KOMPAS.com - Presiden ke-37 Amerika Serikat (AS) Richard Nixon dikenal karena perlawanannya terhadap penyebaran ideologi komunisme, terutama yang dilakukan Uni Soviet dan China.
Namun, saat terjadi keretakan hubungan antara Uni Soviet dan China pada pertengahan 1960, pimpinan AS termasuk Nixon menjadikan momentum ini sebagai kesempatan untuk meruntuhkan komunisme.
Keretakan hubungan itu bermula dari protes China yang menganggap Rusia telah membuat kebijakan diplomasi yang kontra-revolusi dan mereduksi perluasan pengaruh komunisme, terutama dengan Amerika Serikat.
Saat melakukan pertemuan dengan China pada 1960, Uni Soviet beralasan bahwa diplomasi dengan AS perlu lebih cair untuk menghindari ketegangan, di masa kedua negara memiliki senjata nuklir.
China pun kemudian menyesali sikap Uni Soviet yang menarik pangkalan nuklir dari Kuba, yang merupakan bagian kesepakatan untuk mengakhiri krisis nuklir ketika itu.
Baca juga: 14 Juli 1960, Ketika Uni Soviet Pertegas Kerenggangan dengan China karena Visi Komunisme
Dilansir dari History.com, dalam kondisi seperti itu AS berupaya mendekati Rusia untuk memecah kekuatan komunisme yang sebelumnya terhimpun di Rusia, China, dan negara lain di bawah pengaruh keduanya.
Namun pendekatan itu tak kunjung membuahkan keakraban dengan Uni Soviet. Hingga kemudian, pada 1971 AS mengganti strategi diplomatik dengan mendekati China.
Melalui siran langsung televisi dan radio, Nixon menyampaikan rencananya untuk mengunjungi pimpinan komunis China dalam rangka membangun hubungan dua negara, 15 Juli 1971, atau tepat 51 tahun lalu.
Pengumuman itu membuat kaget rakyat AS yang mengenal kebijakan negaranya yang selalu menentang komunisme. Namun, Nixon memiliki beberapa alasan untuk mendukung langkahnya itu.
Penasehat pemerintah AS untuk ketahanan nasional, Henry Kissinger, menjadi orang yang berperan penting dalam pengambilan keputusan Nixon berkunjung ke China.
Baca juga: Mulainya Perang Saudara yang Memecah Korea, hingga Keterlibatan AS-Uni Soviet...