Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sinetron Zahra, Pakar Unair: Tidak Ada Edukasi yang Baik

KOMPAS.com - Belum lama ini, media sosial dihebohkan dengan Sinetron Zahra. Karena, sinetron itu banyak menuai kontroversi di masyarakat tentang nikah muda yang seolah menjadi pembenaran untuk menikah dengan anak di bawah umur.

Terkait hal itu langsung ditanggapi oleh Dosen Unair sekaligus Ketua Umum BKKKS Jawa Timur Pinky.

Menurut dia, media atau sinetron di Indonesia cenderung mengutamakan tontonan, namun kurang tuntunan.

"Padahal kita tahu, di luar negeri sekalipun setiap kali ada tontonan selalu ada semacam pemberitahuan terkait pesan edukasi yang ingin disampaikan," ucap dia melansir laman Unair, Senin (14/6/2021).

Dia mengaku, sinetron Indonesia juga minim akan kontrol, termasuk dari segi regulasinya.

"Jadi betul-betul bebas, kebebasan yang tanpa batas, di mana memaknai kapitalisme di dalam informasi komunikasi itu sedemikian rupa seolah-olah tanpa batasan, tanpa panduan, sehingga yang paling dirugikan adalah konsumen," jelas dia.

Dia menegaskan, sudah waktunya pendidikan karakter itu menjadi hal yang utama dan media harus dikontrol sedemikan rupa, agar tidak menjadi penyebar dari perilaku-perilaku yang tidak beretika.

Dalam sinetron Zahra, sebut dia, masyarakat juga banyak mempersoalkan terkait usia Zahra di dunia nyata, yakni masih 14 tahun, tapi sudah berperan sebagai seorang istri.

Padahal, undang-undang di Indonesia sudah mengatur mengenai batas minimal usia pernikahan.

Dalam UU No. 16 Tahun 2019, telah disebutkan bahwa batas minimal usia menikah yakni 19 tahun.

Hal itu merupakan hasil revisi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang memperbolehkan menikah sejak usia 16 tahun.

Dia mengungkapkan adanya revisi undang-undang perkawinan telah menempuh jalan yang panjang.

Sebagian pihak yang kontra mengemukakan dengan alasan menghindari perzinahan. Seperti yang terdapat dalam tayangan sinetron Zahra, bahwa pernikahan anak dirasa merupakan takdir yang harus dijalani.

"Menentang adanya alasan pernikahan usia muda sebagai sebuah takdir merupakan sebuah kekeliruan. Takdir itu kalau sesuatu sudah terjadi," tegas dia.

Cara mencegah pernikahan muda

Demi mencegah pernikahan muda, banyak hal yang bisa dilakukan. Salah satunya, yakni pernikahan di bawah 19 tahun harus memperoleh

Sementara itu dalam pelaksanaan pernikahan usia muda, terdapat banyak hal yang bisa mencegahnya.

Salah satunya, pernikahan di bawah 19 tahun harus mendapat dispensasi dari hakim dan pihak-pihak terkait.

Dia juga menyebutkan, ketika hakim dan pihak terkait tidak menyetujui hal menikah usia muda. Maka pernikahan juga tidak akan terjadi, sehingga bukan merupakan takdir mutlak.

Dia menyebut, pernikahan usia muda memang harus dicegah, karena tidak akan memperoleh banyak manfaat.

"Akan bisa dilihat misalnya kabupaten yang tingkat perkawinan mudanya tinggi, maka di sana akan tinggi gizi buruk, akan tinggi putus sekolah, akan tinggi kasus-kasus perceraian, akan tinggi juga kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," jelas dia.

Belum lagi, lanjut dia, pada saat bicara dampaknya terhadap anak yang dikandung, dilahirkan, stunting maupun gizi buruk. Maka akan menimbulkan banyak dampak negatif.

"Jadi, kalau melihat seperti itu, masihkah kita mengatakan takdir dan tidak bisa mencegah?" tuturnya.

Terkait pasangan yang terlanjur menikah muda, dia berharap hal itu jangan diabaikan. Pasalnya, mereka bisa ikut mengkampanyekan terkait "Stop Perkawinan Anak".

Dia berpesan, agar masyarakat tidak perlu terlalu bergantung kepada sinetron yang tidak baik.

Menurutnya, problematika dalam kehidupan nyata lebih besar daripada sekedar sinetron, seperti yang terjadi di sinetron Zahra.

"Sehingga di satu sisi kita prihatin dengan sinetron, tapi di satu sisi abaikan saja," tukas dia.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/06/14/172306471/sinetron-zahra-pakar-unair-tidak-ada-edukasi-yang-baik

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke