Pada 2013, ahli genetika Oxford, Bryan Sykes menerima 57 sampel yang diklaim berasal dari Yeti. Sebanyak 36 sampel kemudian dipilih untuk tes DNA.
Sampel-sampel ini kemudian dibandingkan dengan genom hewan lain. Hasilnya, sebagian besar sampel ternyata berasal dari hewan umum, seperti sapi, kuda, dan beruang.
Namun, Sykes menemukan bahwa dua sampel (satu dari Bhutan dan lainnya dari India) 100 persen cocok dengan tulang rahang beruang kutub Pleistosen yang hidup antara 40.000 dan 120.000 tahun yang lalu.
Periode waktu itu adalah ketika beruang kutub dan beruang coklat yang berkerabat dekat berpisah sebagai spesies. Sykes mengira sampel itu mungkin hibrida dari beruang kutub dan beruang coklat.
Namun, dua ilmuwan lain, Ceiridwen Edwards dan Ross Barnett, melakukan analisis ulang terhadap data yang sama.
Mereka mengatakan bahwa sampel itu sebenarnya milik beruang Himalaya, subspesies langka dari beruang coklat. Hasil studi mereka dipublikasikan di jurnal "Royal Society, Proceedings of the Royal Society B".
Tim peneliti lain, Ronald H. Pine dan Eliécer E Gutiérrez, juga menganalisis DNA dan juga menyimpulkan bahwa "tidak ada alasan untuk percaya bahwa dua sampel Sykes dkk berasal dari apa pun kecuali beruang coklat biasa."
Pada 2017, tim peneliti lain menganalisis sembilan spesimen "Yeti", termasuk sampel tulang, gigi, kulit, rambut, dan tinja yang dikumpulkan dari biara, gua, dan situs lain di Himalaya dan Dataran Tinggi Tibet.
Mereka juga mengumpulkan sampel dari beruang di wilayah tersebut dan dari hewan di tempat lain di dunia.
Dari sembilan sampel yeti, delapan berasal dari beruang hitam Asia, beruang coklat Himalaya atau beruang coklat Tibet. Kesembilan berasal dari seekor anjing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.