KOMPAS.com - Pada 72 tahun yang lalu, tepatnya pada 25 Juni 1950, perang saudara melanda Korea, yang menjadi momentum buruk pecahnya sebuah bangsa.
Perang Korea tidak hanya melibatkan Korea Utara dan Korea Selatan, di belakangnya juga melibatkan kekuatan besar yang sedang berlomba mencari pengaruh di dunia: Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Perang tersebut terjadi karena adanya perebutan wilayah serta persaingan ideologi kapitalis dan komunis. Meski demikian, secara akar sejarah terjadinya perang Korea bermula ketika Perang Dunia II berakhir.
Korea yang saat itu dijajah Jepang menjadi daya tarik bagi AS dan Uni Soviet, setelah Jepang tumbang dari pasukan Sekutu pada 1945.
Setelah mengalahkan Rusia pada 1905, Jepang memang sempat menguasai Korea sejak 1910.
Setelah kekalahan Jepang pada 1945, saat itu pula Korea mulai terpisah menjadi dua, Selatan dan Utara. Kedua negara tersebut dibatasi oleh garis perbatasan di paralel ke-38.
Baca juga: Perang Korea 1950: Bagaimana Akhirnya dan Kenapa Korsel-Korut Tidak Bersatu
Korea Selatan menjadi negara liberal-kapitalis yang dipimpin oleh Syngman Rhee dan didukung oleh Amerika Serikat.
Sementara, Korea Utara menjadi negara beraliran sosialis-komunis yang dipimpin oleh Kim Il-sung. Korea Utara mulai memisahkan diri sejak mendapat dukungan Uni Soviet pada 1945-1946.
Sebelum perang Korea meledak, Korea Selatan dan Korea Utara sudah saling serang di perbatasan kedua negara. Puncaknya terjadi pada 25 Juni 1950, ketika Korea Utara melakukan serangan mendadak ke Korea Selatan.
Dilansir dari History, sekitar 75.000 tentara Korea Utara yang didukung Uni Soviet melintasi garis perbatas paralel ke-38. Invasi ini merupakan aksi militer pertama saat Perang Dingin.
Aksi serang antara dua negara itu pun tidak terhindarkan. Amerika Serikat yang berada di kubu Korea Selatan menekan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
AS mendesak PBB supaya diizinkan untuk mengirim kekuatan militer guna membantu Korea Selatan.
Baca juga: Sidang Umum Ke-76 PBB: Korsel Minta Deklarasi Berakhirnya Perang Korea
Namun, Presiden AS Harry Truman akhirnya mengerahkan pasukan untuk perang, tanpa meminta persetujuan Kongres PBB. Ini adalah untuk kali pertama AS terlibat konflik luar negeri skala besar tanpa deklarasi perang resmi.