KOMPAS.com - Twitter mengumumkan kebijakan terbaru mengenai label misinformasi yang beredar di platformnya.
Head of Safety and Integrity Twitter, Yoel Roth mengatakan, label ini akan muncul pada cuitan-cuitan yang dianggap melanggar kebijakan dan berpotensi membahayakan.
Pada penerapannya yang pertama, Twitter mencoba memberi label atau notifikasi pada topik-topik perang bersenjata skala internasional.
"Sementara iterasi pertama ini difokuskan pada konflik bersenjata internasional, dimulai dengan perang di Ukraina, kami berencana untuk memperbarui dan memperluas kebijakan untuk memasukkan bentuk-bentuk krisis tambahan," ujar Roth, Kamis (19/5/2022) melalui laman resmi Twitter.
Baca juga: Menilik Disinformasi dan Teori Konspirasi Kebocoran Dokumen Pfizer
Dia mengatakan, kebijakan ini akan terus dikembangkan sehingga mengambil peran dalam krisis global lainnya, seperti di Afghanistan, Ethiopia, dan India.
Label atau pemberitahuan kepada pengguna, akan ditempatkan pada tweet dengan konten yang melanggar kebijakan misinformasi krisis.
Tampilan label akan ditempatkan di depan tweet, sebelum pengguna memutuskan untuk melihat konten tersebut.
Label peringatan misinformasi di Twitter akan terlihat seperti ini:
We’ve been refining our approach to crisis misinformation, drawing on input from global experts and human rights organizations. As part of this new framework, we’ll start adding warning notices on high visibility misleading Tweets related to the war in Ukraine. pic.twitter.com/fr0NGleJXP
— Twitter Safety (@TwitterSafety) May 19, 2022
Konten dengan label ini tidak akan diperkuat atau direkomendasikan di seluruh layanan.
Baca juga: 5 Langkah Google Memerangi Misinformasi dan Disinformasi
Selain itu, tombol Like, Retweet, dan Share akan dinonaktifkan. Selanjutnya, pemberitahuan akan ditautkan ke informasi lebih lanjut tentang pendekatan Twitter terhadap misinformasi krisis.
Twitter memutuskan untuk melakukan moderasi konten dengan lebih dari sekadar membiarkan atau menghapus konten.
"Kami telah menemukan bahwa tidak memperkuat atau merekomendasikan konten tertentu, menambahkan konteks melalui label, dan dalam kasus yang parah, menonaktifkan keterlibatan dengan Tweet, adalah cara yang efektif untuk mengurangi bahaya, sambil tetap mempertahankan ucapan dan catatan peristiwa global yang kritis," kata Roth.