Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media di Indonesia Masih Tergolong Minim Disinformasi Berdasarkan GDI

Kompas.com - 07/11/2022, 10:55 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media online di Indonesia tergolong minim disinformasi berdasarkan riset tarbaru Global Dinsinformation Index (GDI).

Bekerja sama dengan Asia Research Centre Universitas Indonesia (ARC UI), riset ini meninjau 38 situs yang dijadikan sampel terkait sebaran informasi keliru yang disengaja atau disinformasi.

Sampel ditentukan berdasarkan jangkauan situs melalui peringkat Alexa, pengikut Facebook dan Twitter, relevansi, dan kemampuan situs untuk mengumpulkan data lengkap.

Hasilnya, 87 persen sampel menunjukkan tingkat disinformasi minimum atau rendah.

Transparansi kepemilikan

Lanskap media di Indoensia berubah seiring era reformasi. Tidak seperti Orde Baru, Indonesia kini memiliki banyak perusahaan media, dari sejumlah kecil outlet media nasional, hingga media yang dimiliki pribadi atau konglomerat media.

Peneliti senior ARC UI yang terlibat dalam riset ini, Endah Triastuti atau akrab disapa Titut, mengungkapkan bahwa lanskap kepemilikan media dapat mendorong adanya diinformasi.

"GDI sendiri punya frame word yang beragumen bahwa kebanyakan disinformasi ini dilatarbelakangi oleh pendanaan," ujar Titut dalam webinar Risiko Disinformasi pada Media Daring di Indonesia, Senin (24/10/2022).

GDI menilai bahwa transparansi kepemilikan dan pendanaan media menjadi indikator penting untuk mencegah adanya disinformasi.

Hal itu karena sumber pendanaan dan kepemilikan media dapat membawa pengaruh politik dan ideologi tertentu dalam pemberitaan.

"Sebelumnya, GDI mengidentifikasi bahwa disinformasi ini terjadi karena ada kepentingan politik, ideologi yang mendanai industri berita," ujar Titut.

Riset ini menemukan disinformasi, salah satunya dalam bentuk iklan atau narasi yang mengisyaratkan adanya kepentingan.

Masalah daur ulang konten

Riset ini mengamati indeks konten dan operasi, yang masing-masing mengukur kualitas dan keandalan konten situs serta integritas operasional dan editorialnya.

Sebagian besar media online di Indonesia dinilai kurang dalam transparansi kebijakan operasional dan editorial, yang dapat meningkatkan risiko disinformasi.

"Yang disebut dengan transparansi informasi di dunia digital, bukan hanya transparansi informasi berita, tetapi juga informasi kepemilikan, funding, proses kurasi, check dan recheck," ujar Titut.

Dari sampel yang diteliti, sebanyak delapan situs memiliki risiko disinformasi yang minimum. Sementara, 18 situs lainnya dinilai berisiko rendah terhadap disinformasi.

Kendati demikian, ditemukan lebih dari 80 persen sampel kerap mendaur ulang artikel berita atau sebagian besar bukan liputan terbaru (isu sudah lebih dari 30 hari).

GDI menilai publikasi mendaur ulang artikel berita lama semacam ini dapat meningkatkan risiko disinformasi.

Secara keseluruhan, media online di Indonesia baik untuk konten non-sensiasional, tetapi kurang memiliki pengecekan dan keseimbangan operasional yang dinilai penting untuk menjalankan ruang redaksi yang independen dan akutntabel.

"Kami menemukan bahwa portal-portal ini memiliki celah yang cukup banyak untuk perbaikan operasional pilarnya, terutama dalam hal transparansi struktur keuangan yang diinformasikan kepada publik," kata Titut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

INFOGRAFIK: Konten Satire Perlihatkan Wajah Hawa Mirip Taylor Swift

INFOGRAFIK: Konten Satire Perlihatkan Wajah Hawa Mirip Taylor Swift

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan McDonald's Terbengkalai, Simak Penjelasannya

INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan McDonald's Terbengkalai, Simak Penjelasannya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Tsunami di Jepang pada 2011, Bukan 2024

[KLARIFIKASI] Video Tsunami di Jepang pada 2011, Bukan 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Perkelahian Antarpekerja Berlokasi di Afrika Barat

[KLARIFIKASI] Video Perkelahian Antarpekerja Berlokasi di Afrika Barat

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Prabowo Tawarkan Bantuan melalui WhatsApp

[HOAKS] Prabowo Tawarkan Bantuan melalui WhatsApp

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

[HOAKS] Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Wasit Terbukti Curang, Laga Indonesia Vs Guinea Diulang

[HOAKS] Wasit Terbukti Curang, Laga Indonesia Vs Guinea Diulang

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Venus Dibuat Pakai Bahasa Pemrograman dan Photoshop

[KLARIFIKASI] Foto Venus Dibuat Pakai Bahasa Pemrograman dan Photoshop

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks! FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

[VIDEO] Hoaks! FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Bisakah DPR Menolak Pindah ke IKN dan Tetap Berkedudukan di Jakarta?

INFOGRAFIK: Bisakah DPR Menolak Pindah ke IKN dan Tetap Berkedudukan di Jakarta?

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Tidak Benar 'Time' Tampilkan Donald Trump Bertanduk di Sampul Majalah

INFOGRAFIK: Tidak Benar "Time" Tampilkan Donald Trump Bertanduk di Sampul Majalah

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Benarkah Ada Fenomena Bulan Kembar di Pegunungan Arfak?

[VIDEO] Benarkah Ada Fenomena Bulan Kembar di Pegunungan Arfak?

Hoaks atau Fakta
Fakta Vaksin AstraZeneca: Efektivitas, Keamanan, dan Penggunaan di Indonesia

Fakta Vaksin AstraZeneca: Efektivitas, Keamanan, dan Penggunaan di Indonesia

Data dan Fakta
Pemberantasan Wabah Cacar, dari Teknik Kuno hingga Penemuan Vaksin

Pemberantasan Wabah Cacar, dari Teknik Kuno hingga Penemuan Vaksin

Sejarah dan Fakta
Berbagai Manipulasi Video Figur Publik Promosikan Judi 'Online'

Berbagai Manipulasi Video Figur Publik Promosikan Judi "Online"

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com