Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Haruskah Sentralisasi menjadi Pilihan dalam Tata Kelola Organisasi?

DALAM praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara memang diperlukan suatu sistem tertentu untuk mengatur sekaligus mengakomodasi berbagai kepentingan ekonomi, sosial, dan politik.

Sentralisasi adalah salah satu sistem yang banyak diterapkan di banyak negara untuk menjalankan roda pemerintahan, istilah ini berasal dari bahasa Inggris centre yang memiliki arti pusat atau tengah.

Dalam struktur organisasi yang menerapkan sistem ini, kewenangan sepenuhnya dipegang oleh segelintir elite atau manager yang berada dalam posisi yang paling tinggi dan penting.

B.H. Marbun dalam Kamus Politik mengatakan bahwa dalam sentralisasi pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik dilakukan secara terpusat. Dengan kata lain, segala bentuk kewenangan sangat tergantung kepada pemerintah pusat.

Sementara itu, desentralisasi merupakan kebalikan dari sentralisasi. Sistem ini merujuk pada pengalihan atau penyerahan tanggung jawab dan kewenangan untuk pengelolaan sumber daya dari pusat ke pemerintah daerah.

Desentralisasi merupakan respons dari gagalnya sistem pemerintahan yang sentralistik dalam memberikan solusi-solusi untuk daerah dengan beragam lokalitasnya.

Dalam konteks Indonesia sentralisasi atau pemerintahan yang sentralistik berjaya di era Orde Baru sebelum munculnya otonomi daerah.

Sistem ini pun banyak menimbulkan ketidakpuasan terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam yang tidak merata serta kurang sensitivitas negara terhadap karakteristik antardaerah yang berbeda-beda.

Keunggulan dan kelemahan 

Semua sistem memang selalu memiliki keunggulan dan juga kelemahannya masing-masing, sama halnya dengan sentralisasi yang memiliki dua sisi mata uang, baik dan buruk.

Dalam artikel yang berjudul Dinamika Sentralisasi dan Desentralisasi di Indonesia Nuradhawati (2019) menjelaskan bahwa sentralisasi memiliki beberapa keunggulan antara lain;

1. Organisasi yang lebih ramping dan efisien.
2. Perencanaan dan pengembangan organisasi yang integratif.
3. Pengelohan sumber daya yang lebih efisien.
4. Kepemilikan aset secara bersama.
5. Koordinasi yang lebih terarah.
6. Pemusatan pakar atau keahlian yang dimiliki anggota secara maksimal.

Namun di sisi lain, sistem ini juga memiliki beberapa kelemahan seperti;

1. Kualitas pengambilan keputusan sangat dipertanyakan karena dianggap kerap mengesampingkan faktor-faktor penting.

2. Pengembangan potensi anggota yang berjalan sangat lambat karena tidak adanya wahana untuk memotivasi diri dan dominasi pimpinan yang terlalu tinggi.

3. Respons terhadap perubahan juga cenderung berjalan lambat karena keputusan sangat bergantung pada respons segelintir elite yang memegang kekuasaan.

4. Sistem pengelolaan organisasi akan berjalan semakin rumit dan ini akan berpotensi menimbulkan masalah di level bawah.

5. Efektivitas pengambilan keputusan menjadi sangat diragukan. Alih-alih mempertimbangkan secara mendalam berdasarkan kebutuhan di level bawah yang berbeda-beda, keputusan kerap diambil dengan merujuk pada perspektif organisasi secara keseluruhan.

6. Dominasi pemerintah pusat yang begitu kuat cenderung melemahkan demokrasi.

Dampak 

Sentralisasi juga memiliki kelebihan dan kelemahan di sektor-sekor krusial. Di sektor ekonomi, sistem ini menjanjikan perekonomian yang lebih terarah dan terpusat.

Namun di sisi lain daerah terkesan hanya dijadikan "sapi perah" yang harus membayar "upeti" ke pemerintah dan tidak diberikan ruang untuk mengatur perekonomian mereka secara mandiri.

Di sektor sosial-budaya, sentralisasi berpotensi mempersatukan perbedaan budaya dan menekan dominasi budaya tertentu. Akan tetapi, di satu sisi pemerintah pusat justru akan menjadi sangat dominan.

