Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pakar Politik UGM: Pemilu Ditunda Membuat Kemunduran Demokrasi

KOMPAS.com - Usulan menunda pelaksanaan Pemilu 2024 oleh para elit dan kalangan partai politik menuai protes sejumlah pihak.

Apapun alasan yang disampaikan elit dan kalangan partai dinilai tidak masuk akal.

Pengamat Politik dan Pemilu UGM, Wawan Mas'udi menilai usulan menunda pelaksanaan pemilu tidak masuk akal dan kontra produktif terhadap perkembangan dan sistem demokrasi yang telah dibangun selama ini.

Pemilu dan sirkulasi kekuasaan yang bersifat rutin sesungguhnya menjadi momentum rakyat atau masyarakat sebagai pemilik kedaulatan dalam sistem demokrasi untuk melakukan koreksi.

"Pemilu itu alat mengontrol jalannya pemerintahan, baik di eksekutif maupun legislatif. Artinya pemilu yang rutin itu merupakan fondasi bagi demokrasi elektoral yang kita punya, kalau fondasinya saja di persoalkan maka perkembangan demokrasi kita jelas akan mengarah pada kemunduran," kata dia melansir laman UGM, Senin (7/3/2022).

Menurut Wawan, harus dipahami bahwa pemilu dan pergantian kekuasaan yang bersifat rutin itu merupakan ukuran paling dasar sehingga jangan sampai diganggu.

Jika diganggu tentu akan membuat kemunduran. Itu terbukti selama 20 tahun lebih berjalan pemilu bisa berlangsung secara rutin dan masyarakat menaruh kepercayaan yang besar untuk sistem yang dibangun.

"Meski harus diakui pula setiap kali pelaksanaan pemilu selalu ada konflik, tapi selalu bisa diatasi. Artinya ada proses pendewasaan politik yang berlangsung pada level masyarakat, dan ini berarti pula perkembangan demokrasi di Indonesia sangat bagus," tegas dia.

Belum pernah terjadi pemilu ditunda

Dia menuturkan dalam sejarah politik Indonesia pasca demokrasi belum pernah ada penundaan pelaksanaan pemilu, karena memang tidak ada situasi yang memaksa untuk menunda.

Hanya saja situasi pandemi Covid-19 sempat menunda jadwal untuk pemilu lokal (pilkada).

Meski begitu, sambung dia, tetap harus diingat kalau menunda pemilu lokal (pilkada) ada mekanisme penunjukan pejabat pelaksana (Plt), dan lain-lain.

Sementara pemilu lokal untuk memilih kepala daerah ini berbeda dengan pemilu yang bersifat umum atau nasional.

"Dan kita tahu hampir semua negara ketika pandemi menghebat banyak yang menjadwal ulang. Kalau kemudian pemilu 2024 ditunda dengan alasan yang tidak jelas bisa berbahaya, bisa-bisa masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap sistem demokrasi yang telah terbangun," tutur Dekan Fisipol UGM.

Wawan berpendapat menunda pelaksanaan pemilu merupakan proses yang berat.

Apalagi dalam konteks Indonesia, di mana UUD 1945 mengamanatkan 5 tahun sekali harus dilakukan pemilu.

Dengan menunda berarti harus ada perubahan pada konstitusi. Dan untuk merubah konstitusi tidak semudah yang dibayangkan.

Bisa saja pemilu ditunda jika ditemukan alasan yang memaksa.

Misalnya, Indonesia mengalami situasi krisis atau sedang menghadapi pandemi Covid-19.

"Kita kan tidak sedang dalam situasi krisis. Betul kita sedang menghadapi pandemi, betul bangsa sedang struggle menghadapi banyak hal, tapi tidak sedang dalam krisis. Pandemi memang masih ada, tetapi sudah bisa kita kelola, sehingga alasan penundaan itu menjadi susah pondasinya untuk saat ini," ungkap dia.

Apalagi masyarakat selama dua tahun pandemi cukup mendapat edukasi dan sudah bisa berinvestasi dalam cara hidup yang baru.

Masyarakat dinilai sudah resilien terhadap pandemi Covid-19, bahkan cakupan vaksin sudah cukup tinggi.

Wawan menilai masyarakat nampaknya siap untuk perhelatan Pemilu 2024.

Pilkada langsung yang seharusnya dilaksanakan 2019 jadi diundur di 2020, itu karena pandemi menjadi cukup modal dalam pengalaman tersebut.

"Meski ditunda dan masih pandemi, pilkada yang berlangsung cukup menarik, karena tingkat partisipasinya cukup tinggi dan tidak terbukti ada penyebaran atau menjadi klaster. Kita harus hargai pengalaman itu dan masyarakat cukup kuat terhadap situasi-situasi semacam itu," ujar dia.

Kalaupun sejumlah elit dan partai politik masih terus ngotot menunda, kata Wawan, melanggengkan kekuasaan dinilai sebagai motif kuat dibalik keinginan tersebut.

Mereka ingin melanggengkan kekuasaan yang dimiliki saat ini, tanpa harus repot-repot mempersiapkan pemilu.

Bahkan hal ini pun menimbulkan kecurigaan soal ketidaksiapan partai politik untuk bertarung dalam pemilu.

Terutama para elite politik yang mengusulkan, karena mereka tidak siap dan tidak mampu meyakinkan pada publik sehingga survei elektabilitasnya tidak terdongkrak.

"Dengan ditunda kan akan panjang posisi dan kekuasaan mereka, baik itu di parlemen atau dimanapun. Jadi lebih kesitu, motif-motif lain saya kira susah untuk dicari. Kita tahu situasi pandemi menjadi kita struggle, tetapi kita kan tidak sedang dalam situasi krisis, tidak ada krisis politik dan tidak ada krisis ekonomi," ucap dia.

Oleh karena itu, dia menyarankan partai politik yang memiliki fungsi agregasi dengan segala artikulasi kepentingan, justru menjadi momentum untuk mempersiapkan diri dan menunjukkan kinerja terbaik di depan publik.

Bagaimana seharusnya mereka bisa berkontribusi lewat anggotanya di DPR, melalui kepala daerah (kader) untuk membuktikan diri kepada masyarakat, bahwa mereka bisa mengatasi dan bisa membantu bangsa ini keluar dari pandemi Covid-19.

"Justru bagi partai politik saat ini mempersiapkan diri untuk proses pemilu, kan di jadwal tahun 2024. Masih dua tahun masih bisa mempersiapkan kesitu, mempersiapkan kader guna mempersiapkan program kampanye yang baik, melakukan edukasi pada masyarakat tentang bagaimana pemilu bisa dilakukan," sebut dia.

Wawan menegaskan, bagi partai politik waktu dua tahun menjadi momentum yang bagus untuk mempersiapkan diri.

Partai diharapkan harus bersiap untuk pemilu kedepan dan sudah semestinya berpikir kesana.

Penundaan pemilu tidak bisa dilakukan

Sekali lagi penundaan ini, menurut dia, tidak bisa dilakukan oleh elite, tetapi menjadi diskursus publik.

Situasi ini dipastikan akan ramai dan kalau dilakukan justru akan melahirkan kegaduhan politik baru yang justru kontraproduktif terhadap perkembangan demokrasi.

Wawan meyakini jika isu ini terus dibawa akan memunculkan perdebatan publik yang sangat luas.

Banyak elemen-elemen masyarakat, tokoh akademisi, masyarakat sipil, kekuatan-kekuatan masyarakat diluar parlemen, elite politik yang tentunya akan memberikan perspektif yang mencerahkan mengapa demokrasi perlu dijaga dengan cara pemilu.

"Saya kira perdebatannya kesitu. Akan banyak perdebatan, saya yakin masyarakat kita kalangan civil society dan para akademisi akan sepenuhnya setuju. Bahkan akan tidak setuju dengan penundaan pemilu ini, karena diyakini pandangannya akan cenderung sama penundaan pemilu tanpa ada alasan yang sangat mendesak itu, hanya akan menjadi pintu masuk bagi kemunduran demokrasi yang kita punya," tukas dia.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/03/07/204758871/pakar-politik-ugm-pemilu-ditunda-membuat-kemunduran-demokrasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke