Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenang Buya Hamka, Ulama dan Sastrawan yang Lapang Hati

KOMPAS.com - Kediaman ulama sekaligus sastrawan Buya Hamka di Jalan Radeh Patah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dipenuhi pelayat pada Jumat siang, 24 Juli 1981.

Dikutip dari Harian Kompas edisi 25 Juli 1981, masyarakat berbondong-bondong datang begitu tersiar kabar Buya Hamka wafat.

Kabar tersebut dengan cepat menyebar dari mulut ke mulut serta siaran radio swasta.

Ulama karismatik itu tutup usia setelah tujuh hari dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina akibat komplikasi penyakit jantung, diabetes dan radang paru-paru.

Jenazah Buya Hamka tiba di rumah duka menjelang pukul 12.00, di sana sudah banyak masyarakat yang menunggu untuk memberikan penghormatan.

Suasana semakin ramai karena rumah Buya Hamka berdekatan dengan Masjid Agung Al Azhar, yang juga dipenuhi jemaah shalat Jumat.

Selain masyarakat umum, sejumlah pejabat juga datang melayat seperti Presiden Soeharto, Wakil Presiden Adam Malik, Menko Kesra Soerono, Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim, dan Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara.

Ada pula sejumlah anggota DPR, pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), tokoh Islam, dan tokoh masyarakat.

Tak lama setelah Presiden dan Waki Presiden meninggalkan rumah duka, jenazah diusung ke Masjid Agung Al Azhar untuk dishalatkan.

Masyarakat saling berebut tempat untuk menyhalati jenazah Buya Hamka. Pekik “Allahu Akbar!” juga terdengar di sekeliling Masjid Al Azhar.

Para petugas bersusah payah mengatur orang-orang yang memadati Masjid Al Azhar. Masjid berkapasitas 10.000 orang itu tidak mampu menampung semua yang datang.

Banyak jemaah terpaksa shalat jenazah di halaman masjid. Mereka yang tidak sempat berwudhu pun khusyuk berdoa di luar masjid.

Setelah selesai dishalati, jenazah Buya Hamka langsung diberangkatkan ke pemakanan Tanah Kusir. Sepanjang perjalanan dari Masjid Al-Azhar ke pemakanan Tanah Kusir, jalanan dipenuhi oleh lautan manusia.

Iring-iringan kendaraan pengantar sepanjang tiga kilometer tersendat oleh masyarakat yang berjejal di tepi jalan.

Sementara, di pemakaman Tanah Kusir juga sudah ramai dengan orang yang ingin menyaksikan upacara pemakaman.

Dalam sambutannya mewakili keluarga, Buya Malik, yang merupakan sahabat almarhum, memuji Buya Hamka sebagai ulama besar yang lidahnya tidak pernah berhenti membaca ayat-ayat Al Quran.

Ia juga meminta agar masyarakat melepas kepergian Buya Hamka dengan tulus Ikhlas. “Kebun Surga itulah tempat bagi arwah Buya Hamka,” ujar Buya Malik.

Upacara pemakaman diakhiri dengan pembacaan doa oleh KH EZ Muttaqien, salah seorang ketua MUI. 

“Buya Hamka, berangkatlah Buya dengan tenang. Kami telah bertekat melanjutkan langkah Buya,” ujarnya, mengakhiri pembacaan doa.

Ulama dan sastrawan

Buya Hamka atau Haji Adul Malik Karim Amrullah lahir pada 17 Februari 1908 di Nagari Sungai Batang Kampung Molek, persis di pinggir Danau Maninjau, Sumatera Barat.

Ibunya Safiah adalah seorang perempuan kampung biasa. Sang ayah Haji Rasul atau Doktor Syeikh Haji Abdulkarim Amrullah juga bukan orang berada, tetapi cerdas dan terpandang sebagai ulama sekaligus tokoh pembaru di Minangkabau.

Pada usia 16 tahun, Buya Hamka mulai merantau ke Jawa untuk menimba ilmu. Awalnya ia tinggal di Yogyakarta bersama pamannya, Amrullah Ja'far, yang mengenalkannya pada Muhammadiyah dan Sarekat Islam.

Ia menimba ilmu dari beberapa guru seperti Bagoes Hadikoesoemo, Tjokroaminoto, Abdul Rozak Fachruddin, dan Suryopranoto.

Semasa hidupnya, Buya Hamka dikenal sebagai ulama Muhammdiyah, tokoh Masyumi dan Ketua MUI. Selain menjadi ulama ia juga merupakan sastrawan yang terpandang.

Buya Hamka menghasilkan beberapa karya yang monumental seperti roman Di Bawah Lindungan Kabah (1938) dan Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1939).

Lapang hati

Pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno, Hamka yang aktif di Partai Masyumi pernah dipenjara.

Dalam buku Buya Hamka, Memoar Perjalanan Hidup sang Ulama (2018) terbitan Tinta Medina, Buya Hamka dituduh melanggar Undang-Undang Anti Subversif Penpres Nomor 11, yakni merencanakan pembunuhan Presiden Soekarno. 

Tanpa bukti yang kuat, Hamka dipenjara selama dua tahun empat bulan. Selain itu, buku-buku karangan Hamka juga dilarang beredar.

Irfan Hamka, salah satu putra Buya Hamka bercerita, saat ayahnya dipenjara ia sangat menderita. Bahkan sang ibu sampai menjual beberapa barang dan perhiasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Betapa beratnya penderitaaan kami sepeninggalan ayah yang ditahan. Buku-buku karangan ayah dilarang, ayah tidak bisa memenuhi undangan untuk berdakwah, serta pemasukan uang terhenti," kenang Irfan. 

Setelah Soekarno lengser dan digantikan oleh Soeharto, Hamka pun akhirnya bisa menghirup udara bebas.

Meski telah dipenjarakan oleh rezim Soekarno, namun ia tidak pernah menyimpan rasa dendam pada presiden pertama Indonesia itu.

Bahkan, ketika Soekarno wafat pada 1970, Buya Hamka menjadi imam shalat jenazah. Sebelum meninggal, Soekarno berwasiat, jika meninggal ia ingin Buya Hamka yang menjadi imam shalat jenazah. 

"Saya ingin bila wafat kelak, Hamka bersedia mengimami shalat jenazahku," pesan Soekarno. 

Di dekat peti mati Soekarno, Hamka pun mengucapkan bahwa dirinya telah memaafkan Soekarno. 

"Dengan ikhlas saya berkata di dekat peti matinya, 'Aku maafkan engkau, saudaraku'," ungkap Hamka.

https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/07/24/200800782/mengenang-buya-hamka-ulama-dan-sastrawan-yang-lapang-hati

Terkini Lainnya

INFOGRAFIK: Hoaks Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Hoaks Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
Tidak Ada Bukti Kastil Terbengkalai di Perancis Milik Korban Titanic

Tidak Ada Bukti Kastil Terbengkalai di Perancis Milik Korban Titanic

Hoaks atau Fakta
Bagaimana Status Keanggotaan Palestina di PBB?

Bagaimana Status Keanggotaan Palestina di PBB?

Hoaks atau Fakta
Klub Eropa dengan Rekor Tak Terkalahkan, dari Benfica sampai Leverkusen

Klub Eropa dengan Rekor Tak Terkalahkan, dari Benfica sampai Leverkusen

Data dan Fakta
[HOAKS] Temukan Kecurangan, FIFA Putuskan Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

[HOAKS] Temukan Kecurangan, FIFA Putuskan Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Konten AI, Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

[KLARIFIKASI] Konten AI, Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Raja Denmark Frederik X Kibarkan Bendera Palestina

[HOAKS] Raja Denmark Frederik X Kibarkan Bendera Palestina

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pembegalan di Kecamatan Cicalengka Bandung pada 7 Mei

[HOAKS] Pembegalan di Kecamatan Cicalengka Bandung pada 7 Mei

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Serangan Serentak 5 Negara ke Israel

[HOAKS] Serangan Serentak 5 Negara ke Israel

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Konteks Keliru soal Pertemuan Jokowi dan Megawati pada 2016

[VIDEO] Konteks Keliru soal Pertemuan Jokowi dan Megawati pada 2016

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Ikan Raksasa Bernama Hoggie, Simak Penjelasannya

INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Ikan Raksasa Bernama Hoggie, Simak Penjelasannya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Tidak Benar Prabowo Bantah Janjinya di Pilpres 2024

[KLARIFIKASI] Tidak Benar Prabowo Bantah Janjinya di Pilpres 2024

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Indonesia Dilanda Gelombang Panas 40-50 Derajat Celcius

[HOAKS] Indonesia Dilanda Gelombang Panas 40-50 Derajat Celcius

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Bea Cukai Bantah Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk

[KLARIFIKASI] Bea Cukai Bantah Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke