi kuota paket internet, smartphone dan laptop.

Apalagi bila menggunakan aplikasi Zoom, setidaknya harus menggunakan akses wifi sendiri di rumah.

Ditambah lagi, kata Nida, apabila ada orangtua yang kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal itu menambahkan aura negatif bagi keberlangsungan belajar online di rumah masing-masing siswa sekolah.

"Terus ga bisa tatap muka langsung sama guru mata pelajaran, jadi tidak maksimal. Selama online juga banyakan pemberian materi atau tugasnya," keluh Nida.

Paling tidak, lanjut Nida, enaknya belajar dirumah bisa lebih fokus ke materi dan bisa sering interaksi dengan orangtua. Sehingga hubungan orangtua dengan anak bisa menjadi lebih dekat.

Pandangan mahasiswa

Senada dengan Nida, salah satu mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka (UHAMKA), Fachra Arafah menyatakan, banyak duka yang didapat pada saat pembelajaran sistem online, seperti banyak duit yang harus dikeluarkan, sering terhambat dengan jaringan, materi yang didapatkan dari belajar online kurang efektif, dan banyak tugas yang diberikan para dosen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com