Kata Taty, selama melakukan aksinya di Argentina, ibu-ibu Plaza de Mayo harus menghadapi beragam tantangan, seperti berhadapan dengan pasukan keamanan yang siaga dengan senjata dan anjing pemburu.
Baca juga: Makna Payung Hitam dalam Perjuangan Aksi Kamisan...
Di samping itu mereka juga dihadapkan pada stigma yang menuduh mereka sebagai komunis dan ibu teroris.
Namun hal itu tak membuat mereka patah arang. Setiap Kamis siang, ibu-ibu Plaza de Mayo bergandeng tangan mengitari plaza dengan membawa foto anak-anak mereka yang dihilangkan.
Menurutnya, upaya mencari pemenuhan keadilan tidak dapat dilakukan sendiri. Selain itu juga diperlukan keteguhan hati untuk melewati masa sulit dan sepi.
”Kami disatukan oleh ingatan dan cinta. Kalau kami tak membawa masa lalu ke masa sekarang, kebenaran tak bisa diungkap, keadilan tak bisa ditegakkan, dan kami tak bisa membayangkan masa depan bangsa ini,” ujar Taty.
Dikutip dari laman Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), dalam Aksi Kamisan tersebut, Suciwati sebagai koordinator JSKK juga menyampaikan orasi yang menguras emosi.
Suciwati menyatakan kemarahan dan kepedihannya ketika para terduga pelanggar HAM di masa Orde Baru justru menjadi politisi yang berteriak-teriak tentang demokrasi dan penegakan HAM.
Sementara, dalam lawatan ke Indonesia, Aurora Morea dan Lydia Taty Almeida juga mengunjungi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Mereka mengajak Komnas HAM untuk mendorong pemerintah supaya meratifikasi konvensi pelindungan setiap orang dari penghilangan paksa.
Baca juga: Menjaga Api Tetap Menyala di Seberang Istana
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.