KOMPAS.com - Sunan Ampel memiliki peran yang besar dalam penyebaran ajaran Islam di Jawa, terutama di Jawa Timur.
Sunan Ampel berdakwah dengan pendekatan budaya, sehingga ajaran Islam dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat.
Sunan Ampel juga merupakan salah satu Wali Songo, sembilan tokoh penyebar agama Islam di Nusantara.
Sunan Ampel lahir dengan nama asli Ali Rahmatullah, lalu dikenal sebagai Raden Rahmat. Ia diperkirakan lahir sekitar tahun 1401 di Kerajaan Campa.
Ketika Kerajaan Campa diruntuhkan oleh Raja Vietnam Koci, Raden Rahmat sudah pindah ke Jawa.
Baca juga: Kisah Sunan Giri dan Berdirinya Giri Kedaton
Asal-usul Sunan Ampel salah satunya dibahas dalam jurnal Dakwatuna berjudul "Peranan Sunan Ampel dalam Dakwah Islam dan pembentukan Masyarakat Muslim Nusantara di Ampeldenta" (2019).
Raden Rahmat sempat menimba ilmu agama di kerajaan Pasai, lalu diajak ayahnya berkelana ke Pulau Jawa untuk berdakwah.
Sebelum menetap di Ampeldenta, Surabaya, Raden Rahmat pernah singgah di Palembang, Sumatera Selatan serta memperkenalkan Islam di sana.
Berkat dakwahnya, Raden Rahmat berhasil merangkul Raja Muda Palembang Arya Damar menjadi muslim.
Setelah ayahnya meninggal, Raden Rahmat memutuskan untuk pergi ke Majapahit menghadap Prabu Brawijaya. Ia berniat untuk menjenguk bibinya, Ratu Dwarawati.
Kedatangan Raden Rahmat ke Majapahit diperkirakan sekitar abad ke-15. Dia tinggal selama setahun.
Meski Raja Majapahit menolak menjadi muslim, tetapi Raden Rahmat dibebaskan untuk berdakwah dan menyebarkan ajaran Islam.
Selama di Majapahit, Raden Rahmat menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri anak perempuan Tumenggung Wilatikta.
Dalam perjalanan, dia juga dikabarkan menikah lagi dengan Mas Karimah anak perempuan Ki Wirajaya atau Ki Bang Kuning.
Ada sejumlah versi sejarah mengenai keluarga Raden Rahmat.
Seperti yang ditulis dalam Babad Gresik, Hikayat Hasanudin, sejarah Banten, kitab Tarikh Auliya, sampai Serat Kandaning Ringgil Purwa.
Sunan Ampel sangat berpengaruh di Kerajaan Majapahit karena istrinya berasal dari kalangan istana.
Sementara itu, murid Sunan Ampel sendiri adalah putra Raja Majapahit, Raden Patah.
Kedekatan Sunan Ampel dengan kalangan ningrat membuat penyebaran Islam di daerah Jawa jauh dari hambatan, bahkan didukung oleh kerajaan.
Setelah dari Majapahit, Raden Rahmat memutuskan untuk pergi ke wilayah timur Jawa, tepatnya di Ampeldenta, Surabaya.
Dikutip dari Wali Sanga (2016), selama perjalanan dari Majapahit ke Ampeldenta, Raden Rahmat menyempatkan diri berdakwah kepada penduduk di daerah yang dilaluinya.
Rombongannya Raden Rahmat melewati Desa Krian, Wonokromo.
Baca juga: Maulana Malik Ibrahim, Wali Songo Pertama yang Sebarkan Islam di Jawa
Dakwah pertama yang dilakukannya terbilang unik. Raden Rahmat membuat kipas yang terbuat dari akar dan rotan.
Kipas itu dibagikan secara gratis kepada penduduk, tetapi untuk mendapatkannya mereka harus mengucapkan syahadat.
Penduduk yang menerima kipas itu merasa senang karena percaya bahwa akar pada kipas itu dapat membantu menyembuhkan batuk dan demam.
Raden Rahmat pun mulai berdakwah dan memperkenalkan Islam, dengan disesuaikan tingkat pemahaman penduduk sekitar.
Dakwah terus dilakukan sepanjang perjalanan, sampai memasuki Desa Kembangkuning.
Rombongan itu pun memutuskan untuk membuka lahan hutan, kemudian mengubahnya menjadi tempat sembahyang sederhana.
Tempat sembahyang itu kemudian dibangun lebih besar, kemudian menjadi Masjid Rahmat Kembangkuning.
Sesampainya di Desa Ampeldenta, Raden Rahmat berhasil menjadi penguasa wilayah tersebut.
Berkat reputasinya yang baik serta kemampuan adaptasi yang baik, tak butuh waktu lama bagi Raden Rahmat dijuluki sebagai Sunan Ampel.
Dakwah Sunan Ampel terkenal dengan pendekatan budaya masyarakat setempat.
Dia tidak menghilangkan kebudayaan yang sudah ada, tetapi mengisi dan memadukannya dengan ajaran Islam.
Sekitar abad ke-15, Sunan Ampel mendirikan pusat dakwah Islam yang kemudian dikenal dengan sebutan pesantren.
Ia mengambil pola pendidikan di biara seperti yang dilakukan pendeta atau biksu, namun dilakukan dalam ajaran Islam.
Selain itu, Sunan Ampel mengenalkan ajaran Islam yang tidak memandang pangkat, keturunan, kekayaan, atau kebangsaan seseorang.
Sehingga, pesantrennya dapat diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat.
Baca juga: Mitos dan Fakta, Asal-usul Sunan Kalijaga...
Sebagai pintu gerbang Kerajaan Majapahit, Ampeldenta yang berlokasi dekat sungai dan pelabuhan juga menjadikan pesantren Sunan Ampel dikunjungi banyak orang.
Pendekatan berbasis pendidikan dan persuasi itu pun menjadi mudah diterima oleh masyarakat setempat.
Pesantren yang didirikan Sunan Ampel berkembang pesat dan menjadi sentra pendidikan Islam yang berpengaruh di Jawa.
Materi utama ajaran Islam yang disampaikan oleh Sunan Ampel yakni kalimat basmalah, syahadat, dan makna tauhid.
Dikutip dari Sejarah Islam di Jawa (2020), dalam menyebarkan ajaran, Sunan Ampel menganut mazhab Hanafi, di mana dia menyikapi tradisi dengan kehati-hatian.
Kendati demikian, dia dinilai sangat toleran dengan penganut mazhab lainnya.
Ada lima persoalan mendasar di tengah masyarakat, yang menjadi perhatian Sunan Ampel.
Kelima persoalan itu dia tuangkan dalam lima falsafah perjuangannya menyebarkan ajaran Islam.
Ajaran itu disebut dengan Moh Limo atau Molimo, yang meliputi:
Ajaran itu disebarkan karena Sunan Ampel melihat kebiasaan seperti mabuk, judi, dan zina menjadi akar permasalahan di masyarakat yang perlu diluruskan menurut Islam.
Sunan Ampel menjadi sosok pendakwah ulung. Dia meninggal pada tahun 1478 dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel.
Baca juga: Kekhasan Masjid Agung Demak dan Peran Sunan Kalijaga...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.