Pertanyaan-pertanyan tersebut saat ini dapat dengan mudah ditemukan jawabannya hanya dengan memanfaatkan internet dan mesin pencari, seperti Google, Bing, dan sebagainya.
Namun, situasi tersebut tentu berbeda di masa lampau. Ketika teknologi ciptaan manusia belum secanggih saat ini.
Pengetahuan manusia tentang Bumi yang mereka tinggali berkembang pesat, setelah pada pertengahan abad 20, manusia berhasil meluncurkan satelit buatan ke luar angkasa.
Peluncuran satelit itu membantu para ilmuwan untuk menentukan bahwa Bumi berbentuk bulat dan memiliki keliling 40.075 km.
Namun, fakta itu ternyata telah ditemukan oleh seorang ahli matematika Yunani sejak 2.000 tahun sebelumnya.
Eratosthenes mengukur keliling Bumi
Seperti dikutip dari Britannica, ukuran keliling Bumi pertama kali ditemukan oleh ahli matematika Yunani bernama Eratosthenes.
Eratosthenes, atau lengkapnya Eratosthenes of Kirene lahir sekitar tahun 276 SM di Kirene, Libya dan meninggal sekitar tahun 194 SM di Alexandria, Mesir.
Eratosthenes adalah seorang penulis ilmiah, astronom, dan penyair Yunani yang melakukan pengukuran pertama ukuran keliling Bumi.
Menurut Independent, Eratosthenes sudah berhasil menghitung ukuran keliling Bumi sekitar 2.000 tahun sebelum satelit buatan pertama, Sputnik 1, diluncurkan pada 4 Oktober 1957.
Penghitungan keliling Bumi itu bermula ketika Eratosthenes mendengar adanya fenomena menarik di Syene (sekarang Aswan), sebuah kota di selatan Alexandria.
Pada waktu itu, ia mendengar bahwa tidak ada bayangan vertikal yang terbentuk di Syene pada siang hari saat titik balik Matahari musim panas (solar solstice).
Eratosthenes kemudian bertanya-tanya, apakah fenomena ini juga terjadi di Alexandria?
Percobaan dengan sebatang tongkat
Pada tanggal 21 Juni, Eratosthenes menancapkan sebatang tongkat di tanah dan mengamati apakah bayangan akan muncul pada siang hari.
Ternyata ada satu bayangan yang terbentuk, dan setelah diukur sekitar 7 derajat.
Dari pengamtan itu, dapat disimpulkan jika sinar matahari datang pada sudut yang sama pada waktu yang sama, dan sebatang tongkat di Alexandria mengeluarkan bayangan sedangkan tongkat di Syene tidak, maka dapat dipastikan bahwa permukaan Bumi melengkung.
Eratosthenes kemungkinan besar sudah mengetahui bahwa Bumi berbentuk bulat.
Pasalnya, gagasan tentang Bumi bulat sudah dilontarkan sebelumnya oleh Pythagoras sekitar 500 SM dan divalidasi oleh Aristoteles beberapa abad kemudian.
Jika Bumi benar-benar bulat, maka Eratosthenes berkesimpulan bahwa ia dapat menggunakan hasil pengamatannya untuk memperkirakan keliling seluruh planet.
Perhitungan sederhana
Karena perbedaan panjang bayangan adalah 7 derajat di Alexandria dan Syene, itu berarti kedua kota tersebut terpisah 7 derajat di permukaan Bumi yang 360 derajat.
Eratosthenes lalu membayar seorang pria untuk mengukur jarak antara dua kota tersebut, dan mengetahui bahwa keduanya terpisah 5.000 stadia, yaitu sekitar 800 kilometer.
Ia kemudian menggunakan perhitungan sederhana untuk menemukan keliling Bumi.
Jika 7,2 derajat adalah 1/50 dari 360 derajat, maka 800 km kali 50 sama dengan 40.000 km
Dan dengan begitu, Eratosthenes yang hanya bermodalkan tongkat dan kecerdasannya di bidang matematika berhasil menemukan ukuran keliling Bumi, lebih dari 2.000 tahun lalu.
Hasil perhitungan Eratosthenes itu tak jauh berbeda dengan pengukuran modern yang dilakukan dengan memanfaatkan satelit dan teknologi lainnya.
Menurut Space, Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA di Greenbelt, Maryland menyebutkan bahwa jari-jari Bumi di khatulistiwa adalah 6.378 kilometer.
Namun, Bumi tidak bulat sempurna. Rotasi planet menyebabkan Bumi sedikit menonjol di bagian ekuator. Sehingga, jari-jari kutub Bumi adalah 6.356 km, atau berbeda 22 km.
Dengan menggunakan pengukuran tersebut, maka lingkar khatulistiwa Bumi adalah sekitar 40.075 km. Namun, dari kutub ke kutub (keliling meridional) Bumi hanya berjarak 40.008 km.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/02/03/131120682/kisah-ilmuwan-yunani-menghitung-keliling-bumi