Seperti telah diberitakan Kompas.com pada 22 April 2021, sejarawan sekaligus pendiri Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali mengatakan, foto tersebut tidak benar.
"Foto itu hoaks, hasil olah digital," kata Asep.
Menurut Asep, foto RA Kartini yang asli memang tidak memperlihatkan sosoknya memakai jilbab dan kacamata.
"Saya punya banyak foto Kartini dari berbagai angle dan tidak ada yang pakai jilbab. Jadi itu pemaksaan, itu pembohongan publik," ujar Asep.
Asep juga menampik narasi yang menyebutkan bahwa Kartini merupakan santri dari Kyai Saleh Darat. Ia mengatakan, narasi tersebut hanya dicocok-cocokkan.
Pemberitaan Kompas.com pada 13 Desember 2019 menuliskan, RA Kartini sebagai pejuang emansipasi perempuan dan tokoh pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Ia juga menjadi simbol bagi kemerdekaan Indonesia lewat gerakan feminis.
Lahir di Rembang, 21 April 1879, RA Kartini prihatin dan merasakan adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan pada masa penjajahan.
Pada zaman itu perempuan tidak diperbolehkan mendapatkan pendidikan. Hanya perempuan bangsawan yang berhak memperoleh pendidikan.
Beruntung, Kartini memperoleh pendidikan di ELS (Europes Lagere School). Karena Kartini adalah anak dari Raden Mas Adipati Aryo Sosroningrat, Bupati Jepara.
Namun, Kartini hanya bisa memperoleh pendidikan hingga berusia 12 tahun. Karena menurut tradisi jawa, anak perempuan harus tinggal di rumah sejak usia 12 tahun hingga menikah.
Kartini akhirnya menikah dengan seorang bangsawan Rembang bernama KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada 1903.
Salah satu warisan Kartini adalah bukunya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Buku ini berisi tulisan-tulisan Kartini yang dimuat oleh majalah De Hoandsche Lelie di Belanda dan surat-surat Kartini kepada teman-temannya di Belanda, salah satunya Rosa Abendanon.
Tulisan-tulisan yang dimuat oleh majalah dan yang dikirim ke teman-temannya dibukukan oleh Jacques Henrij Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda.
Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht atau Dari Kegelapan Menuju Cahaya.
Pada 1922, tulisan itu diterbitkan menjadi buku kumpulan surat Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeh Pikiran, oleh Balai Pustaka.
Buku itu memperoleh respon positif dari masyarakat dan mendapat dukungan di Belanda. Bahkan dibentuk Yayasan Kartini pada tahun 1916.
Yayasan itu kemudian mendirikan sekolah perempuan di beberapa daerah Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang hingga Cirebon.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.