Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gas Air Mata Dilarang untuk Perang, Kenapa Masih Dipakai Polisi Kendalikan Massa?

Kompas.com - 05/10/2022, 19:00 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lebih dari 100 suporter tewas dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (1/10/2022).

Penggunaan gas air mata oleh polisi saat mengendalikan massa menjadi sorotan dan disebut sebagai salah satu penyebab korban berjatuhan.

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur, Irjen Nico Afinta mengatakan, penembakan gas air mata usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya sudah sesuai prosedur.

Baca juga: Komnas HAM: Korban Kanjuruhan Meninggal karena Kurang Oksigen dan Gas Air Mata

Kendati demikian, berdasarkan FIFA Stadium Safety and Security Regulations Pasal 19B, penggunaan gas air mata tidak diperbolehkan.

Terlepas dari perdebatan itu, mengapa polisi hingga kini masih menggunakan gas air mata? Padahal gas air mata, termasuk senjata biologis, dilarang saat Perang Dunia.

Instrumen perang

Gas air mata pertama kali dikembangkan di Perancis saat Perang Dunia I. Negara lain, seperti Amerika Serikat (AS) dan Jerman pun menirunya karena dianggap lebih mematikan daripada gas mustard, senjata kimia yang dapat menyebabkan luka pada kulit dan salur pernapasan.

The Verge, pada 31 Agustus 2020 menuliskan, gas air mata secara khusus dikembangkan sebagai cara untuk memaksa tentara lawan keluar dari parit dan ke lapangan terbuka agar mereka bisa dibunuh.

Selama periode 1920-an, Layanan Perang Kimia Angkatan Darat AS, yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Amos Fries, berkampanye ke departemen kepolisian di seluruh AS untuk menggunakan gas air mata sebagai tindakan pengendalian massa.

Gas air mata dikampanyekan sebagai cara yang lebih manusiawi untuk membubarkan massa yang tidak patuh, dengan alasan orang tidak akan mati karena gasnya.

Baca juga: INFOGRAFIK: Apa Saja Dampak Gas Air Mata terhadap Manusia?

“Ada juga kesadaran bahwa itu murah,” kata Anna Feigenbaum, seorang peneliti yang menulis buku Tear Gas: From the Battlefields of World War I to the Streets of Today.

“Murah untuk diproduksi dan murah untuk dibeli. Dan tidak perlu banyak pelatihan untuk menggunakannya, jadi mereka bisa menyebarkannya dengan cukup cepat,” jelasnya.

Sejak itu, gas air mata telah menjadi alat kepolisian di seluruh dunia untuk mengendalikan pengunjuk rasa atau demonstran.

Ada banyak bentuk gas yang berbeda, tetapi mungkin jenis yang paling umum digunakan saat ini terbuat dari senyawa chlorobenzylidene malononitrile (CS).

Ketika disebarkan, kandungan ini menargetkan tiga bagian tubuh manusia, yakni sistem pernapasan, mata, dan kulit.

Industri gas air mata

Dilansir dari BBC, 16 Desember 2018, perusahaan seperti Dupont Chemical mulai memproduksi gas dan memasarkannya ke kepolisian dan penjara sebagai alat untuk mengendalikan kerusuhan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tidak benar Satelit Cuaca Dimatikan Saat Kecelakaan Presiden Iran

Tidak benar Satelit Cuaca Dimatikan Saat Kecelakaan Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Jakarta Masih Ibu Kota sampai Ada Keppres Pemindahan

[KLARIFIKASI] Jakarta Masih Ibu Kota sampai Ada Keppres Pemindahan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Foto Helikopter Presiden Iran Terbakar di Udara, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Hoaks Foto Helikopter Presiden Iran Terbakar di Udara, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Putin dalam Pesawat Menuju Pemakaman Presiden Iran

[HOAKS] Video Putin dalam Pesawat Menuju Pemakaman Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan Puing Sirip Helikopter Presiden Iran yang Jatuh

INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan Puing Sirip Helikopter Presiden Iran yang Jatuh

Hoaks atau Fakta
Fitur AI Terbaru dari Microsoft Dinilai Membahayakan Privasi

Fitur AI Terbaru dari Microsoft Dinilai Membahayakan Privasi

Data dan Fakta
Beragam Informasi Keliru Terkait Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Beragam Informasi Keliru Terkait Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakaan Helikopter

[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakaan Helikopter

Hoaks atau Fakta
CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com