Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Studi Global Witness, TikTok Jadi Sarang Misinformasi Pemilu AS

Kompas.com - 07/11/2022, 18:01 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial TikTok disebut-sebut menjadi sarang penyebaran misinformasi jelang pemilihan umum sela Amerika Serikat atau midterm election pada Selasa (8/11/2022).

Temuan ini berdasarkan hasil penelitian organisasi independen non-pemerintah Global Witness bersama New York University, dikutip dari AFP.

Hal tersebut dinilai mengkhawatirkan karena semakin banyak anak muda yang menggunakan TikTok sebagai sumber informasi dan berita.

Baca juga: TikTok Akui Karyawannya di China Bisa Akses Data Pengguna Eropa

TikTok disebut menjadi sarang informasi palsu terkait pemilu, termasuk klaim kecurangan pemilih, kebohongan tentang surat suara, dan video menyesatkan soal undang-undang negara bagian.

Studi itu juga menemukan bahwa TikTok menyetujui iklan politik berbayar yang dengan jelas mengandung misinformasi.

Iklan politik berbayar

"Hacker dapat dengan mudah mengubah hasil pemilu! Jangan repot-repot memilih pada midterm election," demikian bunyi salah satu iklan yang beredar di TikTok.

Iklan tersebut dibuat oleh para peneliti di Global Witness dan New York University untuk menguji larangan TikTok pada posting politik berbayar.

Platform media sosial tersebut menyetujui sebanyak 90 persen iklan berisi misinformasi pemilu yang dibuat oleh tim peneliti untuk pengujian.

"Kami cukup terkejut dengan hasil itu," kata Jon Lloyd, penasihat senior di Global Witness.

Baca juga: Staf TikTok di China Bisa Mendapat Akses Data ke Pengguna Eropa

Menurut Lloyd, TikTok berada di kasta terbawah di antara platform media sosial lainnya dalam hal penanganan misinformasi pemilu.

Temuan mengkhawatirkan ini bertepatan dengan lebih dari delapan juta warga muda AS yang baru memenuhi syarat untuk memilih dalam pemilu sela tahun ini.

Perusahaan induk TikTok, ByteDance yang berbasis di Beijing, memiliki aturan yang bertujuan membatasi penyebaran teori konspirasi tentang pemilu. Namun para ahli mempertanyakan seberapa efektif aturan tersebut.

"Hanya karena mereka memiliki kebijakan ini, itu tidak berarti bahwa mereka ditegakkan dengan baik," kata Lloyd.

Dia mengatakan, lemahnya penegakan kebijakan ini disebabkan model bisnis TikTok yang didasarkan pada "mengamplifikasi dan mendorong pengguna" untuk mengonsumsi konten.

Sumber berita anak muda

Hasil survei Pew Research Center menemukan lebih dari seperempat orang Amerika berusia 18-29 tahun secara teratur mendapatkan berita dari TikTok.

Algoritma platform yang kuat memungkinkan pengumpulan ribuan video dengan cepat, meski pembuat konten tidak memiliki basis pengikut yang mapan.

Matt Navarra, seorang analis media sosial dan konsultan industri di Inggris mengatakan, banyaknya konten di TikTok membuat penggunanya secara umum berpotensi terpapar konten-konten negatif.

"Lebih mungkin bahwa pengguna pada umumnya, terutama pengguna yang lebih muda dan mudah dipengaruhi, akan bersentuhan dengan konten yang berpotensi memecah belah, mempolarisasi, dan tidak menyenangkan," kata Navarra.

Baca juga: INFOGRAFIK: Satire soal Twit Elon Musk Akan Beli TikTok dan Menghapusnya

Format posting TikTok juga dinilai memudahkan untuk membuat misinformasi, dan membuat pengguna lebih sulit untuk membedakan fakta dari fiksi. Video-video TikTok umumnya berdurasi singkat, disisipi lagu populer, dan sulih suara.

"Sangat cepat, sangat mudah, sangat sederhana untuk membuat konten dan membangun banyak pengikut," kata Navarra.

Analis senior NewsGuard, Jack Brewster mengatakan, penyebaran misinformasi yang masif di TikTok adalah ancaman besar bagi proses demokrasi.

Hal ini mengingat audiens muda TikTok dan banyak penggunanya yang tidak berpengalaman dalam mengidentifikasi informasi yang kredibel.

"Kalau anak muda mencari berita pemilu di platform, video-video itu biasanya berdurasi pendek, sehingga konteksnya sering hilang," kata Brewster.

"Ada sedikit atau bahkan tidak ada informasi tentang sumbernya," tuturnya.

Tanggapan TikTok

Dalam kebijakan integritasnya, TikTok memiliki wewenang untuk menghapus konten yang dapat menyesatkan pengguna, termasuk misinformasi tentang pemungutan suara.

Platform ini juga melarang penggalangan dana kampanye dan baru-baru ini meluncurkan pusat informasi pemilu dalam aplikasi.

Baca juga: Komisi Federal AS Serukan Larangan TikTok Terkait Ancaman Keamanan

"Kami mengambil tanggung jawab untuk melindungi integritas platform dan pemilu dengan sangat serius," kata juru bicara perusahaan kepada AFP dalam sebuah pernyataan email.

"Kami terus berinvestasi dalam tim kebijakan, keselamatan, dan keamanan kami untuk melawan kesalahan informasi pemilu," tuturnya.

Pada kuartal kedua 2022, TikTok menghapus 113 juta video karena melanggar pedoman komunitas.

Jumlah itu mewakili sekitar satu persen dari semua video yang diunggah ke platform. Sebagian kecil dari posting telah dihapus karena melanggar kebijakan integritas perusahaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejumlah Konten Hoaks Mencatut Timnas Indonesia di Piala Asia U23...

Sejumlah Konten Hoaks Mencatut Timnas Indonesia di Piala Asia U23...

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Beredar Hoaks Puan Maharani Promosikan Obat Nyeri Sendi

[VIDEO] Beredar Hoaks Puan Maharani Promosikan Obat Nyeri Sendi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pengurangan Populasi Jadi 800 Juta Jiwa pada 2030

[HOAKS] Pengurangan Populasi Jadi 800 Juta Jiwa pada 2030

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Konteks Keliru soal Video Unta Terjebak Banjir di Dubai

INFOGRAFIK: Konteks Keliru soal Video Unta Terjebak Banjir di Dubai

Hoaks atau Fakta
Kilas Balik Indonesia Juarai Piala Uber 1996, Taklukkan China di Final

Kilas Balik Indonesia Juarai Piala Uber 1996, Taklukkan China di Final

Sejarah dan Fakta
Lebih dari 2.100 Orang Ditangkap Selama Demo Pro-Palestina di AS

Lebih dari 2.100 Orang Ditangkap Selama Demo Pro-Palestina di AS

Data dan Fakta
[HOAKS] Komite Wasit AFC dan FIFA Rekomendasikan Laga Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

[HOAKS] Komite Wasit AFC dan FIFA Rekomendasikan Laga Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

Hoaks atau Fakta
Kematian Empat Mahasiswa AS Penentang Perang Vietnam pada 1970

Kematian Empat Mahasiswa AS Penentang Perang Vietnam pada 1970

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Saldi Isra Mundur dari Jabatan Hakim MK

[HOAKS] Saldi Isra Mundur dari Jabatan Hakim MK

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Disinformasi Bernada Satire soal Kematian Elon Musk

INFOGRAFIK: Disinformasi Bernada Satire soal Kematian Elon Musk

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Penjelasan soal Cairan Batang Pisang Berkhasiat Hancurkan Batu Ginjal

[KLARIFIKASI] Penjelasan soal Cairan Batang Pisang Berkhasiat Hancurkan Batu Ginjal

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Beredar Hoaks Uang Pembayaran Tol Masuk ke Rekening Pengusaha China

[VIDEO] Beredar Hoaks Uang Pembayaran Tol Masuk ke Rekening Pengusaha China

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Vaksin Covid-19 AstraZeneca Menyebabkan Kematian

[HOAKS] Vaksin Covid-19 AstraZeneca Menyebabkan Kematian

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Ronaldo Dukung Laga Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

[HOAKS] Ronaldo Dukung Laga Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Sampul Majalah Time Tampilkan Donald Trump Bertanduk

[HOAKS] Sampul Majalah Time Tampilkan Donald Trump Bertanduk

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com