KOMPAS.com - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan agar lembaga legislatif tidak perlu pindah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Usulan disampaikan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta bersama perwakilan pemerintah, pada 18 Maret 2024.
DPR menginginkan agar Gedung DPR tetap berada di Jakarta dan tidak ikut berpindah ke IKN. Alasannya, untuk menjaga kesinambungan dan kesejahteraan Jakarta sebagai ibu kota.
"Untuk menjaga kesinambungan dan kesejahteraan Jakarta sebagai ibu kota, salah satu aktivitas pemerintah pusat itu harus tetap ada di Jakarta," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi pada 19 Maret 2024, dikutip dari Kompas.com.
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Jamaludin Ghafur mengatakan, secara konstitusional, hanya ada dua lembaga yang secara eksplisit disebutkan harus bertempat dan berkedudukan di IKN.
Pertama, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Berikut bunyi ayat tersebut:
Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Kedua, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tertuang dalam Pasal 23G ayat (1) UUD 1945.
Berikut bunyi ayatnya:
Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota.
"Namun demikian, hal ini tidak berarti serta-merta dapat menjadi alasan bagi DPR untuk memilih berkedudukan di luar ibu kota negara," ujar anggota dewan pakar Pusat Studi Hukum dan Konstitusi Fakultas Hukum UII tersebut.
Sebab, jika merujuk kepada ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945, Jamaludin mengatakan bahwa DPR adalah bagian dari MPR.
“Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang”, tulis aturan tersebut.
Dengan demikian, adanya ketentuan yang mewajibkan MPR untuk bersidang di ibu kota negara, secara mutatis mutandis berlaku juga bagi DPR.