Hal ini akan menyebabkan lunturnya keunikan budaya dan menghalangi masyarakat daerah untuk membangun lokalitasnya.

Dalam aspek keamanan dan politik, sistem ini memang menjamin keamanan di level daerah karena pemerintah pusat akan turun langsung dalam menangani segala bentuk konflik yang berpotensi mengganggu stabilitas politik suatu wilayah. Dalam hal ini daerah secara penuh menyerahkan penyelesaiannya kepada pemerintah pusat.

Namun, dampak negatifnya adalah daerah cenderung bersifat pasif dan kehilangan daya karena mereka sangat bergantung dengan keputusan atau kebijakan dari pemerintah pusat.

Bukan hanya itu saja, keputusan yang diberikan pun cenderung berjalan lambat dan hal ini juga berpotensi menghambat realisasi dari suatu keputusan yang diambil.

Sentralisasi di level perguruan tinggi

Sentralisasi juga bisa menjadi isu yang cukup menarik di ranah pendidikan. Di level perguruan tinggi isu ini pun kerap dijadikan tolok ukur untuk melihat hubungan antara universitas dan fakultas, khususnya dalam hal tata kelola atau manajemen kampus.

Pertanyaan kritisnya terletak pada kemampuan rektorat sebagai manajer pusat menangani kelebihan beban untuk mengelola sistem manajemen kampus. Hal ini menjadi sangat penting karena berelasi dengan siklus hidup suatu perguruan tinggi.

Dalam hal sumber daya manusia, komitmen dan pendapatan SDM pengajar berhubungan erat dengan sentralisasi-desentralisasi.

Apabila sektor finansial dikelola secara buruk hal ini akan berpengaruh pada loyalitas dosen, dan bukan tidak mungkin integritas mereka sebagai akademisi akan menurun dan abai akan tugas akademiknya.

Selain itu, sistem ini juga akan membuat mereka menjadi subjek yang apatis dan kurang inovatif karena merasa tidak memiliki wadah untuk mengembangkan potensi diri sehingga mereka juga cenderung mencari peluang kerja di luar organisasi karena alasan finansial.

Secara potensial, sentralisasi manajemen keuangan perguruan tinggi juga akan menimbulkan dampak buruk karena kebijakan satu pintu yang dikendalikan secara kuat oleh manajemen universitas akan menimbulkan penggunaan anggaran yang kurang fleksibel.

Hal ini karena kebutuhan masing-masing fakultas tidak sama dan pusat cenderung memukul rata anggaran.

Tidak hanya itu, pendanaan untuk kebutuhan fakultas akan memakan proses yang lama karena harus melalui screening pusat yang menggunakan perspektif umu. Hal ini juga akan berdampak pada berjalan lambatnya kegiatan-kegiatan krusial.

Isu perebutan kekuasaan di perguruan tinggi

Secara garis besar, isu sentralisasi-desentralisasi memang sulit dipisahkan dari persoalan perebutan kekuasaan karena isu ini memang berkaitan dengan sumber daya.

Di satu sisi karakteristik tiap universitas, baik yang sudah mapan atau sedang berkembang, berbeda-beda sehingga dibutuhkan kajian yang dalam dan terbuka untuk mengambil kebijakan sentralisasi atau desentralisasi.

Suatu sistem apa pun yang digunakan dalam tata kelola suatu organisasi akan berjalan baik apabila dalam implementasinya berimbang (tidak ada dominasi yang terlalu kuat), memiliki transparansi yang dapat dipertanggungjawabkan, dan aturan main yang jelas.

Selain itu, tata kelola organisasi di perguruan tinggi juga perlu mengutamakan kompetensi dan kualitas yang baik untuk mengisi posisi pimpinan dan manajerial.

Jika komponen ini diabaikan hanya karena kepentingan segelintir elite penguasa, keberlangsungan dan masa depan suatu institusi akan dipertaruhkan.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/08/19/060956071/haruskah-sentralisasi-menjadi-pilihan-dalam-tata-kelola-organisasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke