Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hulunisasi, Hilirisasi, dan Komersialisasi Hasil Riset, Invensi, serta Inovasi

Nilai akademik riset, invensi dan/atau inovasi diperoleh setelah hasilnya dipublikasikan, didiseminasikan, dan/atau didaftarkan Hak Kekayaan Intelektual/HKI-nya (hak cipta, paten, desain industri, merek, rahasia dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu/DTLST).

Nilai non-akademik riset, invensi dan/atau inovasi diperoleh setelah hasilnya berupa Kekayaan Intelektualnya dihilirisasi, dihulunisasi dan/atau dikomersialisasi melalui kerja sama kemitraan strategis dengan mitra (lembaga/instansi, DUDI, atau masyarakat luas).

Kedua nilai tersebut secara parsial atau simultan menunjukkan reputasi akademik kualitas kinerja dan kekuatan PT dalam bidang penelitian dan pengembangan; pengaruh dan dampaknya bagi komunitas keilmuan serta bagi kemajuan pendidikan tinggi, masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi secara luas.

Kedua nilai tersebut juga merupakan salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU), yaitu IKU-5 yang meniscayakan karya-karya akademik dosen PT mendapatkan rekognisi nasional/internasional dan/atau diterapkan oleh masyarakat/DUDI/pemerintah (Permendikbudristek 210/2023).

Perguruan tinggi kini dipacu untuk menghasilkan riset, invensi, dan inovasi bermutu sebagai modal penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Melalui riset, invensi, dan inovasi PT diharapkan dapat membawa teknologi baru, produk baru yang membantu menjawab tantangan global, cara baru memproduksi barang, meningkatkan produktivitas, meningkatkan daya saing, menciptakan lapangan kerja baru dan membantu meningkatkan kualitas hidup.

Hilirisasi

Hilirisasi merupakan aktivitas pengembangan lebih lanjut hasil-hasil riset, invensi, dan/atau inovasi agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, lembaga/instansi, dan DUDI (Kemristekdikti, 2019).

Bisa juga dimaknai sebagai prosedur atau cara untuk mendekatkan hasil-hasil riset, invensi, dan/atau inovasi kepada penggunanya, yaitu masyarakat umum, lembaga pemerintahan, atau industri (Astirin, 2018).

Hilirisasi juga dapat dimaknai sebagai kegiatan difusi hasil-hasil riset dan inovasi kepada masyarakat yang diharapkan dapat menambah jumlah lapangan pekerjaan yang bisa untuk meningkatkan taraf hidup kehidupan masyarakat atau untuk pemberdayaan Masyarakat (Rogers, 1983).

Dalam hilirisasi, kerja sama-kemitraan dengan masyarakat/DUDI/pemerintah terjadi di akhir, setelah riset, invensi, dan/atau inovasi berakhir, dan siap mereka manfaatkan.

Di Indonesia, hilirisasi hasil riset, invensi dan/atau inovasi civitas academica PT digaungkan kembali oleh mantan Menristekdikti Mohamad Nasir tahun 2015 (Republika, 23/09/2015).

Sejatinya, hilirisasi merupakan ekstrapolasi konsep link and match yang sudah dimulai sejak era Mendiknas Wardiman Djojonegoro (1993—1998).

Sebuah konsep yang berupaya untuk menjembatani dan mendekatkan PT dengan masyarakat dan/atau DUDI, baik kurikulum, lulusan, maupun produk/keluaran riset, invensi dan/atau inovasinya.

Melalui hilirisasi akan ada manfaat tambahan yang bisa diterima baik oleh PT, lembaga/masyarakat, dan/atau DUDI, serta tidak terhenti publikasi dan diseminasi yang hanya bermanfaat dan bisa dinikmati oleh kalangan tertentu secara terbatas.

Diakui bahwa hilirisasi hasil-hasil riset, invensi, dan/atau inovasi tidak selalu mudah diwujudkan, bahkan tidak jarang pula berakhir dengan “kegagalan”, karena sejumlah faktor.

Di antaranya adalah rentang waktu riset dan inovasi yang sangat panjang, biaya besar, fasilitas tidak lengkap, SDM tidak sesuai, perbedaan kemauan antara peneliti dan industri.

Dalam hal relasi antara PT dan mitra, faktor utamanya adalah kerap ditemukan pihak mitra, terutama DUDI hanya memikirkan produk jualan, sementara peneliti hanya/lebih beriorientasi pada kecanggihan teknologi.

Mempertemukan kedua aspek tersebut bukanlah hal yang mudah dan memerlukan waktu yang panjang.

Hulunisasi

Untuk menjembatani dan mempertemukan keinginan PT dan mitra atas produk riset, invensi, dan/atau inovasi, sejumlah PT ada yang memilih membangun kerja sama dengan mitra melalui program hulunisasi dibandingkan hilirisasi, atau antara hilirisasi dan hulunisasi dilakukan secara simultan.

Universitas Indonesia (UI), misalnya, lebih mengedepankan hulunisasi daripada hilirisasi, melalui proyek-proyek kerja sama yang dikembangkan melalui “Science Techno Park” (STP) sebagai visi masa depan untuk menjembatani kerja sama antara peneliti UI dengan DUDI.

Universitas Diponegoro (UNDIP) secara simultan melalukan hilirisasi dan hulunisasi. Seperti di UI, hulunisasi di UNDIP dilakukan melalui kerja sama kemitraan melalui proyek-proyek yang dikembangkan di Marine Science Techno Park (MSTP) seperti hilirisasi dan hulunisasi hasil inovasi produk-produk kelautan, perikanan, dan pariwisata.

Sesuai dengan namanya, STP merupakan kawasan terpadu yang menggabungkan dunia industri, perguruan tinggi, pusat riset dan pelatihan, kewirausahaan, perbankan, pemerintah pusat dan daerah, dalam satu lokasi yang memungkinkan aliran informasi dan teknologi lebih efektif dan efisien.

STP memiliki tiga fungsi utama dalam pengembangan IPTEKS dan inovasi, antara lain: penyedia pengetahuan teknologi terkini kepada masyarakat, penyedia solusi-solusi teknologi yang tidak terselesaikan di techno park, dan sebagai pusat pengembangan aplikasi teknologi lanjut bagi perekonomian lokal.

Hulunisasi merupakan aktivitas riset, invensi, dan/atau inovasi dalam rangka menciptakan produk bernilai non-akademik (ekonomis/komersial) melalui kerja sama antara PT dengan mitra (instansi/lembaga, DUDI atau masyarakat) sejak awal proyek dilakukan. Kerja sama di antara mereka diikat dalam bentuk akta kerja sama kemitraan (PKS).

Hulunisasi riset, invensi, dan/atau inovasi merupakan kegiatan “rekayasa terbalik” (reverse engineering) dari praktik hilirisasi.

Pada hilirisasi, inisiatif riset, invensi, dan/atau inovasi berasal dari dari PT, sementara pihak mitra diajak untuk bekerjasama setelah produk dihasilkan.

Dengan kata lain, pada hulunisasi, inisiatif riset, invensi, dan/atau inovasi berasal dari pihak mitra atau atas dasar permintaan/kebutuhan pasar/mitra (demand/market pull).

Dibandingkan hilirisasi, pada hulunisasi lebih membutuhkan komitmen dan kepercayaan tinggi dari mitra kepada PT sebagai pemegang pimpinan proyek.

Melalui hulunisasi, keinginan mitra dan PT bisa saling terakomodasi sejak awal proyek. Sehingga hasil riset, invensi, dan/atau inovasi tidak akan ditolak oleh pihak mitra.

Berbeda bila peneliti membawa hasil riset, invensi, dan/atau inovasi yang telah jadi ke pihak mitra yang rawan untuk ditolak atau pihak mitra meminta diubah sesuai kebutuhan pasar.

Hulunisasi memungkinkan akselerasi komersialisasi hasil riset, invensi, dan/atau inovasi. Karena sejak awal, kerja sama dengan mitra sudah terjalin untuk menghasilkan produk-produk yang sesuai dengan permintaan/kebutuhan pasar/mitra (demand/market pull), sehingga begitu proyek selesai, produknya sudah siap dikomersialisasi.

Komersialisasi

Komersialisasi merupakan tahapan paling akhir dalam siklus riset, invensi, dan/atau inovasi. Walaupun dalam realitasnya tidak selalu demikian, karena berbagai faktor.

Hasil riset, invensi, dan/atau inovasi yang dikomersialisasikan oleh PT dan/atau bersama mitra adalah Kekayaan Intelektual (intellectual property).

Baik berupa (hak cipta, paten, desain industri, merek, rahasia dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu/DTLST), maupun varietas pertanian. Kekayaan Intelektual merupakan aset PT yang bernilai ekonomis yang bisa dikomersialisasikan.

Ketujuh KI tersebut lazim dikategorikan jenis Kekayaan Industri (Industrial Property) yang memiliki prospek untuk dikomersialisasi. Karenanya, komersialisasi sering dinisbatkan sebagai kegiatan riset untuk pendapatan (commercialization cycle is research to revenues).

Karena itu pula, konsep komersialisasi dalam konteks PT selalu melibatkan transfer kekayaan intelektual dari universitas dan/atau mitra sebagai pemilik KI ke pasar melalui lisensi ke dan/atau bermitra dengan perusahaan yang sudah ada atau yang baru dibuat.

Komersialisasi KI sangat penting, bahkan ada yang mengatakan bahwa “bukan invensi atau inovasi jika tanpa komersialisasi. KI tidak cukup hanya dengan kepemilikan sertifikat, tetapi harus dilanjutkan hingga komersialisasinya.”

Komersialisasi KI sebenarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya seperti dijual putus, dilisensikan, diproduksi sendiri produknya, dipindahkah kepemilikannya berdasarkan kontrak, merger dan akuisisi hingga klaim pelanggaran paten.

Di antara HK-Industri tersebut, Paten memiliki kedudukan yang sangat strategis dan memiliki keterkaitan erat dengan siklus riset, invensi, dan/atau inovasi PT dibandingkan dengan jenis HK-Industri lainnya.

Penciptaan Paten merupakan salah satu darma PT yang harus dilakukan melalui aktivitas riset/pengembangan/pengkajian oleh civitas academicanya.

Paten dan HK-Industri lainnya merupakan salah bukti nyata kompetensi PT dalam melakukan invensi (proof of university competence in making inventions) selain publikasi ilmiah (Kompas, 08/09/2023).

Untuk sampai pada komersialisasi, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh PT (Suyitno, 2022).

Pertama, susun grand design riset, invensi, dan inovasi berbasis Kekayaan Intelektual, dan menjadikan pendapatan (revenues) sebagai siklus akhir dan generator dari proses panjang sebuah riset, invensi, dan/atau inovasi.

Kedua, gandeng mitra-mitra strategis untuk bekerjasama yang saling menguntungkan dari awal (hulu) hingga akhir (hilir) termasuk pendanaannya (incash/inkind) dalam proyek-proyek riset, invensi, dan/atau inovasi yang sesuai dengan kebutuhan/tuntutan pasar.

Ketiga, bentuk sentra KI di tingkat universitas yang akan memproses KI bersama mitra. Strategi ketiga ini merupakan starting point menuju gerbang komersialisasi.

Keempat, tingkatkan jenjang Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TKT) ke level 9, di mana riset, invensi, dan/atau inovasi lebih fokus pada kebutuhan konsumen (demand/market pull), dan bukan keinginan/kebutuhan peneliti.

Kelima, siapkan kelembagaan pra-komersialisasi sebagai intermediator teknologi (bridging) yang akan menjembatani antara inventor/innovator dengan calon penggunanya.

Kelembagaannya dapat berupa inkubator bisnis, spin off, start up, atau lisensi (eksklusif dan non-eksklusif).

Lembaga-lembaga ini yang akan mengubah riset, invensi dan inovasi dari idea-oriented menjadi profit-oriented, menjembatani alih KI sebagai aset bernilai ekonomis/komersial, serta menjaga agar KI-KI yang telah dihasilkan tidak jatuh terjerembab ke lembah kematian, lautan Darwin atau jembatan Shirotol Mustaqim.

Keenam, siapkan juga kelembagaan (apapun namanya) yang khusus menangani hilirisasi, hulunisasi, dan/atau komersialisasi KI yang secara menajerial fleksibel, lincah, dan tidak birokratis.

Lembaga ini pula yang akan melakukan perhitungan valuasi dan risikonya, mencarikan mitra kerja sama, mengembangkan captive market, menyiapkan manajemen dan perlindungan hukum, serta melakukan perhitungan, pembagian dan distribusi royalti antara pencipta/inventor dengan pemegang HKI.

Seperti halnya hilirisasi, dan hulunisasi, pada komersialisasi pun kolaborasi dengan mitra (terutama pihak DUDI) merupakan keniscayaan, agar tingkat monetisasinya tinggi.

PT dan mitra tidak boleh memiliki ego-sektoral dalam riset, invensi, dan/atau inovasi untuk keperluan hilirisasi, hulunisasi, dan/atau komersialisasi.

Jumlah KI yang didaftarkan di DJKI KemenkumHAM setiap tahunnya terus bertambah. Namun, banyak dari KI tersebut yang belum termanfaatkan oleh industri dan masyarakat.

Data juga menunjukkan bahwa tingkat monetisasi KI-Paten di Indonesia untuk DUDI baru mencapai 10 persen dari yang didaftarkan.

Secara ekonomis, hal ini merugikan peneliti/PT sendiri, karena harus terus membayar pelindungan patennya, namun tidak mendapatkan keuntungan ekonomi dari penemuannya.

Secara akademis, rendahnya monetisasi KI menjadi tantangan tersendiri bagi PT yang perlu mendapat perhatian, agar keberlanjutan riset terus berjalan (DJKI, 2020).

https://www.kompas.com/edu/read/2023/12/06/145656571/hulunisasi-hilirisasi-dan-komersialisasi-hasil-riset-invensi-serta-inovasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke