KOMPAS.com - Setiap tahun, di tengah momentum 21 April, laman-laman media sosial di Indonesia tak pernah absen dari foto seorang perempuan berjilbab dan berkacamata.
Foto bergaya lawas itu diklaim sebagai potret dari Raden Ajeng Kartini yang hari kelahirannya, 21 April, diperingati setiap tahun sebagai Hari Kartini.
Foto tersebut disertai narasi yang menyebutkan bahwa foto itu diambil ketika RA Kartini menjadi murid atau santri dari Kyai Saleh Darat.
Tak ketinggalan, disematkan pula narasi yang mengatakan bahwa foto Kartini berjilbab itu sengaja tidak dipublikasikan oleh Belanda agar Kartini terus dikenang sebagai "perempuan yang tak mau berjilbab."
Baca juga: [HOAKS] Foto RA Kartini Berkerudung dan Berkacamata
Penelusuran reverse image search yang dilakukan Tim Cek Fakta Kompas.com menggunakan TinEye menemukan bahwa foto itu pertama beredar pada 2018.
Berdasarkan penelusuran TinEye, foto-foto R.A. Kartini yang beredar di internet sebelum 2018 tidak ada yang memakai jilbab dan kacamata.
Sementara itu, penelusuran di media sosial Facebook menemukan bahwa foto R.A. Kartini memakai jilbab dan kacamata mulai beredar pada 21 April 2018.
Foto tersebut pertama kali diunggah oleh akun ini.
Selang beberapa hari kemudian, sebuah akun Facebook lain mengunggah foto serupa namun dengan narasi yang mengeklaim foto itu diambil ketika R.A. Kartini menjadi murid atau santri Kyai Saleh Darat.
"Foto RA kartini ketika menjadi santri kyai soleh darat tidak memakai konde..yg versi belanda akan di kluarkan oleh kaum sekuler agar RA kartini terus di kenang sebagai perempuan yg tak mau berjilbab..." tulis akun Facebook itu, 23 April 2018.
Sejak saat itu, foto R.A. Kartini berjilbab dan berkacamata tak pernah absen beredar dari tahun ke tahun, terutama mendekati Hari Kartini.
Baca juga: Panggil Aku Kartini Saja, Potret Kekaguman Pramoedya...
Seperti telah diberitakan Kompas.com pada 22 April 2021, sejarawan sekaligus pendiri Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali mengatakan, foto tersebut tidak benar.
"Foto itu hoaks, hasil olah digital," kata Asep.
Menurut Asep, foto RA Kartini yang asli memang tidak memperlihatkan sosoknya memakai jilbab dan kacamata.
"Saya punya banyak foto Kartini dari berbagai angle dan tidak ada yang pakai jilbab. Jadi itu pemaksaan, itu pembohongan publik," ujar Asep.
Asep juga menampik narasi yang menyebutkan bahwa Kartini merupakan santri dari Kyai Saleh Darat. Ia mengatakan, narasi tersebut hanya dicocok-cocokkan.
Pemberitaan Kompas.com pada 13 Desember 2019 menuliskan, RA Kartini sebagai pejuang emansipasi perempuan dan tokoh pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Ia juga menjadi simbol bagi kemerdekaan Indonesia lewat gerakan feminis.
Lahir di Rembang, 21 April 1879, RA Kartini prihatin dan merasakan adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan pada masa penjajahan.
Pada zaman itu perempuan tidak diperbolehkan mendapatkan pendidikan. Hanya perempuan bangsawan yang berhak memperoleh pendidikan.
Beruntung, Kartini memperoleh pendidikan di ELS (Europes Lagere School). Karena Kartini adalah anak dari Raden Mas Adipati Aryo Sosroningrat, Bupati Jepara.
Namun, Kartini hanya bisa memperoleh pendidikan hingga berusia 12 tahun. Karena menurut tradisi jawa, anak perempuan harus tinggal di rumah sejak usia 12 tahun hingga menikah.
Kartini akhirnya menikah dengan seorang bangsawan Rembang bernama KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada 1903.
Salah satu warisan Kartini adalah bukunya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Buku ini berisi tulisan-tulisan Kartini yang dimuat oleh majalah De Hoandsche Lelie di Belanda dan surat-surat Kartini kepada teman-temannya di Belanda, salah satunya Rosa Abendanon.
Tulisan-tulisan yang dimuat oleh majalah dan yang dikirim ke teman-temannya dibukukan oleh Jacques Henrij Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda.
Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht atau Dari Kegelapan Menuju Cahaya.
Pada 1922, tulisan itu diterbitkan menjadi buku kumpulan surat Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeh Pikiran, oleh Balai Pustaka.
Buku itu memperoleh respon positif dari masyarakat dan mendapat dukungan di Belanda. Bahkan dibentuk Yayasan Kartini pada tahun 1916.
Yayasan itu kemudian mendirikan sekolah perempuan di beberapa daerah Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang hingga Cirebon.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.