Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Getir dari Guru Kunjung pada Hari Pendidikan Nasional Kita

 

KOMPAS.com - Hari Pendidikan Nasional selalu menjadi pengingat bahwa masih banyak "pekerjaan rumah" yang harus dilakukan dalam pemerataan kesempatan dan kualitas pendidikan, utamanya di tengah wabah pandemi Covid-19.

Iwan Ardie Priyana, guru di SMPN 1 Nagreg dan SMP YP 17 Nagreg Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berbagi kisah pengalamannya kepada Kompas.com, Jumat (1/5/2020), sebagai "guru kunjung" saat mengunjungi beberapa siswanya.

Istilah "guru kunjung" merujuk pada kegiatan yang dilakukan Iwan dan beberapa rekan guru yang berkunjung ke rumah siswa.

"Karena saat ini siswa melaksanakan pembelajaran jarak jauh melalui media HP. Dalam kenyataannya, ada sebagian siswa tidak memiliki HP. Mereka tentu juga harus tetap mendapat perhatian dari guru dan sekolah. Lalu timbullah ide guru kunjung ini," jelas Iwan.

Iwan menjelaskan, "Guru kunjung itu awalnya ide pribadi. Lalu mendapat dukungan penuh dari sekolah. Belakangan dinas pendidikan Kabupaten Bandung menginstruksikan sekolah untuk melaksanakan guru kunjung."

Saat berjumpa dan mengunjungi siswa, ada cerita-cerita yang getir untuk didengar, lanjut Iwan.

"Semua bermuara pada susahnya ekonomi keluarga akibat pendemi Covid-19. Bahkan, kehidupan ekonomi mereka telah terpuruk sebelum adanya wabah tersebut," papar Iwan.

Iwan menyampaikan, cerita yang terkumpul dari teman-teman guru semakin menguatkan perlunya peran guru memberikan motivasi pada para siswa agar tetap bertahan dalam segala keterbatasan.

Siswa dikunjungi adalah siswa tidak memiliki ponsel pintar, sehingga mereka tidak bisa berkomunikasi dengan teman, tidak bisa saling cerita berbagi duka.

"Jadi, kesedihan menjadi milik mereka dan keluarganya," tegas Iwan.

Cerita itu sebagian ditumpahkan orangtua siswa pada saat kunjungan guru.

"Misalnya, ada seorang siswa yang menjadi pemulung malam hari saat teman lainnya asyik nonton sinetron atau main game. Ia tinggal dengan neneknya karena ibunya sudah meninggal dan ayahnya pergi entah ke mana," cerita Iwan,

Pada kisah lain, Iwan menceritakan, ketidakhadiran seorang ayah juga dirasakan salah seorang muridnya akibat perceraian. Tanggung jawab mencari nafkah dibebankan kepada ibu. Untuk itu, ibunya mengerjakan pekerkaan berat, misalnya "muat".

"Muat itu menarik bata merah ke atas truk. Sementara ada beberapa anak yang sepulang sekolah mencari uang jajan dengan cara muat," ujar Iwan mengisahkan hasil kunjungannya.

Ada yang kaca jendela depan rumahnya dibiarkan pecah sebagian, sehingga angin bisa bebas masuk ke dalam rumah berlantai semen yang sudah terkelupas.

"Apa pun kondisinya, mereka tetap harus sekolah. Anak-anak itu tidak meratap-ratap menangisi nasibnya. Mereka adalah anak anak, di balik kesedihan dan kesusahan yang dirasakan orangtuanya, masih sempat tersenyum," lanjutnya.

Kisah yang ditemui Iwan mendorongnya mencari donasi ponsel bekas yang masih layak pakai agar dapat dipinjamkan kepada siswa untuk melaksanakan ujian.

"Ternyata ada yang memberi uangnya, lalu saya belikan HP bekas. HP itu digunakan untuk ujian daring kelas 9 untuk ujian sekolah," cerita Iwan.

Iwan mengharapkan momen Hari Pendidikan Nasional ini dapat menjadi pengingat para guru agar selalu berpihak dan hadir di tengah kesulitan siswa. 

"Harapan saya terkait Hardiknas dan kondisi saat ini." 

Ia melanjutkan, "Getir hidup yang mereka rasakan mereka pendam dalam-dalam. Karena mereka tahu, tidak akan ada yang bisa menolong kecuali dirinya sendiri."

"Semangat ya, Nak!" begitu selalu pesan Iwan kepada siswa yang ia kunjungi.

https://www.kompas.com/edu/read/2020/05/02/171539871/kisah-getir-dari-guru-kunjung-pada-hari-pendidikan-nasional-kita

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke