Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

70 Persen Air Minum Indonesia Tercemar Tinja? Pakar Unair: Cermati Sumber Air

KOMPAS.com - Studi baru United Nations Children's Fund (Unicef) pada Februari 2022 menyebut, hampir 70 persen dari 20.000 sumber air minum rumah tangga yang diuji di Indonesia tercemar limbah tinja dan turut menyebabkan penyebaran penyakit diare.

Perwakilan Sementara Unicef, Robert Gass mengatakan ada begitu banyak anak yang tinggal di daerah-daerah terdampak sanitasi tidak aman dan hal ini mengancam setiap aspek pertumbuhan mereka.

"Sanitasi yang aman bisa mengubah kehidupan anak-anak dan membuka kesempatan untuk mereka mewujudkan potensi dirinya," ujarnya dilansir dari laman Unicef.org.

Melalui kampanye, Unicef menyerukan kepada rumah-rumah tangga Indonesia untuk memasang, memeriksa, atau mengganti tangki septiknya serta rutin menguras tangki minimal satu kali setiap tiga hingga lima tahun.

Tiga jenis sumber air minum

Profesor bidang kesehatan lingkungan Universitas Airlanga (Unair), Prof Ririh Yudhastuti menerangkan, setidaknya ada tiga jenis sumber air minum yakni air kemasan, air isi ulang, serta air sumur.

Bila menggunakan air sumur, Prof Ririh menerangkan bahwa semakin dalam sumur maka akan semakin terbebas dari kontaminasi tinja.

“Tinja manusia, hewan, ataupun yang lainnya,” katanya dilansir dari laman Unair.

Kemudian untuk air kemasan bermerk, Prof Ririh menerangkan bahwa usaha air kemasan bermerk berada di tingkat industri. Sehingga ada standar yang harus dipenuhi yaitu Hazard analysis and critical control points (HACCP).

HACCP adalah bentuk penjamin mutu yang sistematis untuk mengidentifikasi bahaya sekaligus bahan yang terkandung dalam suatu produk.

“Dan biasanya digunakan untuk controlling bahwa industri air minum ini sudah melewati HACCP ini. Oleh karena itu salah satu standar HACCP harus mencantumkan tanggal kadaluarsa,” ucapnya.

Sedangkan untuk air isi ulang, Prof Ririh menerangkan bahwa umumnya depo dilakukan inspeksi oleh dinas kesehatan melalui Puskesmas dua kali dalam setahun.

Hal itu dilakukan agar penjamah tidak terkena penyakit menular seperti tipes dan TBC. Selain itu juga memastikan tidak ada penularan melalui air atau makanan (food borne diseases).

Bila mengonsumsi air isi ulang, Prof Ririh menyarankan untuk melihat sarana dan prasarana depo. Memeriksa kebersihan dan kehigienisan pencucian galon.

“Walaupun pencucian mereka sudah menawarkan macam-macam seperti ozon atau yang lainnya. Tapi kalau pencucian mereka tidak bersih akan membawa air yang tidak bersih,” katanya.

Terakhir, peran depo air isi ulang hendaknya melaporkan kepada pihak Puskesmas atau dinas kesehatan jika ada sesuatu yang diragukan.

Sebagai konsumen, kata dia, jika masih ragu dengan air isi ulang tersebut, sebaiknya merebus air itu selama satu menit dalam suhu 100 derajat celcius agar bersih terhadap mikroorganisme.

Ia pun menyarankan masyarakat untuk memilih air minum yang secara organoleptik bebas warna, bau dan rasa.

Untuk air panas, simpan pada wadah kaca, keramik atau stainless steel, akan lebih baik.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/11/01/152137971/70-persen-air-minum-indonesia-tercemar-tinja-pakar-unair-cermati-sumber-air

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke