Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Guru Garda Utama Kurikulum Merdeka

Dalam kurikulum merdeka posisi guru adalah penggerak merdeka belajar. Guru penggerak merdeka belajar dituntut tidak hanya mampu mengajar dan mengelola kegiatan kelas secara efektif, tetapi juga membangun hubungan efektif kepada peserta didik dan komunitas sekolah.

Implementasi Kurikulum Merdeka harus diikuti dengan penyelesaian silang-sengkarut persoalan tentang guru yang masih ada.

Meski upaya meningkatkan profesionalitas guru telah dilakukan dengan pengangkatan guru PPPK, penyelenggaraan PPG Pra Jabatan, PPG Dalam Jabatan, serta program Guru Penggerak, namun Kemendikbud nampaknya masih terjebak pada hiruk-pikuk kebijakan strategis pada ranah hilir.

Kurikulum Merdeka harus diikuti dengan pembenahan kurikulum pendidikan guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Pendidikan Profesi Guru di tingkat perguruan tinggi sehingga menghasilkan profil kompetensi guru yang merdeka.

Profil Guru Merdeka tentu akan menghasilkan Profil Pelajar Pancasila yang merdeka sebagaimana yang dicita-citakan Kurikulum Merdeka.

Sebagaimana dikatakan YB Mangunwijaya, sebaik apapun kurikulum pendidikan (umum) tidak akan berarti apa-apa jika guru sebagai ujung tombak pendidikan dan pengajaran tidak memiliki basis kompetensi yang solid dan memadai, meliputi sikap kritis, kreatif dan inovatif.

Mengutip Agus Suwignyo (dalam Diskusi di DED, 2012), faktor gurulah yang seharusnya dijadikan fokus kebijakan peningkatan mutu pendidikan.

Kurikulum menjabarkan visi dan konsep dasar pendidikan dan karena itu sering dianggap sebagai jantung pengajaran. Namun, sebagai perangkat, kurikulum hanyalah (salah satu) alat untuk mencapai perbaikan pendidikan.

Perubahan kurikulum, kendati niscaya kapanpun dan sesering apapun, hanya akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan jika faktor-faktor lain yang lebih krusial telah mendukung upaya itu.

Dalam konteks ini guru memegang posisi kunci reformasi pendidikan—selain faktor dana, visi pendidikan dan skema luas hubungan pendidikan dengan pembangunan bidang ekonomi, politik dan kebudayaan.

Menurut filsuf dan ahli pendidikan N. Driyarkara, tugas guru adalah mendidik manusia muda menjadi manusia dewasa dan susila. Itu berarti hominisasi dan humanisasi.

Intisari mendidik terjadi bila aktivitas yang bersifat pendidikan dilihat sebagai objek dan realitas. Maka, gambaran dasar atau ide dasar dari intisari pendidikan (atau setiap perbuatan mendidik) adalah pemanusiaan manusia muda.

Pendidikan atau perbuatan mendidik disebut perbuatan fundamental yang mengubah, menentukan, dan membentuk hidup manusia.

Driyarkara mengidentifikasi dua tipe guru: pertama, guru yang kebetulan dan, kedua, guru yang betul-betul.

Guru yang kebetulan adalah mereka yang tidak memperoleh pendidikan atau persiapan menjadi guru, tetapi karena suatu alasan menjalankan peran/fungsi sebagai guru.

Guru yang betul-betul adalah mereka yang mengemban peran/fungsi sebagai guru setelah melalui persiapan memadai untuk peran, tugas dan fungsinya itu.

Dengan identifikasi kedua tipe guru, hendak ditegaskan bahwa pendidikan guru merupakan proses penting bagi menjadinya seseorang, guru.

Meskipun demikian, proses pendidikan hanya menyangkut sisi formal dari upaya persiapan seseorang menjadi guru dan tidak menjamin bahwa melalui pelatihan dan pendidikan, seorang calon guru akan menjadi guru betul-betul.

Artinya, ada aspek selain pendidikan dan pelatihan yang krusial dalam proses menjadinya seseorang, guru. Aspek itu adalah motivasi.

Guru yang kebetulan menjadi guru tidak akan pernah menjadi guru yang betul-betul. Ungkapan bernada sinis ini tentu tidak dimaksudkan sebagai apa adanya. Yang hendak ditunjuk adalah aspek motivasi yang menjiwai laku profesi sebagai guru.

Seseorang yang secara formal menjalani profesi guru—kendatipun awalnya ia menjadi guru secara serba kebetulan belaka, misalnya karena tidak mampu memilih profesi atau bidang pekerjaan lain—diharapkan telah memiliki landasan motivasi (atau “jiwa”) yang kokoh dalam menerima profesinya bukan sekadar sebagai pekerjaan, tetapi sebagai panggilan hidup.

Ia menjalani profesi guru tidak dengan sikap dan cara pandang “apa adanya”, business as usual, tetapi dengan nyala api semangat yang menginspirasi kebaikan bagi murid-murid dan orang lain.

Guru Merdeka sebagai garda utama

Hadirnya kurikulum baru selalu menuntut peran guru sebagai garda utama perubahan untuk lebih dahulu mengubah mindset dan meningkatkan kompetensinya agar sesuai dengan tuntutan operasional kurikulum baru.

Melanjutnya dua tipe guru menurut Driyarkara, Rhenald Kasali mengategorikan bahwa saat ini ada dua jenis guru yang kita kenal, yaitu “Guru Kurikulum” dan “Guru Inspiratif."

Guru kurikulum sangat patuh pada kurikulum dan merasa berdosa bila tidak bisa mentransfer semua isi buku yang ditugaskan. Ia mengajarkan sesuatu yang standar (habitual thinking) dan jumlahnya sekitar 99 persen.

Sedangkan guru inspiratif jumlahnya kurang dari satu persen. Ia bukan guru yang mengejar kurikulum, tetapi mengajak murid-muridnya berfikir kreatif (maximum thinking).

Ia mengajak murid-muridnya melihat sesuatu dari luar (thinking out of box) mengubahnya di dalam lalu membawa kembali keluar, ke masyarakat luas.

Guru kurikulum melahirkan manajer-manajer handal, guru inspiratif melahirkan pemimpin baru yang berani menghancurkan aneka kebiasaan lama.

Kurikulum Merdeka lebih banyak membutuhkan guru inspiratif. Guru yang mengajar secara kaku dan hanya berpatokan pada kurikulum dan tidak kreatif tentu saja dapat menyebabkan situasi belajar menjadi membosankan dan siswa tidak berkembang.

Guru inspiratif akan melahirkan anak-anak yang imajinatif dan kreatif.

Tujuan utama kurikulum baru ini adalah membentuk profil Pelajar Pancasila yang memiliki 6 dimensi: beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan beraklak mulia, mandiri, bernalar kritis, gotong royong, berkhebinekaan global, dan kreatif.

Tentu profil pelajar Pancasila harus didahului dengan pembentukan profil guru Pancasila. Untuk itu langkah pertama yang dilakukan pemerintah adalah menyiapkan para guru. Baru kemudiaan yang lain-lain, termasuk kurikulum baru, kurikulum merdeka ini.

Mampukah guru Indonesia saat ini menjadi pembelajar mandiri sepanjang hayat? Mampukah para guru belajar secara mandiri melalui Platform Merdeka Mengajar? Atau lewat webinar, narasumber praktik dan komunitas belajar?

Pertanyaan ini harus dijawab dulu oleh pemerintah dan dibuktikan keberhasilannya. Jadi menurut hemat penulis, kurikulum merdeka belum bisa mengubah apa-apa jika guru tidak digarap terlebih dahulu dan dipastikan bahwa guru sungguh memahami substansi kurikulum baru.

Pendidikan di Indonesia selalu menjadikan kurikulum sebagai tolok ukur berhasil atau tidaknya sistem pengajaran.

Padahal, kurikulum hanyalah benda mati, sehingga perubahan kurikulum bukanlah solusi dalam menyelesaikan masalah pendidikan. Kapasitas dan kemampuan guru adalah hal yang harus terus diperbaharui setiap detik.

Jika guru tidak memiliki kebaruan ilmu sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman, maka pendidikan tidak akan mengalami perkembangan. Selamat Hari Pendidikan Nasional 2023.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/05/05/165831471/guru-garda-utama-kurikulum-merdeka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke