Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lulusan Vokasi Diajak Bangun Sociopreneur untuk Beri Dampak ke Masyarakat

KOMPAS.com - Insan vokasi diajak menjadi pemecah masalah atau problem solver dari permasalahan yang muncul di tengah masyarakat dengan menjadi socioprenuer atau wirausahawan berbasis sosial.

Peran penting sociopreneur ini mengemuka dalam webinar yang digelar Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI) Kemendikbud Ristek bertajuk "Muda, Berkarya, dan Bermanfaat: Peluang Sivitas Vokasi dalam Sociopreneurship".

Acara yang digelar pada Kamis, 4 November 2021 ini menghadirkan beberapa pembicara utama, yakni Para pembicara dalam webinar ini adalah Putri Agustina (Co-Founder IDVolunteering), Fathir Ibnu (Owner Nakamse), Sidik Permana (CEO Digital Desa), dan Alia Noor Anoviar (Founder Dreamdelion dan Career Class).

Konsep sociopreneurship sendiri menggabungkan konsep bisnis dengan isu sosial.

Dengan banyaknya inspirasi sociopreneur muda sukses diharapkan semakin banyak lulusan pendidikan vokasi berminat menjadi wirausaha sekaligus mampu menyelesaikan permasalahan sosial melalui keilmuan, keterampilan, serta kompetensi yang didapat selama menempuh studi.

Berangkat dari permasalahan sekitar

Satu dari sekian contoh sociopreneurship adalah Digital Desa, platform yang membantu desa melakukan transformasi digital.

Dibangun sejak 2019, saat ini Digital Desa memiliki pengguna aktif sebanyak 429 desa terdaftar, 78 kabupaten, dan 6.598 pengguna aplikasi. Hampir semua pendiri Digital Desa memang berasal dari desa.

Permasalahan-permasalahan di desa mereka dapat bukan dari studi kasus yang dilakukan pihak lain, melainkan berdasarkan pengalaman anggota tim dalam kesehariannya, terutama dalam mendapatkan akses pelayanan publik.

Digital Desa melihat digitalisasi adalah cara yang paling efisien dan sangat mudah diakses oleh masyarakat desa.

“Digides hari ini berkutat di digitalisasi desa karena potensi yang ada adalah hampir 100 juta penduduk di desa punya literasi digital yang kurang, pelayanan publik banyak yang harus dibenahi,” ujar CEO Digital Desa Sidik Permana.

Sidik menuturkan desa memiliki permasalahan dalam mengakses internet. Berdasarkan pengalamannya terjun ke desa, Sidik sering melihat warga desa harus mengakses internet di daerah-daerah yang rawan seperti jurang.

Warga di desa, walaupun tidak ada internet, tapi punya smartphone. Kita harus bantu perbaiki konten dan akses, desa akan mengeluarkan potensi-potensi yang sebelumnya tidak ada,” tutur Sidik.

Tidak sekadar mencari untung

Dalam webinar juga mengemuka, kewirausahaan tidak sekadar mencari untung, tapi bisa menjawab permasalahan di masyarakat.

Putri Agustina, Co-Founder IDVolunteering menyampaikan, untuk menemukan ide di bidang siciopreneurship, maka lulusan vokasi harus memiliki empati terhadap masyarakat dan mewujudkan empatinya.

“Kita masuk ke masyarakat. Dari situ kita bisa dapat ide untuk membuat usaha sosial,” kata Putri.

Dalam membangun sociopreneurship, insan vokasi juga diajak memiliki karakter pantang menyerah karena akan menghadapi banyak tantangan.

Alia Noor Anoviar menuturkan saat membangun Dreamdelion, yayasan yang bergerak dalam bidang program pemberdayaan masyarakat, dia bisa saja menyerah jika mengikuti egonya. Selain pantang menyerah, insan vokasi juga harus memiliki karakter sabar.

Menurut Alia kadang ada pihak yang perlu dibantu, tapi tidak mau dibantu.

“Buat kami, sangat menantang untuk bisa masuk ke masyarakat di satu tahun pertama. Mereka akan bertanya banyak hal. Apalagi kita mengawali Dreamdelion saat kami masih mahasiswa, mereka jadi mempertanyakan kami. Kita harus sabar terhadap bagaimana orang memandang kita,” tutur Alia.

“Ketiga, kita harus kreatif dan supel. Ketika kita membangun program utk masyarakat hal yang terpenting adalah bisa melibatkan semua stakeholder agar mau bekerja sama dengan kita,” sambung Alia.

Wirausaha solusi persoalan pengangguran

Hasil survei nasional yang dilakukan Direktorat Mitras DUDI terhadap perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi (PTPPV) tahun 2021 menyatakan mahasiswa tahun pertama dan mahasiswa tahun terakhir memiliki persepsi kampus mereka belum banyak menyediakan berbagai aktivitas kewirausahaan.

Sedangkan dilihat dari minat berwirausaha, mahasiswa tahun pertama dan terakhir memiliki minat yang sama untuk menjadi seorang wirausahawan. Artinya, tidak ada peningkatan minat pada mahasiswa tingkat terakhir.

Aktivitas kewirausahaan yang menjadi faktor penting dalam mendorong minat mahasiswa tahun terakhir untuk berwirausaha masih minim dilakukan oleh PTPPV.

Terkait hal tersebut, dibutuhkan program yang dapat menguatkan ekosistem kewirausahaan di PTPPV, sehingga mampu meningkatkan keahlian dan kesiapan mahasiswa, serta mendorong minat mahasiswa dalam berwirausaha.

Kewirausahaan diharapkan mampu menjadi satu dari sekian solusi untuk mengatasi persoalan tenaga kerja di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pengangguran terdidik di Indonesia pada Agustus tahun 2020 tercatat 6,27 juta jiwa atau 64,24 persen dari jumlah pengangguran. Angka tersebut melonjak drastis hingga 34,16 persen dibandingkan Agustus tahun 2019.

Pengangguran lulusan perguruan tinggi tingkat diploma meningkat sebesar 8,5 persen, sedangkan sarjana meningkat tajam sebesar 25 persen.

Lulusan vokasi ciptakan lapangan kerja

Angka tersebut perlu menjadi perhatian karena berpotensi meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia, ditambah lagi dengan adanya pandemi Covid-19 yang menimbulkan dampak ekonomi, sosial, dan budaya.

Pendidikan tinggi vokasi sebagai pencetak lulusan siap kerja perlu membekali mahasiswanya dengan kemampuan wirausaha.

Dengan begitu, setelah lulus dan memasuki dunia kerja, lulusan vokasi memiliki beragam pilihan dalam berkarier dan mengaplikasikan ilmunya, baik itu dengan terserap di industri maupun menjadi wirausahawan yang mampu membuka lapangan kerja bagi orang-orang di sekitarnya.

Owner Nakamse Fathir Ibnu menceritakan bagaimana dirinya menjadi wirausahawan sejak lulus dari Sekolah Vokasi Universitas Brawijaya. Saat itu Fathir, yang sempat bekerja di beberapa instansi, melihat bisnis nasi kotak memiliki potensi di Malang, Jawa Timur karena belum ada yang mengusahakan itu.

Saat ini Nakamse sudah berbasis kemitraan dan sudah tersedia di Bali, Surabaya, dan Malang.

“Ternyata bisnis F&B yang paling dilirik oleh investor karena bentuk fisik retailnya terlihat sehingga pengembangan bisnis sekarang menjadi lebih mudah,” ujar Fathir.

Fathir memiliki latar belakang ilmu manajemen informasi bisnis multimedia di sekolah vokasi. Awalnya dia tidak memiliki rencana berbisnis selepas bangku kuliah, namun rencananya kemudian berubah.

Di bangku kuliah Fathir mendapatkan materi perkuliah kewirausahaan dan menuntut dia menjalankan proyek bsinis.

“Dari situ aku memilih di jalur bisnis. Awalnya masuk jurusan ini karena sudah jalur terakhir daripada tidak kuliah. Aku coba kuliah di vokasi dan tidak menyesal. Banyak dosen yang sampai sekarang membantu jalannya bisnis saya. Link di vokasi bagus,” tutur Fathir. 

https://www.kompas.com/edu/read/2021/11/05/173309571/lulusan-vokasi-diajak-bangun-sociopreneur-untuk-beri-dampak-ke-masyarakat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke