Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Usia Pahlawan Revolusi G-30-S PKI, Paling Muda Gugur Umur 26 Tahun

KOMPAS.com - Setiap tanggal 30 September, masyarakat Indonesia akan memperingati momen Gerakan 30 September atau G-30-S PKI.

Pada peristiwa itu, sepuluh pahlawan Indonesia menjadi korban peristiwa pergantian malam 30 September ke 1 Oktober 1965.

Mereka dituduh akan melakukan makar terhadap Presiden Pertama RI Soekarno melalui Dewan Jenderal. Jenazah ketujuh pahlawan revolusi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sebuah sumur di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Selain ketujuh sosok TNI, masih ada 2 sosok lain yang ikut diculik dan menjadi korban.

Mereka yang gugur menjadi Pahlawan Revolusi saat itu, masih menyandang pangkat atau gelar di usia muda. Paling tua berumur 45 tahun dan paling muda berusia 26 tahun.

Berapa usia dan gelar masing-masing para pahlawan revolusi ini?

1. Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani

Ahmad Yani meninggal di usia 43 tahun ketika peristiwa G-30-S PKI berlangsung.

Dilansir dari laman Kemendikbud, Ahmad Yani adalah seorang petinggi TNI AD di masa Orde Lama. Dia lahir di Jenar, Purworejo pada 19 Juni 1922.

Ketika muda, Ahmad Yani mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.

Setelah itu, karier Ahmad Yani berkutat di militer. Dia turut ikut dalam pemberantasan PKI Madiun 1948, Agresi Militer Belanda II, dan penumpasan DI/TII di Jawa Tengah.

Pada tahun 1958, dia diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRI. Dia diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tahun 1962.

2. Letjen (Anumerta) Suprapto

Suprapto berusia 45 tahun ketika peristiwa G-30-S PKI.

Dia lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920, dan sempat mengikuti pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Bandung dan harus terhenti karena pendaratan Jepang di Indonesia.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, dia ikut merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap.

Kemudian, dia memasuki Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto dan ikut dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman.

Kariernya terus melejit di militer. Namun ketika PKI mengajukan pembentukan angkatan perang kelima, Suprapto menolaknya.

Dia pun menjadi korban pemberontakan G-30-S PKI bersama para petinggi TNI AD lainnya.

3. Letjen (Anumerta) S. Parman

Salah satu tokoh militer penting ini meninggal di usia 47 tahun dalam peristiwa G-30-S PKI.

Siswondo Parman dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918.

Pendidikannya lebih berkutat di bidang intelijen. Dia pernah dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai.

Pengalamannya di bidang intelijen sangat berguna bagi TNI kala itu. Dia mengetahui rencana-rencana PKI yang ingin membentuk angkatan kelima.

4. Letjen (Anumerta) M.T. Haryono

Mas Tirtodarmo Haryono atau yang lebih dikenal dengan M. T. Haryono ini meninggal di usia 41 tahun.

Dia lahir pada 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur. Sebelum terjun ke dunia militer, M. T. Haryono pernah mengikuti Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta pada masa pendudukan Jepang.

M. T. Haryono juga sempa menjabat sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.

Dia kemudian menjadi Atase Militer RI untuk Negeri Belanda (1950) dan sebagai Direktur Intendans dan Deputy Ill Menteri/Panglima Angkatan Darat (1964).

5. Mayjen (Anumerta) D. I. Panjaitan

Donald Ignatius Panjaitan atau D. I. Panjaitan meninggal saat berusia 40 tahun.

Dia lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli. Pada masa pendudukan Jepang, dia memasuki pendidikan militer Gyugun.

Kemudian, dia ditempatkan di Pekanbaru, Riau sampai saat proklamasi kemerdekaan.

Setelah Indonesia merdeka, D. I. Panjaitan ikut membentuk TKR. Dia pun memiliki karier yang cemerlang di bidang militer.

Menjelang akhir hayatnya, dia diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat dan mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat.

6. Mayjen (Anumerta) Sutoyo

Sutoyo Siswomiharjo lahir pada 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Saat meninggal, dia berusia 43 tahun.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia memasuki TKR bagian Kepolisian, akhirnya menjadi anggota Korps Polisi Militer.

Dia diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto dan kemudian menjadi Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.

Kariernya terus melesat. Tahun 1961, dia diserahi tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat.

Akan tetapi, Sutoyo yang menentang pembentukan angkatan kelima harus ikut gugur dalam peristiwa G-30-S PKI.

7. Brigjen (Anumerta) Katamso

Katamso dilahirkan pada 5 Februari 1923 di Sragen, Jawa Tengah. Dia meninggal di usia 42 tahun.

Pada masa pendudukan Jepang, dia mengikuti pendidikan militer pada PETA di Bogor.

Kemudian diangkat menjadi Shodanco Peta di Solo. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, dia masuk TKR yang kemudian menjadi TNI.

Dia terus berkiprah bersama militer Indonesia. Tahun 1958, Katamso dikirim ke Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRl sebagai Komandan Batalion A Komando Operasi 17 Agustus.

Setelah itu menjadi Kepala Staf Resimen Team Pertempuran (RIP) II Diponegoro di Bukittinggi.

8. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean

Piere Tendean adalah yang termuda. Dia lahir pada 21 Februari 1939 di Jakarta dan meninggal pada usia 26 tahun. 

Pada April 1965, perwira muda ini diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution.

Ketika bertugas, Pierre Tendean tertangkap oleh kelompok G-30-S PKI. Dia pun mengaku sebagai A. H. Nasution,

Sehingga Jenderal Nasution berhasil melarikan diri. Namun, dirinya harus mengorbankan nyawa untuk melindungi Jenderal Nasution.

9. A.I.P. II (Anumerta) K. S. Tubun

Karel Satsuit Tubun dilahirkan di Tual, Maluku Tenggara pada 14 Oktober 1928.
Dia tewas pada usia 37 tahun.

Ketika meletus pemberontakan G-30-S PKI, dia termasuk salah seorang korban keganasan pemberontakan tersebut.

K. S. Tubun waktu itu sedang bertugas sebagai pengawal di kediaman Dr. Y. Leimena yang berdampingan dengan rumah Jenderal A. H. Nasution.

K. S. Tubun melawan dan terjadi pergulatan dan akhirnya ditembak hingga gugur.

10. Kolonel (Anumerta) Sugiyono

Sugiyono lahir pada 12 Agustus 1926 di Desa Gendaran, daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Dia meninggal pada usia 38 tahun.

Pada masa pendudukan Jepang Sugiyono mendapat pendidikan militer pada Pembela Tanah Air (PETA). Kemudian, dia diangkat menjadi Budanco di Wonosari.

Pada 1 Oktober 1965 Sugiyono yang baru saja kembali dari Pekalongan ditangkap di Markas Korem 072 yang telah dikuasai gerombolan PKI.

Dia dibunuh di Kentungan, sebelah Utara Yogyakarta dan jenazahnya ditemukan pada 22 Oktober 1965. Lalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. 

Itulah profil dan usia para Pahlawan Revolusi yang gugur di peristiwa G-30-S PKI. Gugurnya Pahlawan ini, menandai peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober. 

https://www.kompas.com/edu/read/2023/09/29/112331771/usia-pahlawan-revolusi-g-30-s-pki-paling-muda-gugur-umur-26-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke