Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

FGD Pascasarjana ET Unsada: Panas Bumi Dorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah

KOMPAS.com - Sekolah Pascasarjana Energi Terbarukan (ET) Universitas Darma Persada (Unsada) menggelar FGD (Focus Group Discussion) atau diskusi kelompok terpumpun mengangkat tema "Potensi Pengembangan Panas Bumi" di Kampus Unsada, Jakarta, Sabtu (20/01/2024).

FGD ini menjadi bentuk komitmen Unsada mendukung upaya pemerintah melakukan penurunan emisi, salah satunya menggunakan energi terbarukan sesuai dengan target yang sudah ditetapkan yakni 23 persen pada tahun 2025 mendatang.

Rektor Universitas Darma Persada, Agus Salim Dasuki melalui rilis resmi (22/1/2024) menyampaikan, untuk mendukung hal tersebut diperlukan dukungan berbagai sektor, termasuk bidang pendidikan.

Rektor Unsada menambahkan, diskusi kelompok terpumpun ini menjadi panggung bagi para pemangku kepentingan untuk bertukar pikiran mengenai potensi energi panas bumi di Tanah Air.

“Perlu adanya riset dan inovasi dalam menjalankan transisi energi maka dari itu kami sebagai akademisi dan pakar-pakar mewadahi forum berdiskusi mengenai energi panas bumi di Indonesia,” ungkap Agus Salim Dasuki.

Dalam kesempatan sama, Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Harris Yahya menyampaikan, ada beberapa tantangan dalam mengelola panas bumi antar lain; tingginya risiko eksplorasi, kelayakan keekonomian PLTP yang variatif, dan keterbatasan akses pendanaan bagi pengembang.

Jika Indonesia bisa mengelola tantangan yang ada dan melakukan optimalisasi energi panas bumi, hal ini dapat berdampak positif seperti menghasilkan pertumbuhan ekonomi daerah, memberikan bonus produksi dan dana bagi hasil untuk pemda, dan PNBP.

"Pengembangan EBT panas bumi sejalan dengan komitmen pengurangan emisi dan green energy," tegas Haris.

"Indonesia masuk urutan kedua pengguna geothermal di dunia, potensi panas bumi mencapai 23.060,4 MW. Namun kita belum bisa menyaingi US karena belum optimal mengelola potensi panas bumi," ungkapnya.

Padahal, lanjut Haris, proyek panas bumi dapat memberikan untuk bagi daerah penghasil panas bumi.

"Geothermal mempunya masa eksplorasi di tujuh tahun pertama. Hal ini sudah termasuk perizinan ke pemerintah dan masyarakat. Namun ada perusahaan yang masih sulit mendapatkan izin, padahal hal tersebut juga akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi daerah tersebut,” jelasnya.

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat


 

Haris menambahkan, proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) sejalan dengan target pengembangan jangka panjang dalam mencapai Net Zero Emission.

PLTP dipandang dapat menyediakan listrik yang amdal dan berkelanjutan dengan faktor kapasitas 90-95 persen. Panas bumi juga bersifat terbarukan dan dapat beroperasi berkelanjutan dengan menjaga keseimbangan reservoir atau lokasi panas bumi.

“Sekarang ini waktu yang paling tepat untuk mengembangkan energi panas bumi untuk Indonesia, karena jika kita masih menunggu tahun-tahun berikutnya lagi harga yang relatif akan semakin berubah, teknologi yang semakin maju, dan tantangan zaman yang meningkat,” tegas Haris.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, penambahan kapasitas pembangkit EBT sampai dengan 2023 sebesar 3.322 MW dengan kenaikan rata-rata sekitar 6 persen per tahun.

Saat ini Indonesia masih dalam 13 persen pemanfaatan EBT sedangkan target yang ditetapkan adalah 23 persen pada tahun 2025 mendatang. Oleh karena itu dibutuhkan upaya bersama untuk melakukan perubahaan.

“Tidak ada alasan untuk kita menunda-nunda menggali potensi energi terbarukan di Indonesia. Dengan kekayaan sumber daya alam yang kita miliki dan hal tersebut dapat memberikan keuntungan bagi daerah penghasil. Jadi kita harus mengelola sebaik mungkin untuk Indonesia yang lebih baik,” pungkas Harris.

Direktur Utama PT Geo Dipa Energi, Riki Firmandha Ibrahim, dalam FGD memaparkan pengeboran panas bumi dapat membuat ekonomi beserta kesejahteraan masyarakat meningkat.

"Namun sayangnya tantangan pengembangan geothermal di Indonesia salah satunya adalah isu demonstrasi dari masyarakat," ungkapnya. “Dalam melaksanakan eksplorasi geothermal, kita juga perlu merangkul segala lapis pemangku kepentingan salah satunya adalah masyarakat," tambahnya.

"Dengan adanya panas bumi di daerah tersebut dapat membuat ekonomi beserta kesejahteraan masyarakat meningkat,” tegas Riki.

Hal senada disampaikan Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) RI dan Pascasarjana Energi Terbarukan Unsada, As Natio Lasman. Ia mengungkapkan, panas bumi sangat diharapkan dapat berperan dalam mendukung pemenuhan kebutuhan listrik pada beban dasar.

"Namun kenyataannya hingga saat ini baru sekitar 10 persen pembangkitan tenaga listrik dari panas bumi yang telah dikonstruksi dan dioperasikan. Maka dari itu, masih perlu terobosan untuk pengembangan pemanfaatannya," ujar As Natio Lasman.

“Dalam tahun 2060 kita juga sudah mulai mengimplementasikan dekarbonisasi bahan bakar fosil, menganti generator diesel dengan pembangkit listrik berbahan gas dan ET men-shutdown beberapa PLTPU. Salah satu pengoptimalisasi ET adalah geothermal,” tambah As Natio.

Ia menegaskan, dengan potensi melimpah dan komitmen kuat mengembangkan sumber energi terbarukan, Indonesia memiliki peluang besar menjadi pemimpin dalam pemanfaatan energi panas bumi.

"Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan energi domestik, tetapi dapat berpotensi menjadi kontributor utama dalam upaya global untuk mencapai transisi energi yang berkelanjutan," tutup As Natio.

https://www.kompas.com/edu/read/2024/01/22/162937771/fgd-pascasarjana-et-unsada-panas-bumi-dorong-pertumbuhan-ekonomi-daerah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke